Mohon tunggu...
Rizki Zakaria
Rizki Zakaria Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Bahasa

Penghuni bumi dan penyuka angin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengenang El Presidente

13 Desember 2022   14:10 Diperbarui: 27 Desember 2022   13:25 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitulah diriku yang takjub mendengar kata-kata dari sang penyair. Akal dan pikiran seakan dibuat rindu untuk kembali mendengar seruan, sapaan, dan nyanyian kata-kata indah. Penyair menyebutnya dengan diksi untuk sang kekasih. Penyairku hilang sekejap, mendengar kilat di luar, pertanda mau hujan.Penyairku mendadak koma sementara, melihat tabir langit yang mendung mulai bergemuruh di atas sana. Laksana kesadaranku pada keterjagaanku. Mengupas seluruh asa mimpi yang dirasakan. Hasratku kini tergantikan oleh sebutir coklat.

Begitulah, tiba-tiba saja langit kembali bersua, mengabarkan beritanya.

Deras air hujan semakin menjadi-jadi, mengaburkan seluruh pandangan manusia di luar sana. Ku masih di sini, di ruangan tempat mengaso, menyelaraskan kedua belah kaki, dan mengabadikan eksistensi sebagai bentuk narsisitas.

Kadang kau seringkali tidak terlalu begitu mempediulikannya, kan?

Aku hanya peduli pada seluruh rakyatku. Di kamar inilah seluruh rakyatku terhampar rapi, tidak ada satu pun yang kubuang atau kuhilangkan. Biar Mao Zedong tahu bagaimana mestinya belajar dariku atau biar Lenin-Stalin mengerti artinya koleksi. Rutinitasku sebagai presiden sering kutekuni hingga berjam-jam, pagi atau malam bukan masalah. Lagi-lagi aku mengerjakannya di kamar ini, kamar kecil dengan satu paket coklat butir di meja sebagai bahan cemilan.

Kamar ini menjadi sejarah. Aku kembali teringat pada sang penyair yang tadi aku perhatikan melalui kata-katanya. Mengendurkan nada tegang di akal. Sungguh membuatku seperti terbawa oleh kereta kencang yang berjalan menuju istana Hogwart. Seab disanalah aku siap berimajinasi.  Aku senang berjalan perlahan meniti jalan yang panjang itu.

Dua jam berlalu,

Kamarku masih bau oleh endusan keringat yang kemudian beterbangan mengalur dengan udara ruangan. Di luar, hujan telah reda, hembus anginnya memasuki celah-celah kecil atap jendela kamar. Sejenak kusadar, terjagalah aku dari lelap. Pantas, terasa pegal di tengkuk dan punggung seperti tertimpa sesuatu. Begitu pula mata dan kaki mengiringinya.

Seprai dan bantal kubiarkan kusut dengan dunianya. Aku segera berangkat menuju arah pintu. Tiba-tiba sesuatu menarikku untuk kembali ke kamar.

Tanpa basa-basi, aku kembali ke kamar. Pandangan tertuju pada kaleng kecil merk terkenal. Yang kau bayangkan adalah sebuah makanan tentunya. Aku dekati dan segera kubuka tutupnya. Ternyata, di sana masih banyak tersedia kue-kue kering dengan bentuk yang berbeda. 

Para pembuat kue itu berhasil memadukan vanilla, tepung, nafas para pekerja, parutan keju yang mengering, susu, coklat, stroberi ke dalam satu kemasan bulat kaca. Sambil aku menikmati makanan, refleksbuku kuambil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun