Mohon tunggu...
Rochele Febeyona Elizabeth
Rochele Febeyona Elizabeth Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi menonton dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Work-Life Balance, Hustle Culture, dan Kepuasan Kerja

2 Desember 2022   22:08 Diperbarui: 3 Desember 2022   13:57 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PEMBAHASAN

Kasus bunuh diri terkait pekerjaan yang banyak terjadi di Jepang  dan kebanyakan diantaranya disebabkan karena hubungan dengan atasan dan rekan kerja buruk, mengharuskan bekerja sangat cepat atau keras, diminta melakukan terlalu banyak pekerjaan, tidak bebas memutuskan apa yang akan dia lakukan dalam pekerjaan, dan tidak bebas memutuskan jumlah pekerjaan yang akan dilakukan. ketidakseimbangan kehidupan kerja ternyata menjadi faktor risiko yang mempengaruhi kesehatan mental. Karyawan dengan krisis kehidupan kerja dilaporkan sendiri menunjukkan risiko relatif lebih tinggi secara signifikan untuk memiliki self-rated health yang buruk.

Tentu dengan melihat banyaknya efek negatif yang dihasilkan, hidup dengan budaya kerja seperti Hustle Culture sebaiknya mulai dihindari dan diubah. Kultur budaya kerja harus mulai diganti dengan kehidupan yang lebih stabil, oleh karena itu istilah Work-life Balance muncul. 

Schermerhorn (2005), mengungkapkan Work-life Balance adalah kemampuan seseorang untuk menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dengan kebutuhan pribadi dan keluarganya. Sedangkan menurut McDonald dan Bradley (2005) Work Life Balance melibatkan kemampuan seseorang dalam mengatur banyaknya tuntutan dalam hidup secara bersamaan. Gaya hidup Work-life Balance akan membantu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi seseorang. 

Dengan menerapkan Work-Life Balance dalam kehidupan sehari-hari, seseorang harus dapat mengatur segala aspek-aspek secara seimbang antara pekerjaan dan kehidupan di luar pekerjaan.  Dengan tercapainya Work-Life Balance, kita dapat lebih produktif dan mengeksplorasi hobi atau kemampuan di luar pekerjaan, lebih bahagia dalam menjalani pekerjaan, meningkatkan hubungan baik dengan orang disekitar.

1. Aspek Work-life Balance

Menurut McDonald dan Bradley (2005), untuk mencapai Work-life Balance terdapat beberapa aspek yang perlu mencapai keseimbangan. Yang pertama Keseimbangan Waktu (Time Balance), menyangkut jumlah waktu yang diberikan pada setiap peran baik dalam pekerjaan maupun non-pekerjaan. Selain waktu disediakan untuk menjalankan urusan pekerjaan, seseorang juga harus memiliki waktu untuk kebutuhan pribadinya seperti waktu keluarga, waktu luang untuk diri sendiri, dll. Lalu Keseimbangan Keterlibatan (Involvement Balance), tingkat keterlibatan psikologis atau komitmen dalam atau terhadap peran pekerjaan dan non-pekerjaan. 

Adanya keseimbangan pada seberapa terikatnya seseorang dengan pekerjaan maupun diluar pekerjaan mereka. Selanjutnya adalah Keseimbangan Kepuasan (Satisfaction Balance) : tingkat kepuasan dengan peran pekerjaan dan non-pekerjaan. Kepuasan seseorang misalnya kenyamanan dalam menjalankan pekerjaan seimbang dengan hal di luar pekerjaan.

2. Work-life Balance terhadap Kepuasan Kerja

Bagaimana pengaruh Work-life Balance terhadap kepuasan kerja? Apa keterkaitannya? Menjadi puas di tempat kerja juga tampaknya memiliki dampak positif pada efisiensi dan kepuasan kerja pada karyawan. Kepuasan kerja dideskripsikan sebagai perasaan positif terhadap pekerjaan, yang merupakan hasil evaluasi dari setiap karakteristik pekerjaan (Robbins & Judge, 2015). Seseorang yang memiliki tingkat kepuasan kerja tinggi memiliki perasaan positif terhadap pekerjaannya, begitu juga sebaliknya seseorang yang memiliki tingkat kepuasan kerja yang rendah memiliki perasaan negatif terhadap pekerjaannya.

Denmark menjadi salah satu negara dengan Work-life Balance terbaik di dunia. Tenaga kerja Denmark adalah salah satu yang paling produktif, termotivasi dan kreatif di Eropa. Hanya sekitar 2% karyawan yang bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang. Pekerja penuh waktu mencurahkan 66% dari hari mereka rata-rata untuk perawatan pribadi dan rekreasi, Tingkat pendidikan yang tinggi dikombinasikan dengan kemandirian dan fleksibilitas membuat karyawan Denmark mampu dan kompeten dalam menjalani tugas. Ini bukan hanya keuntungan bagi pengusaha; itu juga berkontribusi pada kepuasan kerja karyawan.

Penting untuk memiliki batasan antara pekerjaan dengan kehidupan sehari-hari, tentukan prioritas kerja, tinggalkan pekerjaan di tempat kerja, ubah kebiasaan buruk yang membuat pekerjaan terasa melelahkan, luangkan waktu untuk memanjakan diri dan melakukan hobi, cari pekerjaan yang lebih baik, belajar berkata tidak, mengeksplor diri lebih lagi untuk meraih Work-life Balance sesuai yang diinginkan.

PENUTUP

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun