Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Cak Nun dan Coldplay

30 Mei 2023   13:44 Diperbarui: 30 Mei 2023   13:59 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi pribadi

Biasane nek Cak Nun ultah (27 mei) tak nggambar wajahe, tapi embuh tahun iki aku kok males. Soale wis sering tak gambar. Gambarnya sudah menyebar kemana-mana. Ada yang jadi desain kaos, backdrop pengajian, thumbnail video di YouTube, sampai jadi penghias bokong truk.

Cak Nun lah yang membuat aku berani nulis opini. Gak ngurus diwoco opo ora sing penting wani nulis disik. Tulisan-tulisanku banyak terinspirasi oleh pemikiran beliau. Dan biasanya tulisannya kickass.

Satu kalimat dari Cak Nun bisa aku olor-olor jadi artikel panjang yang bikin orang membelalakan mata atau malah ngantuk luar biasa.

Bukannya aku mengkultuskan Cak Nun. Aku cuman takjub dengan pemikirannya yang revolusioner yang belum pernah kudengar di bangku sekolahan. Aku tetaplah aku, bukan Cak Nun. Aku hanya mengambil sari-sari pemikirannya dan kuterapkan di hidupku dengan cara dan gayaku sendiri.

Manusia itu harus berdaulat, otentik dengan dirinya. Jangan mudah percaya begitu saja omongan orang. Kamu boleh membenarkan omongan ustadz atau ulama, tapi segala kebenaran yang kamu yakini benar itu akan jadi tanggung jawabmu sendiri di depan Tuhan. Ustadz dan kyai tidak bisa menolongmu di akhirat.


Gunakan akal pikiran dan hatimu. Ojok mantuk-mantuk ae.

Misal ketika ada ustadz bilang, kalau shalat atau menghadap Tuhan harus pakai baju yang bagus atau hem yang berkrah, jangan pakai kaos. Dan dia menganalogikan menemui Tuhan itu dengan menemui seorang bupati atau petinggi negeri yang lain. Itu bisa benar, tapi juga bisa nggak benar.

Tuhan itu maha bersyukur, kamu mau datang ke masjid shalat jamaah saja sudah membuatNya senang. Jadi, jangan direpoti harus pakai hem. Kalau adanya kaos, ya pakai kaos saja. Tuhan itu menghendaki kemudahan, manusia malah ngrepoti.

Gusti Allah ojok dipadakno karo bupati. Kalau kamu datang ke kantor bupati pakai kaos, jelas si bupati tersinggung. Tuhan nggak seperti itu, Dia nggak gila hormat. BagiNya nggak ada dikotomi kaos dan hem. Pemahaman pakai kaos nggak sopan itu paradigma priyayi.

Yang diandalkan Tuhan itu cintamu padaNya. Makane karo Gusti Allah iku sing akrab. Sing penting ojok ngelamak. Jangan shalat pakai kaos kutang, iku kurang ajar. Kaos kutang itu kaos dalam, saru! nek jarene wong tuwek. Walau syarat dan rukunnya sudah terpenuhi.

Tapi kalau sama santri atau muridmu jangan dikasih pemahaman soal Tuhan nggak gila hormat tadi. Ojok disik. Kalau sama anak kecil, shalat harus dianjurkan pakai hem berkrah atau baju koko, jangan pakai kaos. Mereka masih masa perjuangan. Kebenaran yang ditempatkan di tempat yang salah bisa jadi sesat.

Kebenaran itu bertingkat-tingkat dan relatif, nggak ada yang betul-betul benar (kecuali ilmu eksak).

Bagiku soal kostum dalam beribadah itu semacam dress code. Orang yang nonton konser musik rock dengan orang yang mau nonton bola di stadion pasti beda kostumnya.

Begitu juga dengan orang yang mau ke pengajian. Kalau ke pengajian, aku sungkan sama tuan rumah kalau pakai kaos . Itu acaranya umat manusia yang masih ada gila hormatnya. Kecuali pengajian Maiyah.

Bagus kalau kamu pakai kopyah, sarung, baju koko atau gamis. Kamu bangga dengan identitas keislamanmu atau budaya lokal dimana kamu tinggal, dan kamu juga pinter ngaji. Wis minimal kamu sedekah pada penjual kostum ibadah tadi.

Kalau aku pakai baju koko apalagi gamis, yo gak pantes. Pemahaman agamaku masih payah, moco Al Qur'an gratal-gratul gak karu-karuan. Dadi yo kostumku biasa ae. Nggak bakalan aku pakai gamis. Gamis itu tinggi levelnya, aku bajingan. Wedi aku lek dikiro pinter ngaji. Nggak masalah kalau dikira kafir.

Itu soal kostum. Ada lagi sindiran "Jogging 500 M kuat, ke masjid 100 M nggak kuat". Kalimat itu seolah-olah benar, tapi sebenarnya salah. Ke masjid bukan soal stamina (kuat atau nggak kuat), tapi soal keimanan. Walau jarak masjid ke rumahmu cuman 5 M pun kalau nggak ada iman ya nggak akan ke masjid.

Aku bisa menuliskan banyak hal yang sebenarnya nggak tepat  yang banyak dijadikan pijakan kebenaran oleh para taqlid buta. Tapi gak usah wis.

Jarak pandang yang luas itu penting. Diharapkan kita bisa memahami sesuatu hal sampai ke akarnya. Itu yang selalu ditekankan Cak Nun pada jamaahnya (kalau itu disebut jamaah, Cak Nun sendiri tidak menyebut yang datang di pengajiannya adalah jamaahnya. Lha wong sinau bareng).

Orang yang nggak punya keluasan hati dan pikiran itu sumbunya pendek. Hidupnya juga ruwet.

Orang beli tiket Coldplay seharga 11 juta dikomentari macem-macem. Yang katanya boros, yang katanya lebih baik disedekahkan, yang katanya...bla bla bla. Wopoo ae.

Kalau kamu berposisi orang yang berduit dan suka musik, pasti akan beda dalam tindakan dan omongan. Intine, nek kere ojo rame.

Soal Coldplay mendukung elgebete, itu khan urusan privasi mereka. Bekgron norma dan budaya kita beda. Kalau hal seperti itu diurusi, nggak bakalan ada konser di sini. Norma adat budaya Timur dan Barat itu beda. Kita apresiasi karya seninya, kita buang jauh ideologinya.

Kebanyakan rock star itu hidupnya kacau. Sebut saja Freddy Mercury (Queen) yang homo kelas kakap. Rob Halford (Judas Priest) juga gay tulen, dan banyak lagi.

Sudahlah, mau nonton silahkan, enggak juga monggo. Nggak usah kakean alibi. Dan juga nggak usah sentimentil, stress karena nggak bisa nonton.

Aku fan die hard Dream Theater (DT), tapi nggak pernah sekalipun nonton konsernya. So what. Aku sama sekali nggak sedih. F*ck the world. Tiketnya terlalu mahal untuk ukuran buruh pabrik sepertiku. Dosa kalau aku memaksakan nonton. Aku punya keluarga yang harus dihidupi.

Aku kenal DT sejak masih abege dan juga band metal barat 80-90an. Aku tumbuh bersama musik mereka. Sebut saja Helloween, Metallica, Iron maiden, Judas Priest, Queensryche, Manowar, Sanctuary, Savatage, Megadeth, King Diamond, Loudness, ..Tapi sama sekali nggak pernah nonton konsernya. Pernah nonton Helloween, tapi pakai kartu pers.

Persetanlah. Nggak perduli kalau aku hanya kenal mereka dari sampul kasetnya dan belajar sejarah musik rock dari majalah Hai. No problem at all.

Ini salah satu yang aku dapat dari Cak Nun, bahwa kita harus sombong pada dunia. Jangan mau dikalahkan dunia. Nggak bisa nonton Coldplay kok sedih. Justru kalau kamu memaksakan diri nonton Coldplay itu menyedihkan.

Wis ah sesuk disambung maneh...

Sugeng ambal ban eh, warsa Mbah Nun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun