Mohon tunggu...
Rizqi Arie Harnoko
Rizqi Arie Harnoko Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Media and sports enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Eksklusivitas di Balik Pembatasan Redistribusi TV Swasta

17 Oktober 2019   14:50 Diperbarui: 18 Oktober 2019   12:18 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

DISCLAIMER:

Tulisan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk mempromosikan atau membawa kepentingan dari TV berlangganan tertentu, namun penulis hanya merangkum informasi berdasarkan fakta yang ada dari berbagai sumber informasi terpercaya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa televisi masih menjadi salah satu media arus utama yang banyak diakses oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, meskipun digital platform berbasis internet semakin berkembang pesat pada saat yang bersamaan. Beragam program yang ditawarkan oleh televisi publik (TVRI), televisi swasta, maupun kanal televisi berbayar masih tergolong menarik untuk dinikmati di tengah gempuran konten berbasis streaming. Hal ini dibuktikan dengan masih tingginya angka belanja iklan di televisi, di mana pada kuartal awal 2019 Nielsen merilis kenaikan pertumbuhan belanja iklan sebesar 4 persen dibandingkan dengan kuartal awal di tahun sebelumnya. 

Keterbatasan televisi swasta bahkan TVRI dalam menjangkau khalayak di seluruh Indonesia melalui frekuensi publik, yakni frekuensi yang dipancarkan melalui jalur terestrial (UHF/VHF), membuka celah bisnis bagi sebagian orang di daerah-daerah blank spot (daerah yang sama sekali tidak terjangkau oleh jaringan terestrial TV swasta dan/atau TVRI) mendirikan local operator atau yang biasa kita sebut sebagai TV kabel.

Dengan memanfaatkan teknologi satelit yang memungkinkan untuk bisa menerima saluran televisi dalam negeri maupun luar negeri, terlebih karena negara ini juga menganut open sky policy yang memungkinkan siapapun bisa memiliki perangkat parabola secara bebas.

Sayangnya, hal seperti ini kerap dimanfaatkan oleh sejumlah oknum local operator untuk melakukan redistribusi konten secara ilegal baik dari dalam maupun luar negeri demi mengambil keuntungan secara sepihak, mengingat potensi keuntungan dari bisnis TV kabel tergolong cukup besar. Dibandingkan dengan membeli atau berlangganan TV satelit maupun TV berbasis internet protocol, berlangganan local operator merupakan alternatif tersendiri bagi masyarakat menengah ke bawah di kawasan blank spot karena harganya yang jauh lebih murah namun bisa memperoleh puluhan channel dari dalam maupun luar negeri.

Redistribusi konten secara ilegal oleh local operator tentu saja dapat merugikan penyedia TV berbayar maupun perusahaan content provider yang memiliki hak siar dan/atau hak redistribusi secara resmi. Bahkan ironisnya dengan dalih kewajiban menyediakan 10 persen dari total kapasitas kanal saluran untuk TV swasta (disebut sebagai Lembaga Penyiaran Swasta/LPS dalam kamus regulasi). Mereka menggunakan celah tersebut untuk melakukan redistribusi beberapa saluran TV swasta tanpa melakukan kontrak kerjasama dengan pihak yang memiliki hak eksklusif untuk melakukan redistribusi terhadap sejumlah yang ditayangkan oleh TV swasta yang bersangkutan kepada TV berlangganan (termasuk juga local operator dan commercial area).

Pasalnya, sebuah local operator konon katanya diharuskan untuk mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk memperoleh sublisensi dari pemilik hak redistribusi demi menayangkan sejumlah konten dari TV swasta dalam negeri maupun konten premium baik domestik maupun mancanegara.

Dalam berbagai kasus, sejumlah local operator harus berurusan dengan hukum karena melakukan tindakan redistribusi ilegal terhadap konten dalam dan luar negeri. Beberapa contoh di antaranya adalah WAVA TV Cable yang berada di Ungaran, Jawa Tengah, yang berhasil diciduk oleh Bareskrim Polri saat melakukan sweeping bersama tim legal APMI dan MNC Sky Vision karena melakukan redistribusi ilegal untuk saluran RCTI, MNCTV, GTV, dan iNews yang juga merupakan channel eksklusif milik MNC Sky Vision.

Dan beberapa waktu sebelum artikel ini ditulis, salah satu local operator di Batam sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Kepri atas dugaan redistribusi ilegal saluran SCTV dan Indosiar berdasarkan laporan dari Diamond World selaku pihak yang ditunjuk oleh Indonesia Entertainment Group (IEG) untuk melakukan redistribusi terhadap seluruh konten yang ditayangkan oleh seluruh platform media milik Emtek Group. Bahkan hingga artikel ini ditulis, kasusnya sudah masuk dalam berkas P-21 dan akan segera masuk dalam persidangan dalam waktu dekat.

Sebagai tambahan informasi, IEG merupakan pemegang hak eksklusif untuk meredistribusikan konten yang ditayangkan oleh televisi free-to-air maupun in-house channel yang dimiliki oleh Emtek Group kepada seluruh televisi berbayar di wilayah Indonesia namun juga tidak terbatas pada commercial area, digital platform, bahkan kepada TV swasta di luar Emtek Group.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun