Mohon tunggu...
Rizki Amelia
Rizki Amelia Mohon Tunggu... Lainnya - .

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Nilai-nilai Islam dalam Menentukan Kebijakan Islam di Daerah/Negara

17 Mei 2024   11:13 Diperbarui: 17 Mei 2024   11:37 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ABSTRAK

Islam merupakan salah satu agama yang dimana, di Indonesia Islam sebagai mayoritas dari masyarakat indonesia. Arti kata Islam berakar kata dari "aslama", "yuslimu", "islaaman" yang berarti tunduk, patuh, dan selamat. Disini dapat diambil kesimpulan bahwa Islam merupakan agama yang dimana akan membawa umat manusia kedepan pintu gerbang kebahagiaan yang sesungguhnya dengan terbentuknya atau adanya sifat tunduk dan patuh dari seorang hamba kepada perintah agama, yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad saw. Akan tetapi dalam hal ini, telah tercantum dalam UU 1945, yang dimana berisikan tentang kebebasan beragama, jadi disini Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki berbagai macam agama, suku, bahasa, budaya dan lain sebagainya yang akan menyatukan berbagai perbedaan menjadi 1 tujuan negara, yaitu negara Indonesia. Pasca era reformasi muncul berbagai fenomena perumusan

PENDAHULUAN
Peraturan daerah berbasis shar'at Islam. Fenomena ini sejalan dengan semangat diberlakukannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 (sebelumnya Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999) tentang otonomi daerah. Pola pemerintahan telah berubah dari sentralistik menjadi desentralistik. Hubungan Islam dengan Negara telah terjadi sejak lama. Dalam Islam sudah sejak abad 7 muncul melalui gagasan Rosulullah SAW yang melahirkan Piagam Madinah sehingga banyak tokoh atau ilmuwan barat yang mengapresasi kepemimpinan dan keteladanan Rasul dalam mengurus kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Di Indonesia, hukum Islam tidak bisa dimatikan dalam sistem hukum kenegaraan kita."kita akan kaji bahwa Islam tidak pernah meninggalkan negara.

PEMBAHASAN

Beberapa daerah kemudian memunculkan sejumlah peraturan daerah dengan substansi yang hampir sama, seperti Surat Edaran Bupati No.450/2002 tentang pemberlakuan Shari'at Islam di Pamekasan Madura Jawa Timur; Perda N0.7/2005 tentang pelarangan peredaran dan penjualan minuman beralkohol (miras) dan Perda No.8/2005 tentang pelarangan pelacuran di Tangerang; Di Jawa Barat tercatat 31 Perda yang berdasar shar'at Islam; Perda Provinsi Sumatera Barat No.11/2001 tentang pemberantasan dan pencegahan maksiat. 

Secara statistik fenomena konflik dan kekerasan atas nama agama dapat dijelaskan lebih lanjut menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 16 Maret 2005 mengeluarkan hasil penelitian perihal pandangan masyarakat terhadap agenda sejumlah ormas keagamaan. Hasil penelitian LSI menunjukkan bahwa, 16,9 % responden setuju dengan agenda radikal yang diusung FPI; 11 % setuju dengan agenda Majelis Mujahidin Indonesia (MMI); 3,3 % setuju dengan agenda Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), 59,1 % setuju dengan agenda MUI.


Sedangkan perihal kesediaan masyarakat dalam melakukan kekerasan atas nama agama, PPIM mengeluarkan hasil survei pada bulan Mei 2006. Jumlah responden yang menyatakan bersedia merusak atau membakar gereja yang didirikan tanpa izin mencapai 14,7 %, mengusir orang Ahmadiyah (28,7%), memukul pencuri (34,5%), merajam orang berzina (23,2%), mengarak orang berzina (23,2 %),perang terhadap non muslim yang dianggap mengancam (43,5 %), menyerang dan merusak tempat pelacuran (37,9 %), menyerang dan merusak tempat minuman-minuman keras (38,4%), mengancam orang yang dianggap menghina agama (40,7%), bentrok dengan polisi untuk membela Islam (24,0%). Begitu pula proporsi kesediaan membela umat Islam di Afghanistan dan Irak (23,1%) dan di Poso (25,2%). 

Jika diteliti lebih jauh, secara umum perda-perda bernuansa shar'ah sperti disebutkan di atas, cenderung memasung serta menggerogoti kebebasan beragama dan hak-hak sipil. Atau dalam pandangan Komaruddin Hidayat bisa disebut sebagai Gerakan keberagamaan yang bersifat skripturalis-idiologis yaitu Gerakan keagamaan yang menafsirkan dan mengaktualisasi ajaran kitab sucinya secara skripturalis. Gerakan semacam ini bertujuan menyingkirkan ajaran agama-agama lain karena tidak layak hidup dan diaktualisasikan di bumi ini.

Adapun strategi yang dapat dilakukan agar dapat menginternalisasikan nilai agama dalam kebijakan publik meliputi beberapa tahap. Pertama, adanya masalah publik yang dapat dipecahkan melalui nilai-nilai yang dimiliki oleh suatu agama. 

Kedua, nilai dari suatu agama itu harus dirumuskan ulang agar unsur keprivatannya dapat semakin tidak tampak sehingga yang tampak ke permukaan adalah unsur ke-publik-annya saja. 

Ketiga, dibutuhkan antara pemuka agama dengan pihak pemerintahan (legislatif dan eksekutif) agar nilai agama itu dapat menjadi modal sosial yang mendasari kebijakan publik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun