Mohon tunggu...
Rizal Mutaqin
Rizal Mutaqin Mohon Tunggu... Founder Bhumi Literasi Anak Bangsa

Semua Orang Akan Mati Kecuali Karyanya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Langkah Yang Berbeda

26 Mei 2025   13:22 Diperbarui: 26 Mei 2025   13:22 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bhumi Literasi Anak Bangsa (sumber: @bhumiliterasi_anakbangsa)

Awal tahun 2026 menjadi titik baru dalam hidupku dan Shinta. Kami, memasuki semester keenam di bangku kuliah. Waktu berjalan cepat, dan tanpa terasa kami makin dekat pada garis akhir perjalanan akademik ini. Seperti biasa, hari-hari kami banyak dihabiskan di perpustakaan. Bukan karena terpaksa, melainkan karena kami sama-sama mencintai buku dan segala wacana yang bisa lahir darinya.

Tak hanya di kampus, bahkan di hari libur pun, kami sering menyelinap ke toko buku. Menghabiskan waktu berjam-jam menyusuri rak-rak, berdiskusi kecil tentang judul-judul menarik, kadang berdebat ringan tentang isi buku, dan akhirnya pulang dengan satu atau dua buku baru di tangan. Buku adalah cara kami merayakan hidup. Dari buku pula lah kami mulai berbicara lebih serius tentang masa depan.

Diskusi tentang skripsi makin intens. Kami saling menyemangati, saling mengkritik, saling mengoreksi. Namun, lebih dari itu, obrolan kami mulai merambah ke kehidupan setelah wisuda. Shinta ingin menjadi peneliti. Matanya selalu berbinar kalau membicarakan laboratorium, jurnal, dan eksperimen. Aku sendiri ingin menjadi polisi. Ya, terdengar kontras. Tapi justru di situlah letak keunikannya.

Suatu hari di kelas Rangkaian Digital, Pak Totok, dosen yang terkenal ramah dan jenaka, memberi tugas mendadak: setiap mahasiswa diminta menyampaikan goal setting masing-masing. Satu per satu teman-teman menyebutkan target mereka, sebagian besar ingin bekerja di perusahaan teknologi besar, atau melanjutkan studi ke luar negeri.

Ketika giliranku tiba, aku berdiri dan berkata dengan mantap, "Saya ingin menjadi Polisi, Pak." Seketika suasana kelas menjadi hening. Bukan karena takut, tapi karena jawaban itu terasa asing di tengah dominasi cita-cita teknis. Namun, yang mengejutkan adalah reaksi Pak Totok.

"Wah, bagus itu, Mas Rizal!" katanya sambil tersenyum lebar. "Langkah yang berbeda. Semoga bisa tercapai, ya. Dunia butuh lebih banyak polisi cerdas." Ia lalu menatapku dengan mata yang berbinar, penuh dukungan. "Tapi kenapa bukan tentara?" tanyanya, setengah menggoda.

Aku tersenyum dan menjawab, "Wah, saya nggak siap dengan latihan militernya yang berat, Pak." Seluruh kelas tertawa kecil, termasuk Shinta yang duduk tak jauh dari tempatku berdiri. Pak Totok pun ikut tertawa, lalu berkata, "Ya sudah, semoga sukses jadi polisi. Siapa tahu suatu saat kamu jadi Kapoldun, Kepala Kepolisian Dunia. Hahaha!"

Ucapan itu awalnya terasa seperti candaan belaka, tapi entah kenapa, siang itu rasanya seperti sebuah berkat. Dalam diam, aku merasa langkahku yang berbeda ini tidak lagi terasa aneh. Ada kekuatan dari dukungan itu, dari tawa kelas, dan dari sorot mata Shinta yang tampak bangga.

Sepulang kelas, kami kembali ke perpustakaan. Duduk di sudut biasa. Tapi suasananya sedikit berbeda. Ada impian yang makin menguat, ada rasa percaya diri yang tumbuh. Aku melihat Shinta yang tengah serius membaca, dan tiba-tiba merasa sangat bersyukur. Di antara buku, diskusi, dan candaan Pak Totok, aku merasa masa depan sudah mulai mengambil bentuknya, meski jalanku berbeda, aku tahu aku tidak sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun