Mohon tunggu...
Roby Zul Fanani
Roby Zul Fanani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Jurusan Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Awal Mula Dinasti Bani Umayyah dan Pencapaiannya

7 Januari 2014   19:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:03 4015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaanMuawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnyaAli bin Abi Thalib dan kemudian orang-orangMadinahmembaiatHasan bin Alinamun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnyaUtsman bin Affan,pertempuran Shiffin,peran Jamaldan penghianatan dari orang-orang KhawarijdanSyi'ah,dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.

Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali ibnu Abi Thalib, maka lahirlah kekuasan Bani Umayyah. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya, pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses musyawarah. Ketika mereka menghadapi kesulitan-kesulitan, maka mereka mengambil kebijakan langsung melalui musyawarah dengan para pembesar yang lainnya namun hal ini berbeda dengan masa khulafaur rasyidin atau masa dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya, yang dimulai pada masa dinasti bani Umayyah. Adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feudal (penguasaan tanah, daerah, wilayah dan lainnya bersifat turun menurun). Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter serta adanya unsur kekerasan dan diplomasi yang diiringi dengan tipu daya tidak ketinggalan juga hilangnya musyawarah dalam pemilihan khalifah.

Pemerintahan Umayyah mulai didirikan oleh Khalifah Mu’awiyah bin Abu Sufyan di kota Damaskus, Syam. Pemerintahan itu telah menjalankan peranan penting, yakni melanjutkan usaha-usaha besar yang sudah dirintis semenjak Nabi Muhammad s.a.w dan Khulafaur Rasyidin. Meskipun disana-sini terjadi kemelut dan kesukaran dikalangan umat Islam sendiri, tetapi tidaklah menjadi halangan bagi penguasa-penguasa Umayyah beserta umat Islam seluruhnya untuk menjalankan misi suci mereka.

Dunia mulai mengenal peradaban dan kebudayaan baru yang dibawa Islam. Jikalau tadinya di masa Nabi ada tiga kota Hejaz yang menjadi gambaran bagi tiga benua sebagai dikatakan oleh Dr. Abdul ‘Aziez Muhammad ‘Azzam yaitu kota Mekah. Thaif dan Madinah sebagai format kecil bagi benua-benua Asia, Eropa dan Afrika. Maka mulai zaman Umayyah sampai Abbasiyah dan selanjutnya, kota-kota Damaskus, Bagdad, Kairo, Cordova, dan Istanbul adalah mewakili dunia seluruhnya yang berisikan lima benua ini.

Setelah hampir satu abad Bani Umayyah berkuasa, banyak kemajuan yang di torehkan oleh mereka. Perlombaan maju didalam segala lapangan, yang dilakukan oleh para Kepala negara seperti Mu’awiyah, Uman bin Abdel Aziez, dan lainnya. Dilakukan juga oleh segala sarjana-sarjana ilmu didalam barbagai bidang. Dengan memperluas penyelidikan ilmu-ilmu agama dan sastra Arab dan dengan menterjemahkan buku-buku ilmiah kedalam bahasa Arab. Administrasi pemerintahan diatur serapi mungkin, dipindahkan dari bahasa-bahasa asing yang dipakai kedalam bahasa Arab. Begitu juga mata uang yang berlaku didalam masyarakat dan dunia perdagangan, yang tadinya dikuasai oleh dinar Romawi dan dirham Persi lalu diganti semua dengan mata uang Arab-Islam.

Pusat syair-syair dan puisi juga dipindahkan dari Arab ke Irak, Syria dan Hijaz karena sebagian besar suku-suku nomaden Najd dan arab utara yang menghasilkan penyair pra-Islam yang mempunyai reputasi besar sudah migrasi ke Irak, Syria dan provinsi lainnya yang sudah ditaklukkan. Tradisi puisi merupaka pondasi yang kuat berbaring pada periode pra-Islam. Para penyair tidak kehilangan posisi dan kepentingan dalam masyarakat sampai kemudian mereka dianggap sebagai corong dari sentimen suku dan partai yang mereka miliki. Perubahan politik, sosial dan ekonomi memunculkan tema baru dan jenis puisi baru.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun