Mohon tunggu...
Rizki Muhammad Iqbal
Rizki Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Suka makan ikan tongkol

Hari ini adalah besok pada hari kemarin

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Analisis Tokoh Minke dalam Perspektif Pierre Bourdieu

7 November 2020   18:55 Diperbarui: 8 November 2020   17:28 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelumnya kita telah mendiskusikan teori-teori tentang diri dari George Herbert Mead maupun dramaturgi dari Erving Goffman yang termasuk ke dalam aliran Chicago yang berorentasikan pada tradisi interaksionisme simbolik. Kali ini saya akan beralih kepada aliran strukturasi dari seorang sosiolog terkemuka di paruh abad 20, Pierre Bourdieu.

Bourdieu lahir di Denguin, Prancis, pada 1 Agustus 1930 dan meninggal di Paris pada 23 Januari 2002 akibat kanker paru-paru. Beliau banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh klasik, seperti Marx, Weber maupun Durkheim; hingga pada fokus kajiannya mengenai struktur dan stratifikasi sosial. Beliau juga terpengaruh pada dua tokoh dengan perspektif yang berbeda, yakni eksistensialisme Jean Paul Sartre dan strukturasi Claude Levi-Strauss. Jika Sartre lebih berfokus pada subjektivisme aktor yang menyebutkan bahwa individulah yang memiliki kehendak bebas untuk menentukan segala keadaan yang ada di luar dirinya, Claude Levi-Strauss lebih menekankan struktur objektif yang membatasi individu di dalam lingkungan sosial.

Bourdieu hadir di luar kedua pertentangan antara subjektivisme dan objektivisme serta secara dialektis berusaha untuk mendamaikan kedua konsep yang saling berkebalikan itu. Bourdieu menganggap struktur dan agen itu saling berhubungan satu sama lain, bukan suatu ekses yang berseberangan. Dalam Teori Sosiologi edisi kesepuluh karya George Ritzer dan Jeffrey Stepnisky (2019), disebutkan jika Bourdieu menganggap bahwa di dalam sosiologinya pentinglah mencakup cara orang, berdasarkan posisi mereka di ruang sosial, merasakan dan mengkonstruksi dunia sosial. Akan tetapi, persepsi dan konstruksi yang terjadi di dunia sosial digerakkan dan juga dibatasi oleh struktur-struktur.

Dari sini jelaslah bahwa Bourdieu tidak serta-merta mengambil sikap strukturalis objektif seperti Claude Levi-Strauss, namun beliau juga tidak ingin mengabaikan peran agen dalam mengkonstruksi dunia sosialnya. Di buku Kisah Sosiologi karya Kevin Nobel Kurniawan (2020), dijelaskan bahwa Bourdieu memiliki kecenderungan yang kuat pada lingkungan sosial sebagai istilah yang kerapkali mencerminkan teorinya, yakni arena. Di sini arena berfungsi sebagai wadah dari negosiasi modal-modal yang dimiliki oleh individu untuk menaiki tangga strata sosial. Namun yang pertama-tama akan saya bahas di sini adalah konsep Bourdieu mengenai habitus.

Di buku Teori Sosiologi (Ritzer & Jeffrey Stepnisky, 2019), dijelaskan secara definitif tentang habitus, yakni produk internalisasi struktur-struktur dunia sosial (Bourdieu, 1989: 18). Secara lebih sederhana, habitus merupakan lingkungan sosial. Di sini habitus atau lingkungan sosial tidak sesederhana bayangan kita mengenai lingkungan sosial, namun lingkungan sosial di sini sangat berpengaruh terhadap individu dengan latar belakang yang berbeda-beda untuk bisa menaiki strata sosial yang lebih tinggi. Perbedaan strata antar individu di dalam ruang sosial ini akan membentuk pola sosialisasi yang berbeda-beda. Bourdieu mencoba untuk melihat bagaimana individu dibentuk oleh latar belakang, lingkungan sosial, dan apa saja modal-modal yang digunakan oleh individu dalam interaksi sosial sehari-hari: apakah itu modal ekonomi, budaya, dan sebagainya (Kevin Nobel Kurniawan, 2020: 141).

Pertama-tama kita akan mempertanyakan dari mana konsep habitus ini muncul. Bourdieu menyebutkan bahwa secara dialektis, habitus dibentuk oleh struktur kelas (Ritzer & Jeffrey Stepnisky, 2019: 584). Kemudian dalam habitus ini akan muncul taste, atau dengan kata lain adalah selera sosial. Selera adalah kesempatan baik untuk mengalami maupun untuk menegaskan posisi seseorang di dalam medan (George Ritzer & Jeffrey Stepnisky, 2019: 583). Dalam hal ini, saya akan menganalisis tokoh Minke dalam tetralogi karya Pramoedya Ananta Toer dan hubungannya terkait habitus, taste dan tipe modalnya.

Dalam buku tetralogi karya Pramoedya Ananta Toer, diceritakan seorang pribumi bernama Minke yang menempuh pendidikan di sekolah elit, bernama HBS. Seorang pribumi yang bisa menempuh pendidikan di sekolah elit seperti HBS adalah sesuatu hal yang luar biasa dan tidak semua pribumi bisa bersekolah di sana. Minke bisa bersekolah di sana karena dirinya merupakan seorang Raden Mas--dan tentu saja pintar. Berkat hal ini, pola pemikiran Minke menjadi sangat maju jika dibandingkan dengan saudara sebangsanya yang lain. Terbukti ketika Minke mencerca budaya feodal dan ketidakpatuhannya terhadap budaya yang membelenggu kebebasannya. Apalagi pandangan Minke yang cenderung modern dan  ke-Eropa-an bisa menarik hati orang Belanda seperti Miriam dan Sarah. Ketertarikan Minke terhadap kemajuan Eropa dan minatnya pada Revolusi Prancis membuktikan bahwa seleranya berbeda dengan pribumi yang lain sekaligus menegaskan posisi sosialnya yang jauh lebih tinggi di dalam masyarakat pribumi.

Selera Minke terhadap peradaban Eropa yang maju ini disebabkan karena latar belakang pendidikan Minke serta pola pergaulan yang dia terima sewaktu menempuh pendidikan. Habitus Minke inilah yang membentuk selera sosial maupun cara berpikirnya yang sangat maju. Dalam istilah Bourdieu mengenai tipe-tipe modal, saya berasumsi bahwa Minke memiliki modal kultural dan sosial yang memungkinkannya bisa menaiki strata sosial yang lebih tinggi. Tipe-tipe modal, dalam istilah milik Bourdieu, mencakup modal ekonomi, sosial, dan kultural. Modal itu sebagian besar adalah hasil dari asal-usul kelas sosial seseorang dan pengalaman pendidikannya (Ritzer & Jeffrey Stepnisky, 2019: 584). Maka kita bisa mengasumsikan bahwa pola berpikir dan selera sosial Minke merupakan suatu produk budaya atau habitus yang dia peroleh dari modal kulturalnya. Sebagai anak dari Bupati Bojonegoro, Minke bisa berkesempatan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

Minke juga memakai sepatu dan pakaian bergaya Eropa karena dirinya merasa berhak mengenakannya. Sebagai orang yang pintar dan berpendidikan, Minke berpikir bahwa memang dia sudah ditakdirkan untuk memiliki selera yang berbeda dari pribumi pada umumnya, entah itu selera berpakaian, selera makan, pengetahuan, bahkan sampai jenis pekerjaan. Simbol-simbol yang dikenakan Minke ini menegaskan status sosialnya di masyarakat. Agar ada selera, maka harus ada barang-barang atau hal-hal yang dikelas-kelaskan (Bourdieu, 1984/2020: 270). Setidaknya, simbol-simbol sosial inilah yang membedakan selera sosial sekaligus menegaskan posisi sosial seseorang di dalam kehidupan bermasyarakat.

Dari deskripsi dan analisis tersebut, kita bisa menangkap poin tentang pembentukan selera seseorang melalui lingkungan sosial (habitus) menggunakan tipe-tipe modal yang ada pada setiap persona untuk dinegosiasikan di dalam tubuh masyarakat. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya (Ritzer & Jeffrey Stepnisky, 2019: 584), secara dialektis, habitus juga dibentuk oleh struktur kelas. Struktur kelas inilah yang membentuk selera sosial melalui produksi kebudayaan yang turut membentuk superioritas budaya sehingga terciptalah suatu dominasi budaya atas budaya yang lainnya. Meskipun fenomena seperti ini tidak terlihat secara gamblang, namun jika kita mau melihat apa yang tidak bisa dilihat secara eksplisit, maka kita akan menemui banyaknya kekerasan simbolik melalui pemaksaan preferensi sosial atau nilai budaya yang dinormalisasikan oleh keadaan.

Rizki Muhammad Iqbal (19107020047)
Teori Sosiologi Modern/B (Diampu oleh Bapak B.J Sujibto M.A.)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun