Mohon tunggu...
Kevin Robot
Kevin Robot Mohon Tunggu... -

Learning to write. And yeah, I write my thoughts, not appeasements to you.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemahaman tentang Alkitab

22 April 2017   14:38 Diperbarui: 22 April 2017   23:00 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Shalom.

Sebagai orang Kristen, acapkali kita mendengar pernyataan “Alkitab adalah satu-satunya sumber kebenaran.” Pernyataan ini diyakini oleh sebagian besar orang Kristen (mengacu pada “Protestan” hingga seterusnya) di berbagai belahan dunia dan dikumandangkan di atas mimbar keagamaan, mau pun mimbar publik. Mengapa sebagian besar? Karena ada juga dari dalam pihak Kristen yang menganggap bahwa Alkitab merupakan sumber kebenaran yang utama, dan berarti bukan satu-satunya yang berimplikasi pada keterbukaan pada sumber-sumber selain Alkitab untuk mencari kebenaran iman. Penulis tidak ingin membahas hakikat kebenaran dalam keyakinan Kristen.

Penulis ingin membahas bagaimana Alkitab, dengan asumsi sebagai sumber kebenaran, harusnya dipergunakan. Maksud dari dipergunakan adalah bagaimana harusnya Alkitab itu ditafsirkan, diimani, mau pun dijadikan dasar dalam pengetahuan manusia. Hal ini merupakan sesuatu yang penting karena kita dapat melihat kecenderungan orang-orang yang hanya melihat kebenaran dalam Alkitab sebagai sesuatu yang harus diambil secara harfiah yang berimplikasi kepada salahnya dalam memahami maksud Alkitab itu sendiri. Apabila kesalahan ini diteruskan pada masyarakat, maka masyarakat akan menerima kesalahan tersebut dan akhirnya akan dapat menjadi “kebenaran umum.”

Beberapa orang mengatakan bahwa umur bumi baru mencapai enam ribu hingga 10 ribu tahun, dibandingkan dengan pengetahuan umum yang menyatakan bahwa umur bumi mencapai miliaran tahun bahkan lebih. Pemahaman akan umur bumi yang baru ribuan tahun didasarkan kepada Alkitab dengan mengacu pada tujuh hari Penciptaan, umur keturunan Adam hingga Nuh dalam Kejadian 5, perhitungan tahun Masehi (tahun yang bertitik tolak pada kelahiran Yesus), dan sebagainya. Teori ini, Kreasionisme Bumi Muda (Young Earth Creationism), dapat dicek kembali dalam Google atau pun situs-situs lainnya. 

Yang menjadi perhatian penulis adalah pada saat ada yang mengatakan bahwa orang yang tidak memercayai teori atau “kebenaran” ini akan membahayakan otoritas Alkitab yang dapat berimplikasi pada kelangsungan Kekristenan secara keseluruhan. Hal ini penulis serahkan kepada para pembaca budiman untuk menentukan apakah teori ini benar atau tidak.

Pemahaman yang harfiah dalam Alkitab akan mengakibatkan penafsiran kebenaran yang salah dan akibatnya akan membingungkan orang Kristen. Toh, ada baiknya bagi kita untuk memahami Alkitab bukan sebagai buku pelajaran, apalagi sebagai buku sejarah, melainkan sebagai suatu karya sastra dalam bentuk kumpulan kitab yang berkesinambungan tetapi juga terdapat ciri-ciri unik dalam tiap kitabnya. Hal ini diibaratkan dengan kita menonton serial Detektif Conan, yang tiap kasus memiliki ciri-cirinya yang unik dan berlainan satu sama lain, tetapi ada sebagian kecil hubungan yang menghubungkan antarkasus, yang mengacu pada pencarian Conan kepada orang yang “meracuninya.” Jadi, kita seharusnya tidak hanya melihat dan memahami Alkitab dalam kitab-kitab individual yang terpisah, tetapi juga pada saat yang sama, melihat konteks dan gambaran umum dari Alkitab.

Seharusnya kita melihat cerita-cerita atau pernyataan-pernyataan dalam Alkitab sebagai sebuah alegori yang di dalamnya terkandung makna berbeda yang tersembunyi dalam cerita atau pernyataan tersebut. David Ord dan Robert Coote dalam buku Apakah Alkitab Benar?: Memahami Kebenaran Alkitab pada Masa Kini melihat bahwa Alkitab tidak akan berkurang nilainya kebenarannya apabila hal-hal yang dinyatakan dalam Alkitab tidak akurat secara historis, karena kebenaran dan kenyataan merupakan hal yang berbeda. 

Ord dan Coote mengibaratkan cerita-cerita Alkitab dengan karya George Orwell, “Animal Farm”, yang menceritakan binatang-binatang yang dapat bicara dengan bahasa manusia, di mana secara historis tidak akurat karena tidak mungkin binatang-binatang berbicara. Akan tetapi, karya Orwell ini memiliki makna yang menceritakan bagaimana kehidupan di dalam rezim totaliter. Dengan kata lain, kita perlu untuk melihat konteks dalam memahami Alkitab, dan mencari makna-makna lain di balik ayat-ayat Alkitab yang kita baca. Toh, pemahaman harfiah juga terhitung sebagai salah satu konteks dalam memahami Alkitab.

Hendaknya kita sebagai orang Kristen harus bijak dalam memahami Alkitab karena dengan tafsiran yang salah akan mengakibatkan pemahaman yang salah, dan pemahaman yang salah akan mengakibatkan tindakan dan perbuatan yang salah. Bukankah tujuan Alkitab (atau Kitab Suci) juga untuk memberi hikmat dan menuntun kita kepada keselamatan melalui iman kita kepada Tuhan, dan juga bukankah semua tulisan dalam Alkitab bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, dan mendidik orang dalam kebenaran? (2 Timotius 3:15-17).               

Damai di hati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun