Mohon tunggu...
Ida Togatorop (Loved)
Ida Togatorop (Loved) Mohon Tunggu... Administrasi - a worker, a crafter, a virtuous women, a happy wife, a loving mother, a blessed person and always loved

Only because God's Grace my life filled with blessings and miracles :)\r\n\r\nMari menulis...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apakah Semua Lulusan Pendidikan Sarjana (S1) di Indonesia Bisa Berbahasa Inggris?

9 Desember 2014   19:08 Diperbarui: 21 Juni 2023   15:04 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14181113921388400103

Kabarnya pada bulan Mei tahun 2015, kesepakatan Masyakarat Ekonomi ASEAN atau pasar bebas ASEAN mulai berlaku.  Pasti terpikirkan oleh kita, jika Indonesia ingin tetap bisa bersaing, maka kita harus menyiapkan diri. Kembali terbesit dalam benak saya, bagaimana kualitas lulusan pendidikaan Sarjana Indonesia saat ini? Apakah mereka sungguh-sungguh menguasai bidang pendidikan mereka? Apakah mereka cukup terampil dan sanggup untuk bersaing dan masuk dalam dunia kerja ataupun dunia bisnis?

 

Salah satu keterampilan (skill) yang sudah sangat lazim dipelajari dalam dunia pendidikan, baik secara formal ataupun non-formal adalah mata pelajaran bahasa Inggris.  Belakangan ini, kita menyadari bahwa menguasai bahasa Inggris sebagai Bahasa International menjadi salah satu kebutuhan penting bagi setiap masyarakat dunia, termasuk Indonesia, sebagai bekal untuk terjun dalam dunia usaha.

Lalu apakah para lulusan pendidikan di Indonesia sudah siap menghadapi hal tersebut?

Saya ingin berbagi sedikit pengalaman tentang pentingnya penguasaan Bahasa Inggris, berikut ini. Saya seorang karyawan yang bekerja disebuah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang perdagangan.  Komoditi yang diperdagangkan adalah bahan dasar untuk bahan bangunan, yang sudah mengalami sedikit proses kimia, dan di import dari luar negeri karena barang serupa tidak ditemukan di Indonesia. Perusahaan tempat saya bekerja sudah berdiri sejak tahun 1996.  Pemiliknya adalah WNI asli yang menikah dengan WNA Inggris, dan merupakan atasan langsung saya.


Suatu ketika, posisi staff import di kantor kami lowong, dan kami membutuhkan seorang karyawan untuk menduduki posisi tersebut. Orang yang nantinya bertugas untuk menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan import barangmulai dari pemesanan barangbarang masuk ke Indonesia, sampai barang tersebut diterima oleh pelanggan.  Orang yang akan menduduki posisi tersebut tentunya akan berhubungan langsung dengan para supplier kami, sehingga penguasaan bahasa inggris merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki.


Sayapun mengiklankan lowongan pekerjaan tersebut (menggunakan bahasa inggris) ke salah satu situs pencari kerja online, dengan kualifikasi pekerjaan yang kami cari adalah bisa berbahasa inggris dan diutamakan yang berpengalaman.  Saya dan atasan saya mempunyai akses yang sama untuk melihat semua data pelamar yang masuk, dan ternyata jumlah calon karyawan yang melamar tidak sebanyak yang saya kira.  Atasan saya yang orang bule asli itu, ternyata cukup sederhana dalam mengidentifikasi pelamar yang menurut dia “bisa berbahasa inggris”.  Tanpa membaca isi surat lamaran mereka terlebih dahulu, si bule bilang pada saya; “its funny, they send the letter in english but the CV in bahasa, did they understand english?” 

(sekedar info “bahasa” adalah sebutan para ekspatriat untuk Bahasa Indonesia). 

Dalam hati, pertanyaan serupa sebenarnya terpikirkan juga oleh saya, saya agak heran, kenapa mereka menulis surat lamaran dalam bahasa inggris, lalu CV (Curiculum Vitae) dalam bahasa Indonesia, atau sebaliknya, surat lamaran dalam bahasa Indonesia, dan CV dalam bahasa Inggris. 

Mohon maaf, saya sebagai orang Indonesia dan sekaligus hanya karyawan (bukan pemilik) pun melihat "paket surat lamaran" seperti itu jadi agak mikir untuk memberi kesempatan si pelamar dipanggil interview

Lalu saya balas pertanyaan atasan saya: “maybe, they just being careless pak...

Saya bilang mungkin mereka hanya tidak teliti saja, atau terburu-buru membaca iklan lowongannya, sampai-sampai tidak memperhatikan penulisan surat lamaran dan CV-nya, yang secara logika harus menggunakan bahasa Inggris. Namun, atasan saya malah memperkuat argumennya “No, its mean that they dont understand english well.., ..they are graduated from college.......“

Menurut pendapat atasan saya, mereka yang mengirimkan surat lamaran dan CV-nya tidak dengan bahasa Inggris artinya mereka memang tidak mengerti, karena kalau mereka mengerti sudah tentu mereka akan mengirimkan "paket lamaran" sesuai permintaan. Dia pun menambahkan, padahal mereka lulusan sarjana, bagaimana mungkin seorang lulusan sarjana tidak mengerti membaca iklan lowongan dalam bahasa inggris, untuk hal ini bagi dia, tidak ada alasan untuk tidak teliti. 

 

Sebagai bangsa Indonesia, saya sedikit merasa malu, dan agak “tersentil” juga dengan komentar beliau.  Sempat terpikir juga oleh saya “bagaimana mereka bisa bersaing, wong bahasa Inggris aja nda ngerti..”

Alhasil kami pun mengundang interview hanya untuk pelamar yang menuliskan surat lamaran dan CV-nya dalam bahasa Inggris. Saya mewawancara mereka melalui telepon, dan mereka mengaku bisa berbahasa Inggris. Namun, entah karena gugup atau kenapa, begitu dipanggil interview dan bertemu langsung dengan atasan saya respon mereka berbeda, ada yang bilang “mba..bos-nya bule banget, bahasa inggrisnya saya ga ngerti..”, “mba..bos-nya ngomongnya cepet banget, jadi saya kurang ngerti dia ngomong apa..”, “duh..mba saya kedinginan diruangannya, jadi gugup jawab pertanyaan...”  Saya cuma melongo dan membalas dengan senyum mendengar respon mereka.

 

Melihat kenyataan tersebut, saya berpikir mungkin ada benarnya jika dikatakan bahwa tidak semua lulusan pendidikan sarjana di Indonesia yang sudah siap bersaing dalam dunia kerja. Entah dimana letak kesalahannya, tetapi kisah diatas hanya satu dari sekian banyak hal yang mungkin kita pernah alami atau temui. 

Dan, apabila dikaitkan dengan dengan revisi (perubahan) kurikulum 2013 yang diusulkan oleh Bpk. Anies Baswedan, tentunya kita pun berharap agar kurikulum apapun yang kelak akan diterapkan, dapat memajukan kualitas pendidikan di Indonesia secara nyata.


Kemang, 9 Des 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun