Kunci mendidik anak menurut Imam Al-Ghazali : Hal pertama yang harus dilakukan (orang tua) dalam mendidik anak adalah memperbaiki diri sendiri. Karena mata anak-anak menyaksikan dan telinga mereka mendengarkan (orang tuanya)
Tokoh utama dalam mendidik anak sampai detik ini masih diduduki oleh orang tua. Setiap apa yang diucap dan dilakukan orang tua pasti akan ditiru oleh anak, terlebih pada anak usia dini. Seperti pada hasil penelitian Henderson dan Mapp (2002); National Standard For Parent/Family Involvement Programs (2004) dalam Hendarti Permono (2013: 43) menunjukkan partisipasi orang tua dalam PAUD berhubungan dengan prestasi anak, perilaku anak, budaya, usia, serta kualitas sekolah anak. Maka orang tua harus memberi contoh perilaku sebaik mungkin kepada anaknya, sebab hal tersebut akan berdampak dalam perkembangan sang anak.Â
Berbicara tentang perkembangan anak, maka berkaitan dengan perkembangan bahasa pada anak. Pada umumnya bahasa merupakan sebuah ucapan, tulisan, dan tanda/simbol yang memunculkan makna untuk dikomunikasikan. Atau lebih ringkasnya adalah sebuah alat untuk berkomunikasi antar satu orang dengan yang lainnya.
Dalam perkembangan kemampuan berbahasa anak terdapat dua macam, yakni bahasa reseptif dan bahasa ekspresif. Bahasa reseptif akan dilalui sebelum bahasa ekspresif, sebab makna dari reseptif sendiri adalah meresap. Atau dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memahami informasi yang berupa simbol, baik itu suara, gerakan, maupun tanda yang ada di sekitarnya. Sedangkan ekspresif adalah sebuah kemampuan anak untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya melalui bahasa.Â
Jadi, pada awalnya anak akan meresap atau memahami informasi dari sekitarnya, kemudian ia akan mengekspresikannya dengan ucapan, kata-kata, atau tindakan. Contoh, ketika orang tua meminta tolong kepada anaknya untuk mengambilkan buku di atas meja.Â
Maka anak akan memahami apa yang diperintahkan orang tuanya tersebut, apabila ia paham pasti ia akan segera mengambil buku. Dalam hal ini kemampuan reseptif dan ekspresif anak dikatakan baik dan tidak mengalami gangguan.
Pada pembahasan bahasa ekspresif ini saya akan sedikit bercerita tentang tetangga saya. Tetangga saya mempunyai cucu kembar, di mana ibu dari si kembar adalah single parent sehingga ia bekerja keras membanting tulang untuk membiayai kebutuhan anak kembarnya. Alih-alih si kembar diasuh oleh neneknya.Â
Seiring berjalannya waktu kini si kembar berusia 5 tahun, namun dalam berbicara pun mereka masih terbata-bata bahkan tidak jelas ketika menguncapkan suatu kata. Dengan kata lain mereka mengalami speech delay atau keterlambatan berbicara. Seharusnya anak seusia mereka sudah mampu berbicara dan menyusun kata menjadi kalimat kompleks yang dapat dipahami orang lain.Â
Setelah saya telusuri dari saudara saya yang kebetulan akrab dengan nenek si kembar, ternyata pada usia sebelum si kembar menginjak 5 tahun sang nenek jarang mengajak mereka berdialog ataupun menstimulus dengan kosakata sederhana. Hal ini karena nenek merasa kewalahan dalam mengasuh si kembar, maka yang terlihat si kembar selalu asyik bermain tanpa adanya stimulus atau pancingan untuk mereka berbicara. Bagi sang nenek yang terpenting adalah mereka diam dan tidak rewel.Â
"Children can feel, but they cannot analyse their feelings; and if the analysis is partially effected in thought, they know not how to express the result of the process in words." --- Charlotte Bronte
(Anak-anak dapat merasakan, tapi mereka tidak bisa menganalisis perasaan mereka; Dan jika analisis tersebut sebagian dilakukan di dalam pikiran, mereka tidak tahu bagaimana mengungkapkan hasil prosesnya dalam kata-kata.)
Sampai saat ini saya kerap mengamati ketika mereka bermain di halaman rumah. Yang terjadi adalah mereka sering berteriak bahkan ketika bergabung sepak bola dengan beberapa anak lain mereka malah memukul-mukul temannya. Mungkin saking senangnya dan tidak dapat mengekspresikan perasaan mereka dengan kata-kata. Tindakan tersebut terlihat sedikit agresif, namun perilaku inilah yang menjadi pelampiasan anak dengan gangguaan pada kemampuan bahasa ekspresif.Â
Dalam kemampuan bahasa ekspresif terdapat tahap-tahap berdasarkan usia anak, yakni dari usia 0-12 bulan, 1-3 tahun, dan 3-5 tahun. Bagaimana tahapan tersebut ? mari simak uraian berikut !
1. Usia 0-12 bulan  Â
Bayi usia baru lahir akan membuat suara seperti tangisan atau rengekan agar orang di sekitarnya tahu apa yang ia rasakan. Kemudian hingga usia 3 bulan si bayi sudah bisa merespon orang di sekitarnya dengan senyuman dan suara tangisannya terdengar berbeda, hal ini sesuai dengan apa yang ia rasakan.Â
Di usia 4-6 bulan bayi mulai bergumam, mengoceh, dan menghasilkan suara khasnya. Ia menggunakan suara atau gerak tubuh apabila menginginkan sesuatu serta meminta orang melakukan sesuatu. Selanjutnya pada usia 7-12 bulan ocehan bayi mulai berkembang, yakni sudah mampu mengatakan beberapa konsonan, huruf vokal panjang, dan huruf vokal pendek. Bayi menggunakan suara-suara selain menangis untuk mendapatkan perhatian orang di sekitarnya. Bayi akan mengucapkan kata-kata pertamanya sekitar rentang usia ini.Â
2. Usia 1-3 tahun
Ketik usia 1-2 tahun anak akan dapat mengatakan kalimat yang terdiri dari dua kata. Ucapannya juga akan semakin jelas karena ia sudah lebih mampu mengucapkan dan menggunakan konsonan. Kemudian di usia 3 tahun anak sudah mampu memproduksi kalimat yang sedikit panjang, karena pada usia tersebut perkembangan kosakata anak sedang pesat-pesatnya.Â
3. Usia 3-5 tahun
Menginjak usia 4 tahun anak mulai mampu berbicara tentang banyak hal yang terjadi jauh dari rumah serta tertarik membicarakan kegiatan prasekolah, teman, atau pengalaman menarik lainnya. Perkataannya biasanya telah lancar dan orang selain kerabat keluarga dapat mengerti apa yang dikatakannya. Kemudian pada usia 4-5 tahun anak telah dapat berbicara dengan jelas dan lancar dengan menggunakan suara yang mudah didengar. Ia dapat membuat kalimat panjang dan detail, menggunakan tata bahasa seperti orang dewasa, menceritakan kisah imajinasi tetap berpegang pada topik, dan melafalkan kata-kata dengan benar. Beberapa anak kemungkinan masih akan cadel karena masih sulit mengucapkan konsonan tertentu. Setidaknya apa yang dikatakan tersebut masih dapat dipahami dengan mudah oleh orang dewasa dan anak-anak lainnya.Â
Namun, sebagai orang tua perlu memantau apabila anak menunjukkan gejala gagap, maka segera temui ahli patologi wicara-bahasa. Karena gagap bukanlah tahapan normal belajar berbicara, begitu pula dengan suara serak yang tetap/berkepanjangan. Selain itu terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan orang tua yakni tentang ciri-ciri anak dengan masalah bahasa ekspresif, antara lain :Â
- Mengalami kesulitan dalam menamai sebuah objek/ item.
- Tidak dapat menghubungkan kata-kata untuk menjadi kalimat sederhana yang seharusnya dapat dilakukan oleh anak dengan usia yang sama.
- Menggunkan kalimat yang terdengar tidak dewasa bagi usia mereka.
- Menggunakan kata-kata untuk berbicara dan hanya keluarga atau orang terdekatnya saja yang paham. Saya contohkan tetangga saya pada uraian di atas, salah satu dari si kembar usia 5 tahun itu tiba-tiba menyebutkan kata "iyang", awalnya saya sempat menebak apa makna kata itu? ternyata setelah beberapa detik kemudian sang ibu menuturkan kalimat "iya, ini kita pulang" akhirnya saya paham bahwa yang dimaksudkan adalah kata "pulang". Dan masih ada kata-kata lain yang aneh dan mungkin sedikit susah dipahami oleh orang lain, seperti "itak" padahal yang dimaksud adalah "buka".Â
- Menghasilkan kalimat yang kacau.Â
- Kesulitan dalam menceritakan kembali sebuah cerita.Â
Berdasarkan ciri-ciri tersebut ada beberapa solusi yang mungkin dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif, yaitu :Â
1. Bermain : Lakukan permainan secara teratur bagi anak kecil, berikan contoh cara bermain dengan alat permainan, ikuti arahan anak dan bicarakan tentang apa yang mereka lakukan dengan mainan tersebut.
2. Meningkatkan intensitas berbicara : Tingkatkan intensitas bicara dengan anak sepanjang hari tentang apapun.
3. Matikan kebisingan latar belakang di rumah : (misal : televisi, radio, musik).
4. Tatap muka : Anak dapat memperhatikan mulut dan meniru cara menghasilkan kata-kata.
5. Perluas bahasa yang digunakan anak : Mengulangi apa yang mereka katakan dan tambahkan satu atau dua kata lagi pada ucapan mereka.
6. Buku : Lihat buku yang diminati anak, kemudian bicarakan gambar atau ceritanya bersama anak. Â
Semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan teman-teman pembaca.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI