Mohon tunggu...
Rizqi Arie Harnoko
Rizqi Arie Harnoko Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Media and sports enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Eksklusivitas di Balik Pembatasan Redistribusi TV Swasta

17 Oktober 2019   14:50 Diperbarui: 18 Oktober 2019   12:18 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Meski pemegang lisensi redistribusi sudah melayangkan somasi beberapa kali sebelum melakukan tindakan hukum, namun hal tersebut tidak digubris oleh local operator bahkan mereka terus meraup keuntungan dengan memungut iuran dari pelanggan lama maupun baru.

Tindakan redistribusi konten secara ilegal yang dilakukan oleh sejumlah local operator tentu saja bertentangan dengan UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta khususnya Pasal 25, di mana dalam ayat (1) disebutkan bahwa lembaga penyiaran memiliki hak ekonomi terhadap suatu karya siaran berupa penyiaran ulang (redistribusi) siaran, komunikasi siaran, fiksasi siaran, dan/atau penggandaan fiksasi siaran sebagaimana dijelaskan dalam ayat (2). Sehingga berdasarkan ayat (3), siapapun dilarang melakukan penyebaran konten siaran tanpa izin dengan tujuan komersial.

Pelanggaran terhadap hal tersebut akan dikenakan sanksi pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 118 ayat (1) berupa penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). Jika pelanggaran tersebut memenuhi unsur pembajakan, maka akan dikenakan sanksi dalam ayat (2) berupa pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda maksimal Rp 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah). Selain itu, tindakan tersebut juga melanggar Pasal 43 UU Nomor 32 Tahun 2002, di mana dalam ayat (1) disebutkan bahwa setiap acara yang disiarkan oleh lembaga penyiaran wajib memiliki hak siar.

Tindakan redistribusi konten secara ilegal oleh local operator juga dapat memicu iklim persaingan usaha yang tidak sehat di antara sesama Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB). Bayangkan saja, TV berbayar yang sudah berbisnis sesuai regulasi yang berlaku dan juga berkontrak secara resmi dengan pemasok konten, terpaksa harus mengalami kehilangan potensi pendapatan dan/atau pelanggan baru di berbagai wilayah akibat maraknya praktik redistribusi ilegal yang dilakukan oleh local operator "nakal".

Beberapa di antara local operator yang melakukan redistribusi konten secara ilegal bahkan ada yang sama sekali tidak mengantongi Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), sehingga dapat menyebabkan kerugian bagi negara karena hilangnya potensi penerimaan pajak. Berkaca dari hal itu semua, pihak-pihak yang merasa dirugikan pada akhirnya terpaksa harus mengambil tindakan secara teknis agar kasus redistribusi ilegal bisa diminimalisir bahkan sama sekali dihentikan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Lihat saja, sejak 17 Juli 2019 saluran RCTI, MNCTV, dan GTV melalui satelit Palapa D sudah di-encrypt (diacak) secara permanen, yang biasanya hal tersebut hanya dilakukan ketika memasuki slot primetime atau pada saat menayangkan program unggulan mereka (termasuk juga ketika menayangkan pertandingan sepakbola).

Hal tersebut dilakukan atas permintaan dari MNC Vision Networks selaku holding company dari Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) yang dimiliki oleh MNC Group yaitu MNC Vision, MNC Play, dan K-Vision yang baru-baru ini resmi diakuisisi. Tidak menutup kemungkinan TV swasta lainnya (yang bernaung di bawah grup raksasa dalam industri media) juga akan mengikuti langkah serupa jika perusahaan TV berbayar dan/atau distributor konten afiliasinya terus-menerus dirugikan oleh local operator yang melakukan tindakan redistribusi ilegal.

Namun karena pengguna parabola untuk kalangan home-end users masih sangat membutuhkan tayangan dari saluran free-to-air milik MNC Group, MNC Vision Networks melalui anak usahanya, K-Vision telah menyediakan receiver khusus untuk bisa menerima siaran RCTI, MNCTV, GTV, dan iNews tanpa harus membeli voucher prabayar setiap bulannya. Kalaupun harus tetap membeli voucher, itu hanya terjadi setelah aktivasi perdana dan hanya dilakukan sekali saja untuk membuka akses saluran free-to-air MNC Group.

Kemudian Emtek Group pun juga tidak kalah ikut serta dalam menawarkan solusi serupa dengan menghadirkan produk Nex Parabola yang melakukan usaha sejenis dengan K-Vision, untuk mengakomodir kebutuhan pengguna parabola jika nantinya SCTV dan Indosiar (mungkin juga O Channel) melakukan pengacakan siaran satelit secara permanen.

Solusi ini mungkin belum bisa dikatakan efektif untuk mengurangi praktik redistribusi ilegal, namun karena setiap receiver yang dipasarkan memiliki nomor seri (SMC ID), maka kontrol terhadap penggunaannya akan lebih mudah untuk dilakukan. Provider (dalam hal ini operator TV berbayar) dapat melakukan cut-off terhadap SMC ID yang diduga dimanfaatkan untuk tujuan komersial secara ilegal, sehingga tayangan akan terblokir.

TRANSFORMASI DARI TV KOMUNITAS KE TV BERLANGGANAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun