Banyak masyarakat di Indonesia yang berkata dengan kata-kata yang sangat klise bahwa, "Indonesia tidak kekurangan orang pintar dan cerdas, namun Indonesia kekurangan orang yang jujur". Bagi saya, perkataan semacam ini adalah sebuah paradoks yang sungguh ironis. Mengapa?
Karena jika kita melihat realitas yang terjadi di Indonesia, kita bukan saja kekurangan orang yang jujur, tetapi kita juga kekurangan orang yang pintar dan cerdas. Sudah terlalu banyak hal-hal bodoh yang telah menjadi raja dalam kehidupan dan pikiran dari masyarakat di Indonesia.
Mulai dari orang yang viral modal galau, dan orang yang viral karena hal-hal goblok. Pertanyaannya sekarang, apakah kita masih mau mengatakan bahwa sekarang negara kita tidak kekurangan orang pintar dan cerdas? Jawabannya sudah jelas bahwa bukan saja kita kekurangan orang yang jujur, tetapi kita juga kekurangan orang pintar dan cerdas.
Kita sungguh-sungguh secara konkrit, kekurangan orang-orang yang pintar dan cerdas. Di mana, kita telah banyak kali dipermalukan oleh berbagai data yang telah menyebutkan betapa bodohnya SDM yang ada di negara kita. Salah satu data yang mempermalukan kita adalah laporan skor IQ nasional SDM kita yang hanya tinggal 78,49, di mana, skor IQ seperti ini dikategorikan oleh ilmuwan sebagai orang bodoh. Apakah kita masih mau berkata bahwa kita kekurangan orang jujur saja, tapi tidak kekurangan orang pintar dan cerdas? Saya rasa jawabannya ada pada diri kita masing-masing.
Lalu, mengapa saya berani mengatakan bahwa bukan saja kejujuran yang kurang di negara ini, tetapi negara ini juga kekurangan SDM yang pintar dan cerdas? Saya punya alasan yaitu sistem pendidikan kita yang masih terlalu kuno dan guru-guru kita yang kurang kompeten serta orang tua di Indonesia yang tidak bisa mendidik anak bangsa dengan baik.
Selain penyebab ini, slogan dari masyarakat bahwa adab di atas ilmu merupakan salah satu penyebab utama yang menyebabkan mengakarnya kebodohan di negara ini. Kenapa? Kalau kita mengacu pada pengertian ilmu, ilmu adalah sesuatu yang dipelajari yang mempengaruhi perilaku kita. Tidak perlu saya sebutkan sumber dari pengertian ini, karena saya mau masyarakat kita berpikir dan mencari sendiri kebenaran dari apa yang mereka baca. Kalau kita terus memberikan mereka referensi, itu hanya membuat mereka semakin malas berpikir untuk mencari kebenaran dari apa yang mereka baca.
Maka, mulai detik ini kita perlu melakukan rekonstruksi ulang atas sistem pendidikan di Indonesia, kita harus mengubah slogan adab di atas ilmu menjadi ilmu di atas adab, supaya masyarakat kita bisa bergairah dalam mencari dan menambah pengetahuan mereka. Karena bagi saya dengan bertambahnya ilmu maka kesopanan juga akan meningkat. Saya setuju dengan kalimat yang saya ciptakan sendiri, kita semua perlu menuntut ilmu sebanyak-banyaknya.
Membaca buku-buku yang berkualitas. Melakukan perbaikan kualitas orang tua dan guru-guru sebagai pendidik anak bangsa ini. Mengganti pejabat yang kurang berkompeten dan melakukan perubahan yang konkrit menuju Indonesia Emas 2045. Jangan sampai cita-cita menuju Indonesia Emas 2045 hanyalah sebuah slogan mimpi indah yang tak kunjung menjadi kenyataan. Pertanyaannya sekarang, apakah kita semua mau melakukan rekonstruksi atas semua kebodohan di negara ini?"