Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Srimulat Never Die!

3 Februari 2020   13:55 Diperbarui: 4 Februari 2020   18:25 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: facebook.com/pg/srimulatism

Membaca buku "Srimulatism" karya Thrio Haryanto ini, pikiran jadi melayang jauh ke era 80-an, era kejayaan Srimulat. Di mana saat itu Srimulat jadi tontonan favorit di teve.

Acara lawak Srimulat selalu ditunggu. Ketika jam tayangnya tiba, orang berlarian masuk rumah nonton teve. Di rumah sendiri, nunut nonton di rumah tetangga, atau nonton di teve depan etalase toko barang elektronik.

Buku ini mengajak kita bernostalgia sekaligus mengenang grup lawak yang pernah sangat jaya di zamannya. Kalau Warkop DKI sukses merajai layar lebar. Sedangkan Srimulat merajai layar kaca dan panggung-panggung hiburan rakyat. Di masa jayanya, tiket pertunjukan selalu sold out.

Andai saja pertunjukan Srimulat diadakan di stadion, mungkin pohon-pohon besar di pinggiran stadion penuh dengan penonton yang kehabisan tiket atau yang cari gratisan. Zaman dulu tembok stadion itu  rendah, jadi kalau mau gratisan nonton bola, naik pohon saja.

Buku ini lumayan, daripada nggak ada bacaan. Maksudku, dengan membaca buku ini kita jadi tahu kisah Srimulat di balik layar. Dan memang grup lawak legend wajib dibukukan. Bagaimanapun juga Srimulat adalah inspirator bagi pelawak generasi selanjutnya.

Srimulat ngetop karena banyolan-banyolannya khas dan para pelawaknya juga ikonik. Sebut saja Gepeng, Tessy, Bambang Gentolet, Gogon, Mamiek, Timbul, dan banyak lagi.

Srimulat jadi hebat karena mereka pandai menertawakan dan mengolok-olok diri sendiri. Melawak tapi tetap menghormati akar budaya (Jawa), Tidak menyentuh kepala orang, saling ngasih kesempatan antar pelawak untuk melawak (tidak memotong lawakan orang), menghormati wanita, dan tidak menyinggung SARA.

Saking ngetopnya, di masa itu anak TK pun tahu Srimulat. Anak sekolah lebih tahu anggota Srimulat daripada pahlawan bangsanya sendiri.

Dan itu benar-benar terjadi. Ada seorang teman SD dulu yang membaca soal  ujian: "Sebutkan pahlawan yang berasal dari Surabaya?" Dia tulis di lembar jawaban: "Tessy, Bambang Gentolet, Asmuni.."

Parah.
***
Awalnya Srimulat adalah kelompok musik keroncong. Dalam setiap pentas mereka menyelipkan grup lawak saat jeda istirahat agar penonton tidak bosan. Bisa jadi karena musik keroncong bikin ngantuk, beda jauh dengan musik metal. Jadi sebelum mereka pulas ketiduran maka harus dikasih lawakan.

Nama Srimulat sendiri diambil dari Sri Mulat, seorang seniman serba bisa yang menyanyi dan menari sama bagusnya. Di era 50-60an, namanya berkibar kencang di negeri ini. Suara merdunya dalam menyanyi keroncong menghiasi panggung-panggung rakyat seantero Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun