Mohon tunggu...
RIZKY WAFIQAPRIDO
RIZKY WAFIQAPRIDO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada

Memiliki antusias dalam bidang Instrumentasi dan Energi terbarukan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kartini Masa Kini: Mematahkan Stigma Industri EBT di Tanah Ibu Pertiwi

17 Februari 2023   10:40 Diperbarui: 17 Februari 2023   10:43 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: freepik.com (gambar hanya ilustrasi)

Dewasa ini, transisi energi tak terbarukan menuju Energi Baru Terbarukan (EBT) masih menjadi topik yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Ketersediaan energi tak terbarukan yang makin menipis dan dampak buruk terhadap lingkungan masih menjadi dua faktor utama yang mendukung dilakukan percepatan transisi energi menuju energi yang lebih bersih. Proses transisi tersebut tentunya akan membutuhkan proses yang panjang dan berkelanjutan, serta membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang menunjang agar tercapainya tujuan-tujuan yang menjadi cita-cita bersama.

Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul menjadi salah satu komponen yang akan berperan utama dalam merealisasikan mimpi tersebut. Yaa, yang perlu digaris bawahi adalah komponen utamanya merupakan SDM yang unggul. Jika mendengar kata "SDM", mungkin baik penulis maupun pembaca tidak dapat langsung mengklasifikasikan SDM yang dimaksud adalah laki-laki atau perempuan. Jadi, seharusnya laki-laki atau peremuan memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berperan selagi mereka mempunyai potensi dan kompetensi sebagai pelaku utama. Dengan kata lain, kita juga harus memperhatikan adanya kesetaraan gender dalam memilih SDM. Hal tersebut dilakukan agar kita benar-benar mendapatkan pelaku perubahan yang unggul sesuai dengan fungsi, bukan fungsi yang ditentukan berdasarkan gender. Oleh karena itu, sudah seharusnya transisi energi juga memperhatikan aspek kesetaraan gender pada proses pelaksanaannya.

Lalu, apa arti sebenarnya dari kesetaraan gender? Apakah hak-hak yang berkaitan dengan kesetaraan gender sudah terpenuhi? Hal tersebut menjadi bahasan yang menarik pada bidang EBT. Hal itu dikarenakan pemanfaatan EBT tidak terlepas dari aspek teknis yang dikerjakan oleh seorang teknisi. Sedangkan, teknisi sendiri sudah erat kaitannya dengan sebuah profesi yang dibidangi oleh laki-laki. Oleh karena itu, mari saling bertukar pikiran dengan hati yang tenang dan pikiran yang terbuka agar topik ini tidak menjadi "sensitive". Pada pembahasan kali ini juga tidak bisa dijadikan acuan kebenaran yang hakiki, melainkan sebuah opini yang berasal dari penulis.

Gender merupakan sebuah konstruksi budaya dan sosial yang ditentukan oleh gabungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, serta norma-norma atau nilai-nilai yang berkaitan dengan peran dan perilaku maskulin dan feminism [1]. Kesetaraan gender merupakan masalah klasik yang belum sepenuhnya dapat diselesaikan. Kesetaraan gender diperjuangkan bukan menuntut wanita agar sama dengan laki-laki, melainkan bertujuan untuk mendukung  perempuan dan laki-laki dapat memiliki kesempatan yang sama dalam membangun sinergi [2]. Mewujudkan kesetaran dan keadilan gender memang bukan hal yang mudah, apalagi kendala budaya yang tidak dapat dihindari [3]. Budaya yang telah lama dipegang inilah yang memunculkan stigma dalam masyarakat dan melahirkan norma-norma yang menjadi acuan apakah laki-laki dan perempuan telah sesuai dengan hakikatnya. Oleh karena itu, dibutuhkan perubahan mendasar dari skala mikro (keluarga) agar dapat mengembangkan pola pikir menjadi lebih luas. Dengan begitu, mewujudkan kesetaraan gender di masa depan bukan lagi menjadi sesuatu yang fana.

Dengan semakin berkembangnya pendidikan dan pola pikir di suatu negara, maka hal tersebut akan berbanding lurus dengan semakin terciptanya kesetaraan gender. Hal tersebut bukan hanya menjadi suatu cerita di masa sekarang, melainkan merupakan fakta yang manifestasinya dapat dilihat dari sudah banyaknya fungsi yang dijalankan oleh perempuan. Hal tersebut tidak terkecuali pada bidang pengelolaan dan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai instansi tertinggi dalam pemanfaatan dan penetapan kebijakan terkait EBT telah memberikan contoh konkrit terkait dukungan dalam mewujudkan kesetaraan gender. Seperti yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM (Ego Syahrial, 12 Juli 2022), beliau mengatakan bahwa setidaknya ada 11 perempuan yang mengisi posisi Direktur atau eselon 2 dari total 55 unit eselon 2 di Kementerian ESDM. Selain itu, terjadi peningkatan pegawai perempuan dari 23% menjadi 28% dalam 10 tahun yang menjadikan Ditjen EBTKE menjadi unit dengan jumlah pegawai perempuan terbanyak, yaitu sekitar 35% [4]. Hal tersebut tentu menjadi sebuah sinyal yang baik untuk meningkatkan peran perempuan dalam terwujudnya transisi energi di Indonesia.

Seperti yang sudah disebutkan berkali-kali bahwa mewujudkan kesetaraan gender membutuhkan proses yang berkelanjutan dan tidak dapat secara instan. Oleh karena itu, Kementerian ESDM menekankan terobosan yang melibatkan perempuan dalam proses transisi energi. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya salah satu program yang ditujukan kepada anak muda, yaitu program Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (GERILYA). Program tersebut telah diikuti oleh para mahasiswa yang berasal dari berbagai kampus dengan 30%-nya diisi oleh perempuan [4]. Hal tersebut semakin membuktikan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dalam transisi energi. Apalagi hal tersebut dimulai sejak dini, tentunya dapat menjadi motivasi yang bersifat persuasif agar perempuan tidak ragu dalam mengusahakan keterlibatan mereka di masa sekarang dan masa mendatang.

Tentunya, dilibatkannya perempuan bukan hanya pencitraan agar meningkatkan kredibilitas suatu instansi belaka. Hal tersebut melainkan berdasarkan perubahan pola pikir yang menjadikan wanita lebih berani untuk terlibat langsung dalam menghasilkan sesuatu, bukan hanya menjadi sosok yang hanya menikmati sesuatu. Para laki-laki juga tidak seharusnya berpikir bahwa perusahaan akan melakukan 'pencitraan' agar dapat disenangi, sehingga laki-laki yang seharusnya lebih diunggulkan akan dikesampingkan dengan alasan tersebut. Para laki-laki tidak boleh berpikir 'seharusnya' melainkan harus melakukan apa yang 'sebaiknya'. Para laki-laki harus meyakini bahwa yang sebaiknya mereka lakukan adalah mengoptimalkan potensi yang mereka miliki dan mengembangkan kemampuan agar lebih memiliki daya saing. Dengan begitu, akan terbentuk pola pikir bahwa laki-laki dan perempuan memang memiliki kesempatan yang sama asalkan mereka memang memiliki kompetensi yang diinginkan.

Memperjuangkan kesetaraan gender bukan untuk mempertentangkan laki-laki dan perempuan, tetapi lebih kepada upaya dalam membangun hubungan (relasi) yang setara. Namun, yang perlu diingat adalah laki-laki dan perempuan tidak dapat menukarkan fungsinya pada suatu kondisi. Misalnya perempuan harus tetap menjalankan fungsinya sebagai ibu, sedangkan laki-laki harus tetap menjalankan fungsinya sebagai kepala keluarga.

Last but not least, memperjuangkan kesetaraan gender merupakan kepentingan kemanusiaan. Sehingga, tidak perlu adanya perdebatan panjang yang dapat mengancam kestabilan dan kerukunan kehidupan. Yang diperlukan adalah saling menghargai antar sesama dan tidak harus merasa "paling benar". Menyuarakan suara merupakan Hak Asasi Manusia (HAM), tetapi yang perlu diingat adalah kita memiliki batasan untuk tidak mengganggu Hak Asasi Manusia orang lain. Hal itu dikarenakan menjadi terbaik harus berasal dari diri sendiri dan tidak perlu menjatuhkan orang lain, apalagi dengan alasan perbedaan gender.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun