AI Sebagai Senjata Baru dalam Perang Global
Dulu, negara bertarung dengan peluru dan meriam. Sekarang, senjatanya berubah jadi AI. AI ini bikin komputer bisa mikir dan belajar sendiri, mirip otak manusia. Menurut laporan Aspen Digital-Chatham House (2025), persaingan di dunia AI ini bukan cuma tentang teknologi, tapi soal siapa yang nanti bisa mengatur "aturan main" di dunia.Â
"AI tidak bisa dikembangkan dalam gelembung nasional. Tanpa kolaborasi global, inovasi akan mandek."
--- Aspen Digital (2025)
Sejarah Singkat
Sejarah singkat dalam titik balik AI ini cukup menarik lohh. Dulu perang identik dengan senjata berat, tapi sekarang yang diperebutkan adalah teknologi. AI mulai dipakai untuk menjaga keamanan, menggerakkan ekonomi, sampai mengatur budaya. Contohnya, pada tahun 2025, China ngenalin dua program AI baru, DeepSeek dan Qwen 2.5-Max. Teknologi ini lebih canggih daripada model-model AI yang biasa dipakai di AS (seperti GPT-4o). Hasilnya?Â
Saham Nvidia anjlok 17% dalam sehari! Tentunya ini jadi pukulan cukup keras bagi industri teknologi AS, apalagi hal tersebut merupakan dampak dari negara saingannya, China.
Strategi dan Cara Gerak
- AS berinovasi bebas dengan sentuhan internasional. Maksudnya gimana nihh? Â Di AS, perusahaan besar seperti Google dan Microsoft kebanyakan kerja bareng para peneliti dari seluruh dunia. Dan sedikit fakta umum dikutip dari Laporan Aspen Digital-Chatham House, 2025. Ternyata, 30% peneliti AI di AS adalah imigran! Ini nunjukkin kalau mereka sangat terbuka sama talenta dari mana saja. Â Nah, karena mereka terbuka untuk kerja sama dengan negara-negara lain, kadang aturan yang beda-beda antara pemerintah pusat dan negara bagian bikin rencana besar jadi agak ribet.Â
- China, dalam pengembangan AI nya diatur dalam pemerintah internal. China punya strategi yang beda. Mereka punya rencana besar yang dinamai New Generation AI Development Plan sejak tahun 2017. Pemerintah China mendukung penuh pengembangan AI, mulai dari riset sampai aplikasi di bidang militer dan industri.  Sedikit data menarik, China udah menerbitkan lebih dari 27.000 makalah riset di konferensi internasional sejak 2022, sementara AS sekitar 18.000 makalah. Dan Investasi pemerintah China di AI mencapai US$15 miliar pada 2024, tiga kali lipat dari AS.
Dari gambaran tersebut bisa kita anggap, kalau China memang bukan saingan yang sepele bagi AS.
Otak Kecil yang Super Penting (Chip)
Chip itu seperti otak mini buat komputer. Di sini, ada dua cerita berbeda:Â
Dari sisi AS, memutuskan untuk nggak mengijinkan ekspor chip canggih (model A100 dan H100 dari Nvidia) ke China. Tujuannya supaya perkembangan industri AI China jadi nggak terlalu cepat. Dalam kata lain AS punya kemampuan yang lebih luas dalam pengembangan industri AI nya.
Dan kemudian apa dampaknya? Hal ini bikin perusahaan China, seperti Huawei, ngembangin chip mereka sendiri yang namanya Ascend 910. Chip ini performanya udah mencapai 80% dibanding chip A100!Â
Dari sisi China, nunjukin kemandiriannya dengan ngembangin chip lokal mereka. China bikin chip mereka sendiri yang dinamai DeepSeek-R1 pakai teknologi 7nm. Walaupun performanya masih 40% lebih rendah dibanding chip dari AS, ini bukti kalau China nggak lagi tergantung sama teknologi luar. Kemudian apa dampaknya? Berdasarkan laporan SSRN (2024), karena embargo chip, ketergantungan China ke chip asing turun dari 70% (2020) jadi 45% (2025).Â
Apa Korelasinya dengan Global?
Tentu dampak utamanya adalah teknologi dan ekonomi makin terpecah.
Persaingan ini bikin dunia jadi terbagi dalam dua kelompok:
- Blok AS:
Negara-negara seperti AS, Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang membentuk aliansi yang disebut Chip 4 Alliance. - Blok China:
China merespon dengan membentuk kelompok sendiri, misalnya lewat RISC-V Alliance.