Mohon tunggu...
Rofidah Nur F
Rofidah Nur F Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi PIAUD UIN Malang

Dipaksa, terpaksa, terbiasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tentang Bahasa Reseptif dan Stimulasi Kemampuan Verbal Anak

9 Maret 2021   21:21 Diperbarui: 9 Maret 2021   21:39 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.orami.co.id

"Anak-anak jarang salah dalam mengutip suatu hal, mereka hanya menirukan kata demi kata yang diucapkan orang tua dan orang terdekatnya"

"Setelah bu guru membaca anak-anak menirukan ya!", suasana pembelajaran yang kerap dijumpai di bangku TK. Saat sang guru meminta anak didikya untuk menirukan sebuah kata yang dibacakan dari buku. Reaksi anak dalam menirukan apa yang diucapkan gurunya ini disebut kemampuan reseptif. Apabila anak mampu menuruti apa yang diminta sang guru, artinya kemampuan reseptif anak dikatakan baik. Karena terkadang pada sebuah kelas terdapat salah satu anak ketika diminta untuk bertepuk tangan bersama-sama, tetapi anak tersebut tidak bertepuk tangan atau perhatiannya teralihkan dengan hal-hal lain. Artinya anak tidak mengikuti instruksi yang dapat dilakukan orang lain pada usia yang sama. Hal tersebut merupakan salah satu ciri-ciri anak mengalami gangguan reseptif. 

Kata receptive atau reseptif memiliki makna meresap, lebih jelasnya yaitu kemampuan untuk memahami informasi yang berupa simbol. Simbol-simbol tersebut antara lain adalah suara (berupa kata-kata/ sandi), gerakan (isyarat gerakan), tanda (ciri-ciri dari peristiwa), dan simbol (simbol yang disepakati, contoh markah jalan yang maknanya sudah diketahui dan disepakati oleh sebagian besar masyarakat). Sedangkan kemampuan ekspresif merupakan sebuah kemampuan dimana seseorang mampu mengungkapkan keinginan yang ingin disampaikan bisa melalui bahasa tubuh ataupun simbol-simbol yang sudah disepakati. 

Dilansir dari kumparan.com ahli patologi wicara-bahasa Caroline Bown A.M. Ph.D. merangkum tonggak perkembangan kemampuan berbahasa anak dari rentang usia baru lahir hingga lima tahun. Tonggak perkembangan itu dibagi menjadi dua jenis, yaitu perkembangan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif. 

Perkembangan berbahasa pada anak secara umum terbagi menjadi dua tahap, tahapan tersebut adalah tahap pralinguistik dan linguistik.
1. Tahap pralinguistik terjadi pada usia bayi baru lahir. Pada tahap ini bahasa bayi berupa simbol atau ekspresi seperti tangisan, tertawa, serta merengek. Beberapa ekspresi tersbut merupakan bentuk komunikasi bayi yang mungkin meminta untuk digendong, haus, atau sedang tidak nyaman karena buang air kecil/ besar.

2. Tahap lingusitik, merupakan tahapan kedua yang dialami bayi setelah melalui tahap pralinguistik. Pada tahap ini anak sudah dapat berkomunikasi dengan verbal atau menyusun kata-kata dan menyampaikannya dalam bentuk kalimat, sehingga sudah mampu diajak untuk berkomunikasi serta menangkap pembicaraan orang lain dengan baik. 

Sedangkan tahap perkembangan bahasa anak menurut usianya diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Usia 0-12 bulan
Pada usia ini bahasa bayi berada dalam tahap pralinguistik, yaitu masih berkomunikasi dengan simbol serta ekspresi berupa tangisan, jeritan, dan merengek. Akan tetapi sekitar usia 10 bulan bayi sudah mampu merespons suara yang ada di sekitarnya. Seperti contoh keponakan saya yang saat ini menginjak usia 11 bulan. Ia sudah mampu menirukan kata-kata sederhana yang diucapkan orang terdekatnya, misal kata "ibu" ia akan menirukan dengan melontarkan kata "bu", kemudian ketika sedang turun hujan ia akan menunjuk ke luar rumah dan terceletuk kata "jan" karena mungkin ia sering mendengar kata "hujan" dari orang di sekitarnya ketika turun hujan. 

2. Usia 1-3 tahun
Pada usia ini kemampuan berbahasa anak sudah mengalami peningkatan. Anak sudah mampu belajar mengucapkan kata-kata sederhana, meskipun belum terlalu jelas. Seperti contoh kata "aku" menjadi "atu", dan lain sebagainya. Peran orang tua atau orang di sekitar anak sangat penting dalam memberi stimulus. Maka pada usia ini ajak anak untuk sering bercakap-cakap. Kemudian orang tua juga dapat membacakan buku cerita kepada anak, dengan ini akan mengasah kemampuan verbal anak. 

3. Usia 3-5 tahun
Pada usia ini lah anak sudah mulai mampu menyusun kata menjadi kalimat, dan menyampaikan ungkapan kalimat tersebut layaknya seorang dewasa. Anak sudah mampu mengenali kata kerja, kata ganti, dan menyampaikan keinginannya dengan jelas. Bahkan ia juga sudah mampu melontarkan sebuah pertanyaan, melakukan penolakan, serta perasaan yang dialami. 

Suatu hari setelah saya bercerita kepada kakak saya terkait dengan tema ini, yaitu perkembangan bahasa pada anak. Kemudian kemarin malam tepatnya, kakak saya mengirim sebuah postingan dari akun instagram (@nimawatianggraeni) dan di repost akun (@ditimangtimang). Pada postingan itu tertulis kalimat "Stimulasi agar anak cepat dan banyak bicara" dan di slide berikutnya terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan orang tua untuk memberi stimulasi pada anak dalam hal berbahasa dan berbicara. Apa saja upaya-upaya tersebut?
1. Tidak memberikan screen time pada anak usia <2 tahun : Kemampuan komunikasi dan interaksi si kecil tidak akan berkembang jika terlalu terpapar dengan layar. Terlebih jika diketahui memiliki gangguan bicara, maka dampak dari screen time akan lebih berat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun