Mohon tunggu...
Rob Januar
Rob Januar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sedang menikmati pagi senja kolong Jakarta...rock on!!!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ceritapuri, antara Fiksi, Fiktif, dan Fakta di Kompasiana

11 November 2009   20:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:22 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
//www.kompasiana.com/ceritapuri)

[caption id="attachment_24295" align="alignleft" width="300" caption="Ceritapuri (http://www.kompasiana.com/ceritapuri)"][/caption]

Dua-tiga hari terakhir, Kompasiana dilanda gonjang ganjing. Ya, apalagi kalau bukan tentang Ceritapuri. Diawali terungkapnya Tokoh Fiktif di Kompasiana oleh Budiman Hakim,  bersamaan ketok palu akhirnya Dengan Tidak Hormat Kompasiana Bekukan Akun Ceritapuri. Banyak yang menyikapinya dengan emosi terbakar, namun tak sedikit yang berkepala dingin.

Tadi, Saudara Fuad Mushofa, sang "aktor" Dibalik Ceritapuri mengklarifikasi permasalahan dan menyampaikan permohonan maaf. Sebelum berbicara lebih lanjut, dalam konteks postingan Dibalik Ceritapuri, saya menyampaikan salut setinggi-tingginya pada Saudara Fuad Mushofa karena niat baiknya untuk bertanggung jawab dan tidak lari dari masalah.

Membaca cuplikan diatas, yang merupakan inti dari Dibalik Ceritapuri, saya merasa tergelitik untuk menelisik inti permasalahan. Boleh jadi, gonjang-ganjing ini yang bermula dari rasa tertipu beberapa (atau banyak?) Kompasianer terhadap Puri, sang tokoh sentral yang akhirnya meninggal setelah memosting 5 tulisan di Kompasiana. Rasa "tiwas/kadung berempati tibak'e....." itu membuat banyak kompasianer malah kehilangan kehilangan secuil nurani.

Dari pernyataannya, "Sebelumnya, kami sama-sama mempunyai pengalaman dengan penyakit kanker. Sahabat dan saudara kami meninggal karena kanker payudara.", penulis menganggap para pembaca marah karena isi postingan di Ceritapuri adalah palsu. Mungkin ini merupakan kesimpulan logis penulis yang muncul setelah membaca komentar-komentar di postingan Budiman Hakim, Pepih Nugraha, maupun beberapa Kompasianer lain.

Saya setuju bahwa kisah semacam Puri di dunia nyata pantas mendapatkan empati. Pun saya setuju dengan Fuad Mushofa, kisah di kelima postingan Ceritapuri adalah sebentuk fakta. Dengan cara saya, saya berempati pada sang tokoh setelah membaca Ceritapuri serupa caranya dengan saya setelah membaca novel atau menonton film tragedi. Tiap postingan dan kesinambungan lima postingan itu, menurut saya, memiliki kebenaran dalam "kenyataannya" sendiri sebagai karya tulis. Karena dalam kisah fiksi sekalipun, selalu ada kebenaran sastra didalamnya.

Yang membunuh kebenaran dalam isi postingan, dan selanjutnya menjadikan keseluruhan "buku harian" Ceritapuri fiktif, adalah adanya secuil bagian cerita fiksi yang salah tempat.

Pertama, adalah Sang Sampul bernama "Profil (Penulis)" yang berperan sebagai ujung tajam pena. Sadar atau tidak, ujung pena yang awalnya menjadi sumber kekuatan dan daya tarik magis itu berbalik "merobek" nyawa sang isi karena gagangnya tidak dipandu secara benar. Saya sangat yakin, larik kata-kata bernada ceria di kolom Profil, yang cuma secuil itu, yang jadi penutur paling hebat, yang membuat pendengarnya trenyuh berempati. Kesalahan utama sang penulis adalah dalam menggunakan kolom fakta tersebut, mungkin karena keasikannya bercerita, sebagai bagian dari dunia rekaannya.

Kedua, pemilihan kategori tentu tak akan menjadi masalah serius jika Ceritapuri, yang sarat dengan pesan kesehatan, dari awal sudah ditetapkan sebagai "Based on True Story", bukan "Autobiography". Bukankah Dan Brown dalam Da Vinci Code juga mengunakan hasil riset ilmiah seperti penulis menggunakan istilah-istilah medis maupun mencatut Fakultas Komunikasi UGM sebagai latar belakang pendidikan Puri?

Ketiga, hal itu makin diperkeruh dengan adanya sms pelaku yang dikirimkan pada Dr. Anugra Martyanto tentang kabar kematian Puriwati Purasari Andono. Jika tujuannya, "...adalah Kampanye Kesadaran Kanker Payudara.." tentu hal yang dilakukan dengan sengaja ini, dalam konteks apapun, tidak etis.

Tiga hal diatas adalah yang paling urgen untuk diklarifikasi, bukan isi 5 postingan.... Benar atau tidak sms yang dikirimkan pada Dr Anugra adalah dari kedua pelaku? Jika ya, apa motifnya? Lalu, mengapa nama di Profil tertulis Puriwati Purasari Andono dan bukan nama pelaku? Toh ada metode "third person angle", biografi, atau semi-biografi jika ingin menceritakan pengalaman orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun