Mohon tunggu...
Rabhitah Maahid Islamiyah
Rabhitah Maahid Islamiyah Mohon Tunggu... lainnya -

Rabithah al-Ma’ahid al-Islamiyyah (RMI) adalah lembaga Nahdlatul Ulama dengan basis utama pondok pesantren yang mencapai + 14.000 buah di seluruh Indonesia. Lembaga ini lahir sejak 20 Mei 1954 dengan nama Ittihad al-Ma’ahid al-Islamiyah yang dibidani oleh KH. Achmad Syaichu dan KH. Idham Kholid. Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama 2010 Bab V Pasal 18 huruf c menyebutkan bahwa Rabithah Ma’ahid Islamiyah adalah lembaga yang bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pondok pesantren dan pendidikan keagamaan. Disinilah RMI berfungsi sebagai katalisator, dinamisator, dan fasilitator bagi pondok pesantren menuju tradisi mandiri dalam orientasi menggali solusi-solusi kreatif untuk Negeri. Rabithah Ma’ahid Islamiyah berpijak pada upaya pengembangan kapasitas lembaga, penyiapan kader-kader bangsa yang bermutu, dan pengembangan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

RMI Selenggarakan Halaqah Pengembangan SDM Pesantren di Mojokerto

3 Januari 2012   11:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:23 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pesantren menyimpan potensi yang begitu besar, jika di kelola dengan baik, bagi kehidupan bangsa dan Negara, terlebih masyarakat sekitar pesantren. Jumlahnya ribuan, pesantren dengan karakter Ahlusunnah wal Jamaah saja, jumlahnya 21 ribu, belum yang lain. Jika satu pesantren rata-rata jumlah santrinya 500, ada sekitar 10 juta lebih santri yang belajar di tempat ini per tahunnya. Dari segi jumlah, lembaga ini memiliki basisi signifikan yang nantinya akan menopang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dari segi pembentukan nilai-nilai atau karakter, pesantren mampu melahirkan alumni-alumni dengan basis kegamaan yang kuat. Tradisi pesantren, terlebih pesantren Ahlusunnah wal Jamaah, dengan pegangan utamanya kitab klasik, meluluskan santri yang tidak hanya pandai membaca al-Qur’an, Hadist, dan literature berbahasa Arab, tetapi memiliki dasar yang kuat untuk mengembangkan keilmuan mereka di kemudian hari.

Dengan potensi yang sedemikian besar inilah Rabhitah Ma’ahid Islamiyah (RMI/Asosiasi Pesantren se-Indonesia) dan Kementrian Agama serius memiliki konsen pada lembaga yang tafaquh fi addin ini.

Rabhitah Ma’ahid Islamiyah NU, yang dibentuk pada 21 Mei 1985 ini memiliki fungsi sebagai katalisator, dinamisator, dan fasilitator bagi perkembangan pesantren. “NU itu kebanjiran SDM sebenarnya. Basis NU itu di pesantren. Pesantren sebagai pusat peradaban itu semoga terjadi. Kegiatan ini kita pilih di tempat ini agar kita bisa kosentrasi dan insyaallah. Kita tunjukkan data sedemikian rupa, dan jumlahnya tidak sedikit yang itu mengawal NKRI, Pancasila. Tak ada amuk masa yang dari pesantren. Karakter kebangsaan, kalau mau jujur ya dibangun dari pesantren. Kesederhanaan, profesioanlisme, kebersamaan, di bawah bimbingan Kyai,” ungkap Miftah Faqih, MA dalam sambutannya.

Salah satu, wujud kepedulian Kementrian Agama pada pesantren, untuk meningkatkan kualitas pesantren dan alumninya, dibuatlah satu program, yakni PBSB (Program Beasiswa Santri Berprestasi). Program yang menyaring calon-calon lulusan santri yang memiliki potensi kecerdasan yang baik dari pesantren-pesantren seluruh Indonesia. Dari program ini Kementrian Agama RI, mencoba membantu alumni pesantren untuk mengembangkan potensi diri tidak hanya pada keilmuan agama, tetapi juga keilmuan non agama atau keilmuan yang bersifat teknik. Diharapkan dari sini, lulusan santri yang mendapat beasiswa pendidikan dari Kemenag ini, mampu kembali mengabdi ke pesantren dengan keilmuannya yang diperolehnya semasa kuliah di kampus seperti UGM, UIN Sunan Kalijogo, UIN Syafif Hidayatullah, UIN Malik Ibrahim, UNAIR, IAIN Semarang, IAIN Ampel Surabaya, ITS Surabaya, UPI, UI, dan ITB. Tiap tahunnya ada 500 beasiswa yang tersedia untuk seluruh santri pesantren se-Indonesia.

Dengan misi yang sama, untuk mengembangkan pesantren maupun alumni-alumninya, Kementrian Agama RI bersama RMI sering menjalin kerjasama, salah satunya melalui Halaqah “Strategi Membangun SDM Pesantren” di PP Amanatul Ummah, Pacet, Mojokerto. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 50 Pimpinan Pondok Pesantren yang sebagian besar mempunyai santri peserta PBSB Kementerian Agama RI, Pengurus Pusat RMI dan unsur Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI. Untuk mempertemukan suara persoalan alumni pesantren yang mendapatkan beasiswa melalui program PBSB, mengingat setelah 2005 program ini diluncurkan, telah ada 215 santri yang lulus kuliah.

“Bahwa kita punya misi untuk membuat SDM yang unggul. Kuntum khaira ummatin ukhrijat linnas. Kriteria manusai pertama itu berperan di masyarakat. Generasi yang mampu tampil di masyarakat. Ukhrijat lin nash. Billah. Itu sudah ada di pesantren. Mengapa penting kita semua hadir di sini. Lulusan dari PBSB ada indikasi ternyata banyak diantara mereka yang tak mau kembali ke pesantren,” tutur Dr. Agus Zaenal Arifin, narasumber yang kini menjabat Dekan Fakultas TI ITS yang juga wakil ketua PP RMI, mengungkap salah satu persoalan dari PBSB ini.

Tidak hanya soal santri ada yang enggan kembali ke pesantren, tetapi juga misalnya kesiapan pesantren menerima kembali santrinya yang telah menimba ilmu baru dari kampus masing-masing. “Ada problem dari mahasiswa dan kedua dari pesantrenya sendiri. Amanatul Ummah sudah baik melakukan itu. Saya kemarin ketemu santri, di Jakarta itu dia bekerja di perusahaan yang bagus, dia bilang tidak digunakan di pesantren. Tadi Pak Agus Zaenal bilang kalau santrinya yang malah memang tidak niat untuk kembali ke pesantren. Ada santri yang benar-benar mengabdi, tetapi tidak diperhatikan pesantrennya. Di beberapa pondok memang begitu, ada santri yang sudah lulus memang dibiarkan saja. Ada juga yang sudah lulus, tetapi berbeda paham, sehingga tidak dipakai pesantren pada akhirnya, ” kata Imam Syafi’i, Kasubdit PD Pontren Kemenag.

Untuk itulah perlu dilakukan hal-hal untuk mengurai dan memecahkan masalah itu. Imam Syafi’i, menguturakan bahwa upaya yang bisa dilakukan bisa bermacam, misalnya dengan memberi ruang santri untuk tetap mengabdi di tempat lain, jika pesantrennya yang dulu belum bisa menerima. Atau bisa juga, seperti yang diusulkan Dr. Amin Haedari, (PAIN Pendis Kemenag RI) karena santri banyak yang kuliah di bidang kedokteran atau tehnik informasi, bisa saja santri dirujuk ke perusahaan besar, dan bentuk pengabdiannya bisa dilakukan dengan uang zakat dari gaji mereka sekian persen. Dari uang zakat ini dapat digunakan kembali untuk keberlanjutan PBSB, mengingat persetujuan pada program ini di DPR juga mengalami debat panjang. “Kami ini sekarang sudah membentuk lembaga alumni. Mereka sudah sepakat, memberikan sebagian zakat profesinya itu antara 100 ribu sampai 200 untuk membiayai adik-adiknya di pesantren. Jangan sampai ini kita hanya mengandalkan dari Departemen Agama, mungkin saja nanti ini di stop,” tuturnya.

Berita terkait:

RMI-Kemenag Bahas SDM Pesantren

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun