Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[LOMBAPK] Restorasi Tiga Dara, Bukan Sekadar Nostalgia

3 September 2016   23:59 Diperbarui: 4 September 2016   00:03 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ah, menyaksikan awal film membuat lamunan saya mundur jauh ke belakang. Tepatnya, pada dekade 1950-an ketika film yang diproduksi PT Perfini Films ini tayang. Tentu, saya tidak menyaksikan Tiga Dara versi aslinya yang rilis pada 1956.

Begitu juga dengan kedua orangtua saya yang baru lahir beberapa tahun setelah film tersebut mendapat apresiasi luar biasa dari masyarakat di Tanah Air. Kemungkinan, hanya almarhum kakek dan nenek dalam keluarga saya yang menyaksikan film tersebut. Bisa dipahami mengingat Tiga Dara rilis hanya berselang satu dekade setelah bangsa ini merdeka.

*         *         *

SAYA beruntung bisa menyaksikannya 60 tahun kemudian berkat SA Films yang merestorasi komedi musikal tersebut. Bagi saya, menonton film berdurasi 116 menit ini bukan sekadar ajang nostalgia belaka. Melainkan, karena ingin membuktikan hasil restorasi anak bangsa terhadap film yang populer pada enam dekade silam.

Maklum, sejak melihat fotonya di Tugu Kunstkring itu, saya kian penasaran. Sepertinya, setelah menatap foto Nunung-Nana-Nenny dalam bingkai keemasan itu, waktu yang saya alami sejak 23 September 2015 hingga tayang perdana di Tanah Air 11 Agustus lalu itu, terasa sangat lama.

Bahkan, saya harus mem-bookmark beberapa media online yang memuat artikel dan review tentang Tiga Dara. Termasuk, kembali membeli majalah Tempo edisi 8 Agustus dengan cover Freddy Budiman, hanya untuk membaca resensi dari Leila S. Chudori.

Namun, rasa penasaran saya terobati ketika akhirnya drama musikal itu selesai diputar. Ya, sebagai bagian dari generasi millenial, saya bangga bisa kembali melihat Tiga Dara yang sudah direstorasi digital dengan format 4K. Itu karena filmnya jadi jernih, tajam, dan bersuara bening. Seolah membawa saya beserta seisi teater untuk menyelami kehidupan Nunung dan keluarganya pada enam dekade silam.

Jujur, saya sempat kaget respons dari penontono yang berada di sekeliling saya. Seolah mereka terhipnotis menyaksikan penampilan Nenny dan kawan-kawan. Ibarat makanan, Tiga Dara ini gado-gado. Ada kalanya, kami tertawa terbahak-bahak, tersenyum, bersungut-sungut, kesal, kecewa, sedih, hingga patah hati...

Celetukan demi celetukan pun muncul dari penonton berbagai usia yang hadir. Khususnya, yang berusia di atas 60-an yang mungkin ada yang sudah pernah menyaksikan Tiga Dara versi aslinya. Apalagi, dengan aksi Indriati Iskak yang dengan gaya spontanitas dan kelincahannya membuat film ini lebih berwarna.

Dua jempol saya acungkan untuk PT. Render Digital Indonesia yang sudah bekerja keras lebih dari delapan bulan untuk merestorasi Tiga Dara. Maklum, pada awalnya, kondisi fisik dari seluoid Tiga Dara sangat memprihatinkan. Itu akibat jamur termakan usia yang membuat prosesnya jadi sulit. Termasuk, harus dibawa ke Laboratorium L"Immagine Ritrovata, Bologna, Italia.

Namun, setelah jadi, bukan hanya saya dan puluhan penonton satu teater yang bangga dengan hasilnya. Begitu juga dengan kru dan pemain asli yang terharu dengan apa yang sudah dilakukan PT Render Digital Indonesia dan SA Films. Mungkin, di alam sana, Chitra Dewi, Usmar Ismail, Sjaiful Bachri, tersenyum bahagia menyaksikan karya mereka dilestarikan generasi penerus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun