Mohon tunggu...
Rizki Fadhilah R
Rizki Fadhilah R Mohon Tunggu... Insinyur - Energy and Politics Enthusiast

Geology Specialist | Awardee of Honorable Mention for Scientific Publication 2022 | Energy and Natural Resources Researcher | Economic Geology, Oil and Gas, Energy, Politics Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Bagaimana G20 Berperan dalam Percepatan Transisi Energi di Indonesia?

18 Juni 2022   01:32 Diperbarui: 18 Juni 2022   01:59 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presidensi G20 Indonesia/kemlu.go.id

Kesepakatan ini akan berkontribusi pada agenda jangka panjang untuk mendukung komitmen global untuk mencapai komitmen nol emisi bersih. Kepresidenan Indonesia ingin menunjukkan bahwa G20 akan mengambil tanggung jawab yang lebih tinggi untuk mendukung komitmen para pemimpin global di COP26, mengikuti warisan kepresidenan Italia yang menempatkan perlindungan planet sebagai salah satu agenda prioritasnya.

Kelompok Kerja Transisi Energi memusatkan perhatian pada strategi untuk mengamankan aksesibilitas energi, meningkatkan teknologi cerdas dan bersih, dan memajukan pembiayaan energi. Kelompok Kerja Lingkungan dan Keberlanjutan Iklim bertanggung jawab untuk membahas lingkungan dan isu-isu terkait perubahan iklim dan mengidentifikasi strategi untuk mendukung pemulihan yang lebih berkelanjutan, meningkatkan tindakan berbasis darat dan laut untuk mendukung perlindungan lingkungan dan tujuan iklim, memobilisasi sumber daya untuk melindungi lingkungan dan mencapai tujuan iklim.

Percepatan Transisi Energi

Peluncuran Transisi Energi G20 (ebtke.esdm.go.id)
Peluncuran Transisi Energi G20 (ebtke.esdm.go.id)

Melalui Kepresidenan G20 tahun 2022 Indonesia dapat mendorong negara-negara G20 untuk melakukan transisi energi secara lebih cepat dan terukur. Harapannya semoga Indonesia dapat mengajak setiap negara untuk memiliki target energi terbarukan. Misalnya, Indonesia memiliki target bauran energi terbarukan sebesar 45 persen dari sektor ketenagalistrikan pada 2030. Hal ini juga dapat diterapkan di negara-negara G20 lainnya. Berdasarkan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang dibentuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kenaikan suhu global dapat dicegah antara 1,5 hingga 2 derajat Celcius. Syaratnya, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) harus ada pengurangan 70 persen untuk pengurangan emisi karena dianggap mencemari. Untuk mengatasi hal tersebut harus ada kesepakatan bersama global untuk mengurangi penggunaan PLTU pada 2030.

Kementerian ESDM memfokuskan isu transisi energi dari ketahanan energi ke teknologi dalam forum diskusi dan kerjasama pada KTT G20 yang akan diselenggarakan di Bali pada Oktober hingga November 2022. Melalui forum G20, Indonesia berpeluang untuk mendorong upaya kolektif dunia dalam mewujudkan kebijakan percepatan pemulihan ekonomi global secara inklusif. Indonesia juga memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia dukungan penuhnya terhadap transisi energi global. Hal ini karena negara-negara anggota G20 menyumbang sekitar 75% dari permintaan energi global. 

Oleh karena itu, negara-negara G20 memiliki tanggung jawab dan peran strategis yang besar dalam mendorong penggunaan energi bersih. Energy Transitions Working Group (ETWG) berfokus pada keamanan energi, akses dan efisiensi, dan transisi ke sistem energi rendah karbon, serta investasi dan inovasi dalam teknologi yang lebih bersih dan efisien.

Sebagai tuan rumah konferensi G20 tahun ini, Indonesia memiliki kesempatan unik untuk membangun momentum internasional menuju masa depan energi yang berkelanjutan, dan mengukir langkah-langkah penting berikutnya untuk mempercepat fase global dari pembangkit listrik tenaga batu bara, sambil tetap memprioritaskan pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Menanggapi tantangan COVID-19, pemanasan global, dan krisis energi global, banyak yang akan melihat ke G20, untuk sinyal yang jelas bahwa ekonomi terbesar dunia siap untuk berinvestasi dalam solusi lintas sektoral yang membatasi dampak global pemanasan dan mempercepat pemulihan ekonomi.

Tahun lalu, G7 mengambil langkah penting untuk mengakhiri dukungan pemerintah untuk pembangkit listrik tenaga batu bara internasional yang berkelanjutan pada akhir tahun 2021. Ini ditindaklanjuti di G20 pada tahun 2021, di mana negara-negara paling kuat di dunia berjanji untuk berhenti membiayai pembangkit listrik tenaga batu bara di luar negeri.

Sejak itu, negara-negara G20 telah membuat banyak komitmen nol, termasuk dari Rusia, Arab Saudi, dan Indonesia. Faktanya, Argentina sekarang adalah satu-satunya negara di G20 tanpa janji emisi nol bersih. Ada kemajuan di G20, tetapi itu harus berjalan lebih cepat jika dunia ingin menjaga pemanasan global dibatasi hingga 1,5 derajat.

Pada COP 26, Indonesia selanjutnya berkomitmen untuk secara bertahap mengurangi pembangkit listrik tenaga batu bara, dan menghapus subsidi bahan bakar fosil yang tidak efisien. Hal ini juga membuat banyak analis energi bersemangat ketika bergabung dengan Global Coal to Clean Power Transition Statement. 

Pendekatan unik Indonesia dibutuhkan di G20

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun