Mohon tunggu...
Rokhmin Dahuri
Rokhmin Dahuri Mohon Tunggu... -

Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI)\r\nMenteri Kelautan dan Perikanan tahun 2001-2004\r\nGuru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Puasa, Taqwa, dan Kemajuan Bangsa

9 Juni 2016   10:11 Diperbarui: 9 Juni 2016   10:27 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seluruh rakyat Indonesia mendambakan kehidupan bangsa yang maju, adil-makmur, damai, dan berdaulat.  Namun, sudah 71 tahun merdeka, Indonesia masih sebagai negara berkembang dengan rata-rata PDB per kapita 4.200 dolar AS dan kapasitas teknologi berada pada kelas-3 (technology adaptor country).  Padahal, suatu bangsa bisa dinobatkan sebagai negara maju dan makmur, bila rata-rata PDB per kapitanya lebih besar dari 11.750 dolar AS dan kapasitas teknologinya mencapai kelas-1 (technology innovator country) (Bank Dunia dan UNESCO, 2012).  Selain itu, angka pengangguran dan kemiskinan pun masih sangat tinggi.  Saat ini pengangguran terbuka sebanyak 7,24 juta orang (6,1% total angkatan kerja) dan tenaga kerja yang setengah menganggur mencapai 35 juta orang.  Jumlah penduduk miskin mencapai 32 juta orang (11,5% total penduduk).  

Kesenjangan antara kelompok kaya vs miskin pun semakin melebar. Kondisi ini terkonfirmasi dari koefisien GINI, yang pada 2004 sebesar 0,3 kemudian meningkat menjadi 0,42 di tahun lalu.  Dalam hal kesenjangan kaya vs miskin, Indonesia merupakan negara terburuk ketiga di dunia, dimana 1 persen orang kaya menguasai sekitar 50,3 persen total kekayaan Indonesia (Bank Dunia, 2016).  Pada 2014, 38%  dari seluruh anak balita mengalami kurang gizi kronis, dan 8 juta anak (kelima terbanyak di dunia) mengalami pertumbuhan terhambat (stunted growth) yang dapat mengakibatkan cacat permanen pada fisik dan kecerdasan alias a lost generation(Kemenkes, 2014).

Pencapaian pembangunan seperti ini sungguh sangat ironis dan memalukan.  Pasalnya, Indonesia dikaruniai Allah dengan potensi (modal dasar) pembangunan yang sangat lengkap dan besar.  Pertama berupa 255 juta jiwa penduduk (terbesar keempat di dunia) merupakan potensi pasar domestik dan human capital yang luar bisa besarnya.  Kedua, kekayaan SDA yang beragam dan besar baik di daratan, apalagi di laut.  Ketiga berupa posisi geoekonomi yang sangat strategis, dimana 40% total barang yang diperdagangkan di seluruh dunia dengan nilai sekitar 1,5 trilyun dolar AS per tahun diangkut oleh ribuan kapal melalui laut Indonesia.  Yang lebih menyesakkan dada, negara-negara di Asia dengan potensi pembangunan yang jauh lebih kecil, seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, dan Thailand jauh lebih makmur dan maju ketimbang kita bangsa Indonesia.

Jalan Pembangunan

Oleh sebab itu, pasti ada yang salah dengan kita bangsa Indonesia.  Entah itu konsep pembangunannya yang salah atau etos kerja (akhlak) kita yang buruk. Yang pasti tujuh Presiden RI (Bung Karno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, dan Jokowi) telah bekerja keras dan mengeluarkan kemampuan terbaiknya untuk memajukan dan mensejahterakan bangsa ini dengan konsep pembangunan mulai dari TRI SAKTI, TRILOGI PEMBANGUNAN, PEMBANGUNAN BERBASIS IPTEK sampai NAWA CITA. 

Di bulan suci Ramadhan ini, sangat tepat kita umat Islam Indonesia untuk mentadaburi kiat dari Allah (Tuhan yang meciptakan manusia dan alam semesta) tentang cara memajukan dan mensejahterakan bangsa.  Diantaranya adalah Firman Allah dalam QS. Al-A’raf (7), ayat-96 “Dan sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, pasti Allah akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”.


Loh, apa hubungannya ketaqwaan dengan kemajuan bangsa?.   Secara prinsip, taqwa artinya adalah menjalankan seluruh yang diperintahkan Allah dan menjauhi semua larangan-Nya karena iman dan ikhlas kepada Allah.  Sebagaimana kita maklumi, bahwa perintah Allah itu bukan hanya berupa ibadah mahdhoh seperti sholat, puasa, zakat, dan haji.  Tetapi, juga mencakup muamalah seperti berbuat baik dan adil kepada sesama insan serta mahluk lainnnya (rahmatan lil a’lamin), bekerja keras, mencintai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), jujur,  amanah, dan etos kerja unggul serta akhlak mulia lainnya.  

Allah SWT mewajibkan umatnya untuk menuntut, menguasai, dan menerapkan IPTEK dalam menjalani roda kehidupan di dunia.  Rasulullah saw bersabda  di banyak hadits, antara lain: “Menuntut ilmu itu wajib bagi mukmin dan mukminat”;  “Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China”; dan  “Apabila engkau ingin hidup sukses/bahagia di dunia, maka harus dengan ilmu, jika engkau ingin hidup bahagia di akhirat pun harus dengan ilmu”.  Lebih dari itu, begitu banyak ayat Al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk menuntut ilmu dan memuliakan ilmuwan.  Contohnya, “ ... Katakanlah, apakah sama orang-orang yang berilmu (mengetahui) dengan orang-orang yang tidak berilmu?.  Sesungguhnya, hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran ” (QS. Az-Zumar: 9).   “... Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu (berlimu) beberapa derajat ...” (QS. Al-Mujadalah: 11).

Agama Allah, Islam juga sangat menganjurkan umatnya untuk bekerja keras dan profesional.  Bertebaran ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menganjurkan manusia untuk bekerja keras, profesional, dan tidak menyia-nyiakan waktu.  Contohnya, “Apabila sholat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah (bekerjalah) kamu di bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya” (QS. Al-Jumu’ah: 10).  “Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), segeralah (tetaplah) bekerja keras untuk urusan yang lain” (QS. Asy-Insyirah).  “ ... Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri ...” (QS. Ar-Ra’d: 11).  Suatu hari Muhammad Rasulullah saw “mengangkat tangan sahabatnya, Saad yang lembam karena seharian bekerja mamahat batu, dengan mengatakan demi Allah bahwa tangan ini tidak akan pernah tersentuh api neraka” (Hadits).  Singkatnya, sedemikian hebat Islam memuliakan mukmin yang bekerja keras dan profesional.

Sementara itu, larangan Allah selain berupa meninggalkan sholat, puasa, dan ibadah mahdhoh lainnya.  Juga semua jenis kemaksiatan dan akhlak buruk, seperti membunuh orang tidak sesuai syar’i, mencuri (korupsi), berjudi, mengkonsumsi narkoba dan minuman keras, berzinah, memakan riba, malas, boros (konsumtif), tidak mencintai ilmu, pembohong, dzalim, dan tidak menyayangi serta menghormati sesama insan. Di dalam banyak ayat Qur’an dan Hadits juga dinyatakan dengan tegas tentang implikasi (siksaan) bagi mereka yang melanggar larangan Allah, baik berupa penderitaan di dunia seperti perasaan gelisah, sakit-sakitan, dan keluarga menjadi berantakan maupun di akhirat berupa sikasaan api neraka.  Dan, bentuk siksaan yang paling ringan di neraka adalah berupa “seseorang dipasang terompah di kakinya, dan mendidih ubun-ubunnya” (Hadits). 

Oleh karena itu, bagi muslim yang benar-benar beriman dan bertaqwa kepada Allah tidak mungkin akan berbuat jahat (dzalim) terhadap sesama, membunuh orang lain tanpa alasan syar’i (teroris), melakukan korupsi, membohongi orang  lain, malas, dan enggan menuntut ilmu.  Sebaliknya, dia akan menjadi insan pekerja keras, rajin menuntut ilmu, produktif, ikhlas, senang menolong dan berbagi kelebihan kepada sesama insan, dan merawat lingkungan hidup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun