Mohon tunggu...
Robbi Khadafi
Robbi Khadafi Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang Ketik

Kecil disuka muda terkenal tua kaya raya mati masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tidak Konsistennya Jokowi Tunda Pengesahan RKUHP

21 September 2019   16:10 Diperbarui: 21 September 2019   16:13 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Presiden Jokowi (law-justice.co)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi dinilai tidak konsisten dalam merespons aspirasi publik dalam menyikapi polemik Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 (UU KPK).

Pada 20 September 2019, Presiden Jokowi meminta DPR menunda mengesahkan RKUHP yang sudah direncanakan pada Selasa 24 September mendatang karena derasnya penolakan dari masyarakat. 

Namun, sikap itu tidak dilakukan saat pengesahan RUU KPK pada 17 September 2019. Hingga Presiden Jokowi juga belum mengambil sikap apakah akan menandatangani UU KPK hasil revisi atau tidak.

Apabila Presiden Jokowi tidak menandatangani hingga 30 hari sejak menerima UU KPK hasil revisi dari DPR, maka UU itu tetap berlaku. "Kalau konsisten untuk merespons aspirasi masyarakat ketika ada suatu RUU yang kemudian dipersoalkan oleh masyarakat ya ditunda juga. 

Tetapi ini dilaksanakan jalan, ini kemudian ditunda, ini saya kira ada sesuatu yang menarik," ujar ahli hukum pidana Suparji Achmad dalam diskusi  bertajuk 'Mengapa RKUHP Ditunda?' di D'consulate, Menteng, Jakarta, Sabtu (21/9/2019).

Suparji pun mempertanyakan sikap berbeda Presiden Jokowi dalam menyikapi dua RUU yang sama-sama mendapat penolakan keras dari masyarakat. "Ada apa dengan presiden ini, kalau alasannya menyaring aspirasi masyarakat kenapa (RUU) KPK kemarin tidak menunda juga?" katanya.

Menurut Ketua Program Magister Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, seharusnya pemerintah mempraktekkan cara bernegara yang elegan. 

Jika sudah membagas dan mengusulkan untuk menyetujui, mestinya dilanjutkan pembicaraan ini ditingkat ke dua atau dalam sidang Paripurna. "Ini kan usul dari Presiden sudah menyetujui dan membahas selama 15 tahun. Kenapa kau yang mulai  tapi kau yang mengakhiri?," sindirnya.

Disatu sisi, Suparji menyarankan agar Pasal 217-220 dalam RKUHP dihapus dalam rangka merespon aspirasi masyarakat. Pasal 217-220 RKUHP mengatur hukuman terhadap setiap orang yang menyerang harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden. 

"Karena pasal-pasal tersebut dikritik banyak orang karena dinilai warisan kolonial dan bertentangan dengan putusan MK," katanya.

Dia mengatakan banyak pihak menilai pasal penyerangan harkat dan martabat Presiden/Wakil Presiden dikhawatirkan multi-interpretasi, memasung kebebasan pers, dan dikhawatirkan mudah mempidanakan orang. Pasal-pasal itu dikhawatirkan mempidanakan orang, padahal Presiden adalah pejabat publik dan seharusnya sebagai pejabat sangat wajar kalau dikritik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun