Hanya, melihat tanjakannya saja sudah membuat saya agak ragu, terutama saat turunan yang begitu curam. Apalagi, saya khawatir jika kurang keseimbangan saat naik dan turun dengan sepeda motor membuat saya jatuh. Yang ada, niatnya ingin tidak capek -karena jalan kaki- malah membuat saya tidak bisa berlebaran karena berujung di rumah sakit.
* Â Â Â * Â Â Â *
Beberapa hari kemudian, saya sempat membaca berita di Viva.co.id, mengenai kecelakaan beberapa pengendara sepeda motor yang melintasi JPO. Yang menjadi pertanyaan, kenapa pemerintah DKI Jakarta masih membiarkan JPO untuk dilewati sepeda motor. Padahal, setahu saya, JPO itu seharusnya hanya untuk dilewati orang saja.
Meski, ada saja pengendara yang bandel atau nekat -saya nyaris seperti itu- dengan alasan mempersingkat perjalanan dan waktu (Kompas.com). Padahal, jika terjadi sesuatu seperti kecelakaan akibat licin atau kurang keseimbangan, tentu merugikan si pengendara sendiri. Namun, ini juga -setahu saya-Â karena tidak ada aturan tertulis dari pemerintah, Dinas Perhubungan, dan Kepolisian mengenai JPO khusus untuk orang.
Mengutip info dari laman HukumOnline, mengenai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, secara tersirat, disebutkan JPO memang khusus untuk dilewati orang. Alias, pengendara sepeda motor tentu tidak boleh melintasinya. Di sisi lain, jamaknya segala sesuatu di Indonesia ini, ya peraturan dibuat untuk dilanggar.
Kalau sudah terjadi kecelakaan, tentu yang dirugikan pengendara motor itu sendiri meski memang salah dengan dalih enggan jauh untuk memutar jalan. Namun, alangkah baiknya jika pemerintah dan pihak terkait yang memiliki kewenangan, tidak menutup mata begitu saja. Sebab, bagaimana jika ada keluarga atau kerabat dari mereka yang nekat melintasi JPO dan berujung kecelakaan?***
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG
PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Â
Bagian Ketujuh
Fasilitas Pendukung
Pasal 39