Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Plus Minus Sentra Perkebunan Jambu Mete di SBD

17 Mei 2019   16:32 Diperbarui: 17 Mei 2019   16:44 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa salah satu sentra perkebunan jambu mete Indonesia terdapat di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Daerah lain di NTT yang juga menjadi sentra perkebunan jambu mete adalah pulau Flores.

Tanaman jambu mete ini, bagi masyarakat Sumba, khususnya Sumba Barat Daya, sebetulnya bukan jenis tanaman baru sama sekali. Tanaman ini sudah dikenal oleh nenek-moyang mereka sejak lama. Artinya, sudah ada dan tumbuh subur di padang-padang dan hutan-hutan savana Sumba. Namun populasinya hanya dapat dihitung dengan jari dan belum ada manfaatnya, kecuali buah semunya yang bisa dimakan oleh orang-orang yang sedang gembala ternak atau sedang berladang.

Dokpri
Dokpri

Proyek IPAT

Sejalan dengan perkembangan kemajuan pada sektor pertanian, khususnya dalam subsektor perkebunan Indonesia, kalau tidak keliru, maka sejak era awal 1980-an, Pemerintah Kabupaten Sumba Barat (belum ada pemekaran kabupaten), melalui Dinas Perkebunannya, melaksanakan pengembangan tanaman jambu mete, sebagai komoditi perdagangan strategis untuk memenuhi kebutuhan "mete", baik dalam negeri maupun luar negeri. (Katanya, bukan hanya kacang mete yang dibutuhkan, tapi juga kulit/tempurungnya bermanfaat).

Pengembangan komoditi jambu mete tersebut merupakan program nasional, yang digulirkan dari  Departemen (sekarang Kementerian) Pertanian RI. Program ini dilaksanakan melalui proyek tugas pembantuan (dekonsentrasi). Salah satu proyek yang terkenal, setahu saya, adalah IPAT.

Pengembangan tanaman jambu mete di Sumba Barat diprioritaskan di dua wilayah kecamatan yaitu Loura dan Kodi. Dua kecamatan ini, dari sisi budidaya tanaman jambu mete, dinilai sangat cocok. Iklimnya lebih kering, bulan kemarau lebih panjang daripada bulan hujan, dan lahannya masih banyak yang kosong. Kedua wilayah tersebut, kini termasuk dalam wilayah Kabupaten Sumba Barat Daya, daerah otonom baru yang mekar dari Kabupaten Sumba Barat sejak akhir tahun 2006.

Pada awal pengembangan komoditi jambu mete ini, kurang mendapat respon dari masyarakat petani. Boleh dibilang masyarakat petani merasa dipaksa dan terpaksa menanam tanaman jambu mete, yang bibitnya disiapkan oleh pemerintah. Bahkan bukan sedikit petani yang menerima bibit tanaman, pupuk dan biaya tapi tidak melaksanakannya. Mengapa? Karena mereka belum tahu persis apa manfaat dan bagaimana pemasaran hasilnya.

Namun menginjak akhir era 1980-an dan awal era 1990-an, ketika tanaman jambu mete sudah mulai berproduksi dan ternyata ada pasarnya, maka masyarakat petani mulai terbuka matanya dan mulai inisiatif mengembangkan tanaman tersebut di lahan mereka. Waktu itu harga biji jambu mete di pasaran masih Rp. 1.000 per kilogram. Nilai uang ini termasuk sangat besar pada saat itu. Setara dengan nilai padi kering giling per kilogram.

Sejak saat itu pengembangan komoditi jambu mete oleh masyarakat petani berkembang pesat. Luas lahan dan produksi jambu mete meningkat tajam. Sampai dengan kondisi sekarang ini, menurut data Profil Sumba Barat Daya Tahun 2017, luas lahan jambu mete mencapai 10.863 hektar dan produksinya khusus untuk tanaman produktif (9.980 hektar) sebesar 5.942 ton. Harga pasaran biji jambu mete sekarang ini sekitar Rp. 22.500 -- Rp. 25.000.

Singkat kata, pengembangan komoditi jambu mete di Sumba Barat Daya, boleh dibilang sukses. Namun dari sisi dampaknya, ada nilai plus (positif) dan juga nilai minusnya (negatifnya).

 

Dokpri
Dokpri

Dampak Positif

Dampak positif pengembangan komoditi jambu mete di Sumba Barat Daya, diantaranya meliputi yaitu: pertama, lahan kosong, termasuk padang rumput, berubahan menjadi hutan jambu mete. Keadaan ini, dari sisi lingkungan sangat menguntungkan. Faktanya, musim hujan menjadi lebih stabil dan merata setiap tahun.

Kedua, perekonomian masyarakat lebih dinamis. Data luas tanaman jambu mete, capaian produksi dan harga pasaran biji jambu mete di atas adalah indikasi konkretnya. Dalam satu tahun saja, setelah panen, masyarakat petani memiliki uang sebesar Rp. 224.550.000 sampai dengan Rp. 249.500.000.

Data ini memperlihatkan bahwa ada uang sejumlah itu yang beredar di masyarakat. Data ini juga memperlihatkan bahwa daya beli dan kesejahteraan masyarakat petani mengalami peningkatan. Faktanya, mereka memang bisa membangun rumah permanen, mampu menyekolahkan anak sampai kuliah, dan bisa memiliki kendaraan pribadi, seperti motor dan mobil.

Ketiga, para pengumpul hasil bumi bisa meningkat usahanya. Mereka bisa mendirikan kios atau toko di pedesaan untuk mendekatkan kebutuhan masyarakat. Mereka juga bisa menyediakan kendaraan angkutan umum untuk pedesaan.

Keempat, pemerintah membangun atau memperbaiki sarana jalan raya ke daerah produksi hasil pertanian (termasuk jambu mete) untuk mempermudah masyarakat petani dan pembeli hasil bumi.

Dan kelima, pemerintah meningkatkan mutu dermaga dan jumlah kapal barang (very) untuk mempermudah pengangkutan hasil bumi yang diproduksi oleh masyarakat petani.

Dokpri
Dokpri

Dampak Negatif

Sedangkan dampak negatif pengembangan komoditi jambu mete di Sumba Barat Daya, diantaranya meliputi yaitu: pertama, produksi palawija, terutama padi ladang dan jagung terus menurun dari waktu ke waktu. Karena lahan-lahan potensial dan subur serta cocok untuk palawija telah berubah menjadi kebun jambu mete. Fakta ini merupakan kekeliruan besar dalam pengembangan jambu mete. Seharusnya jambu mete diarahkan pengembangannya di lahan-lahan kritis, supaya lahan-lahan ini bisa hijau dan juga masih bisa menghasilkan secara ekonomi. Sedangkan lahan-lahan potensi dan subur harus tetap dipertahankan untuk palawija, sehingga tidak mengganggu produksi untuk kebutuhan dan ketahanan pangan masyarakat.

Kedua, dari sisi tradisi adat-istiadat dan kebudayaan. Sejak komoditi jambu mete berproduksi, pelaksanaan perkawinan adat dan pesta-pesta adat lainnya, sudah bergeser waktu pelaksanaannya. Jika sebelum ada jambu mete dilaksanakan selepas panen padi dan jagung, mulai bulan mei sampai agustus, masa rekreasi atau istirahat menurut tata musim adat, maka setelah ada jambu mete bergeser mulai bulan sepuluh sampai november, saat panen jambu mete, yang menurut tata musim adat adalah masa kerja dan tidak boleh lagi ada acara-acara adat. Akibatnya, masyarakat yang melaksanakan acara-acara tersebut, tidak mempunyai kesempatan yang cukup dalam menghadapi tanam.

Dan ketiga, lahan yang ditanami jambu mete menjadi miskin unsur hara atau tidak subur. Tanaman semusim seperti padi, jagung, ubi kayu dan kacang-kacangan yang ditanam di antara pepohonan jambu mete tidak akan tumbuh-kembang dengan baik atau merana jika tidak disertai dengan pemupukan yang cukup.

 

Dokpri
Dokpri

Pengolah Hasil Belum Berkembang

Di samping plus minus pengembangan komoditi di atas, ada dua catatan kritis yang memprihatinkan terkait dengan penanganan pascapanen. Khususnya terkait pengolahan hasil jambu mete yang belum berkembang sama sekali.

Pertama, sampai saat ini, produksi kacang mete, setengah jadi atau jadi, seperti ada dan tiada. Juga belum ada sama sekali home industry yang menanganinya. Padahal harga juang kacang mete jauh lebih menguntungkan daripada harga jual biji jambu mete gelondongan. Entah apa masalahnya ya?

Dan kedua, sampai saat ini juga belum ada home industry yang memanfaatkan buah semu jambu mete sebagai produk bernilai ekonomi tinggi. Buah semu jambu mete ini hanya dibiarkan menjadi sampah dan limbah di lahan-lahan masyarakat petani. Padahal buah semu jambu mete ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan selai, kecap, anggur dan wine. Entah apa pula masalahnya ya?

Seandainya kedua catatan kritis ini mendapat perhatian serius, baik oleh pemerintah maupun swasta, tentu akan membawa manfaat yang lebih besar lagi untuk kesejahteraan masyarakat dan daerah Sumba Barat Daya. ***  

Tambolaka, 17 Mei 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun