Mohon tunggu...
Rizqi Putra Permono
Rizqi Putra Permono Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara |

Mahasiswa yang tertarik dengan sosial dan humaniora, terkhususnya sejarah, buku, dan jurnalistik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menelusuri Nadi Budaya dan Sejarah Batak: Beberapa Destinasi dari Karo-Samosir

27 Mei 2025   04:15 Diperbarui: 27 Mei 2025   04:15 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pusuk Buhit (di ujung kanan) dari Bukit Holbung (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Beberapa kali sudah saya melakukan perjalanan dari Medan - Karo - Tele - Samosir, namun baru kali ini saya merasakan bagaimana nadi budaya dan sejarah dari masyarakat Karo dan Toba lebih dalam. Perjalanan kali ini membuka mata saya lebih lebar dari biasanya. Bukan hanya soal dinginnya Kota Berastagi, bukan soal keindahan dari Danau Toba, tapi tentang cerita panjang budaya Karo dan Toba yang hidup di antara desa-desa, rumah adat, mitos, dan peninggalan-peninggalan yang menyimpan sidik jari bersejarah.

Langkah Pertama: Cerita Dari Tanah Karo

Destinasi pertama, Desa Sukanalu. Disini saya menemukan kembali legenda yang biasa saya temukan juga di Kota Medan, yaitu Meriam Puntung. Bedanya, di Medan itu merupakan peninggalan dari Melayu, disini ia merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat Karo.

Cagar Budaya Putri Hijau di Desa Sukanalu (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Cagar Budaya Putri Hijau di Desa Sukanalu (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Lokasinya berada di ujung desa, diapit oleh beberapa pohon-pohon besar yang seakan-akan melindungi situs ini selalu. Hal yang menarik juga adalah bahwa Meriam Puntung yang ada di Istana Maimun, Kota Medan juga berkaitan disini. Ini merupakan pecahan dari bagian Meriam Puntung yang terlempar ke Dataran Tinggi Karo. Selain itu, masyarakat Melayu dan Karo juga mengatakan bahwa Putri Hijau merupakan seorang putri cantik jelita yang dipinang oleh raja dari Aceh.

Sayang sekali, ketika mengunjungi situs ini, juru kunci dari Situs Meriam Puntung di Sukanalu tidak hadir. Masyarakat sekitar mengatakan ia sedang melayat ke rumah kerabatnya yang sedang berduka. Namun, kami diizinkan untuk membuka secara mandiri pintu kecil dari Situs Meriam Puntung ini. 

Letaknya cukup tersembunyi di antara rumah warga dan lahan pertanian, menjadikannya semacam "harta karun" tersembunyi yang tidak terlalu banyak dikenal wisatawan luar. Tapi bagi masyarakat setempat, situs ini adalah bagian penting dari identitas desa dan sejarah lisan Karo.

Beranjak dari Sukanalu, saya mengunjungi desa tetangganya, yaitu Seberaya. Saya menyimak kembali legenda Putri Hijau. Dalam kisah rakyat, baik dari Melayu dan Karo, ia adalah lambang dari kecantikan dan kebijakan. Sosok Putri Hijau diyakini sebagai pelindung dari Seberaya, yang selalu cinta dan menjaga kampung halamannya.

Situs Budaya Putri Hijau di Seberaya (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Situs Budaya Putri Hijau di Seberaya (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Dari cerita oral history (sejarah lisan) di Sukanalu dan Seberaya, saya dan rombongan beralih ke warisan budaya tangible masyarakat Karo di Dokan. Letaknya cukup strategis, kita bisa menjumpainya diantara perjalanan dari Tanah Karo ke Danau Toba, setelah SPBU Indomaret Dokan yang biasanya banyak dikunjungi oleh wisatawan untuk menjadi tempat singgah sebelum melanjutkan perjalanan ke Danau Toba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun