Mohon tunggu...
Rizal
Rizal Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa

saya mahasiswa ilmu politik, hobi saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Soft Power Indonesia Membangun Citra Melalui Budaya

20 Mei 2025   18:06 Diperbarui: 20 Mei 2025   18:06 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Berjabat Tangan Soft Power (Sumber: iStock)

 

Alam publik dan diplomasi budaya. Secara umum, diplomasi budaya merupakan bagian dari diplomasi publik, meskipun keduanya memiliki fokus yang sedikit berbeda. Diplomasi publik bertujuan untuk memengaruhi persepsi negara lain terhadap suatu negara melalui keterlibatan aktor non-negara, guna menciptakan citra positif di mata masyarakat internasional. Pendekatan ini menggeser pola hubungan yang sebelumnya hanya antar-pemerintah (government to government) menjadi interaksi langsung antara pemerintah dan masyarakat asing, bahkan antar masyarakat secara langsung (people to people).

  Sementara itu, diplomasi budaya berfokus pada penyampaian nilai dan kekayaan budaya suatu negara di panggung internasional. Tujuannya adalah agar negara lain lebih mengenal dan memahami budaya tersebut, yang pada akhirnya dapat memperbaiki pandangan mereka terhadap negara asal budaya itu. Diplomasi budaya kerap menjadi salah satu bentuk soft power yang efektif, karena mampu menyentuh aspek emosional dan identitas masyarakat asing. Indonesia sendiri memanfaatkan kekayaan budayanya sebagai bagian dari strategi soft power. Keberagaman budaya Indonesia mengandung unsur-unsur yang bersifat universal—unsur yang juga bisa ditemukan dalam kebudayaan lain di berbagai belahan dunia. Hal ini membuat budaya Indonesia lebih mudah diterima oleh masyarakat internasional. Salah satu contohnya adalah alat musik tradisional Angklung, yang telah dikenal luas di berbagai negara dan menjadi simbol keberhasilan diplomasi budaya Indonesia.

Soft Power Diplomacy Indonesia melalui budaya

  • Dalam menjalankan strategi Soft Power Diplomacy, Indonesia menggunakan berbagai pendekatan, salah satunya melalui penyelenggaraan festival kebudayaan. Soft Power Diplomacy sendiri merupakan bentuk hubungan internasional yang dilakukan Indonesia dengan negara-negara lain serta aktor global melalui pendekatan yang bersifat persuasif—menarik perhatian, membangun kerja sama, serta memengaruhi opini publik dan dinamika sosial melalui beragam jalur komunikasi. Di tengah dunia yang semakin kompleks dan penuh perbedaan, Indonesia terus berupaya memainkan peran penting dengan mengedepankan kekuatan lunak ini.
  •  
  •   Hal ini ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P. Marsudi, dalam pembukaan acara Indonesia Channel tahun 2016. Beliau menyatakan bahwa di tengah berbagai konflik yang terjadi, dunia membutuhkan lebih banyak “jembatan” untuk menghubungkan perbedaan—baik dalam budaya, agama, maupun kepentingan. Menurutnya, Indonesia berkomitmen untuk menjadi pembangun ribuan jembatan tersebut, demi mewujudkan dunia yang damai dan stabil, dengan mengandalkan kekuatan seni dan budaya sebagai sarana pemersatu. Budaya telah menjadi salah satu sarana penting diplomasi bagi Indonesia dalam menjembatani perbedaan di tengah dinamika dunia saat ini. Sebagai elemen yang dekat dengan kehidupan masyarakat dari berbagai lapisan, budaya memiliki kekuatan untuk menyatukan warga negara Indonesia dengan masyarakat di negara lain. Melalui berbagai festival budaya yang diselenggarakan di luar negeri, Indonesia berupaya menampilkan keindahan dan keberagaman yang dimilikinya, sekaligus membangun citra positif di mata dunia internasional.
  •   Salah satu contoh nyata adalah Festival Budaya “Pasar Senggol” yang sukses menarik perhatian publik Jerman pada 11 September 2021 lalu, di Kota Köln. Acara ini merupakan bazar tahunan yang diinisiasi oleh organisasi Deutsch-Indonesische Gesellschaft (DIG e.V Köln), yang bertujuan memperkenalkan kuliner dan produk Indonesia kepada masyarakat setempat. Dalam gelaran ini, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Frankfurt bekerja sama dengan DIG e.V Köln menampilkan berbagai pertunjukan budaya, seperti Tari Ngarojeng, Tari Bapang, Tari Enggang, dan Tari Saman. Penampilan seni juga dilengkapi dengan alunan musik tradisional Angklung dari grup ANSA, serta demonstrasi pencak silat yang memperkaya nuansa budaya Indonesia.
  •   Selain menyuguhkan seni dan budaya, KJRI Frankfurt juga menghadirkan layanan Warung Konsuler di acara tersebut, guna membantu warga negara Indonesia yang tinggal di Köln dan sekitarnya untuk mengurus paspor, legalisasi dokumen, serta konsultasi berbagai urusan kekonsuleran. Berkat penyelenggaraan rutin festival semacam ini di Jerman, tercatat adanya peningkatan jumlah wisatawan Jerman yang berkunjung ke Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

         2. Aktivitas Diplomasi Publik Indonesia

  •   Kementerian Luar Negeri Indonesia terus berinovasi dalam menjalankan perannya di kancah diplomasi global. Salah satu terobosan yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan media film sebagai sarana untuk memperkenalkan Indonesia kepada dunia. Untuk menggali potensi ini lebih dalam, Kemlu mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bertema "Film sebagai Aset Diplomasi Publik" pada Selasa, 25 November 2014, bertempat di Ruang Nusantara, Kantor Kemlu.
  •   Dalam diskusi tersebut, Kemlu mengundang berbagai pihak terkait, mulai dari perwakilan Kementerian Pariwisata, pelaku industri film, akademisi, kritikus, hingga budayawan. Menurut Direktur Diplomasi Publik Kemlu, Al Busyra Basnur, film memiliki kekuatan besar untuk membentuk citra positif suatu negara. Ia menyebut bahwa film-film Indonesia sebenarnya memiliki kualitas yang baik, seperti The Raid, Laskar Pelangi, dan Pasir Berbisik. Beberapa film tersebut bahkan telah diputar di kantor-kantor perwakilan Indonesia di luar negeri dan dijadikan sebagai cendera mata bagi tamu-tamu asing. Al Busyra juga menekankan bahwa kegiatan semacam ini dapat membuka wawasan para diplomat muda mengenai pentingnya film sebagai alat diplomasi yang efektif. Ia berharap, melalui FGD ini, peserta bisa mendapatkan perspektif baru yang nantinya dapat dikembangkan menjadi kebijakan diplomasi berbasis film yang lebih kuat di masa depan.
  •   Selain melalui media film, Indonesia juga aktif menjalankan diplomasi publik lewat diplomasi budaya dan diplomasi digital sebagai bagian dari strategi soft power. Sebagai contoh, pada 5 Februari 2020, Duta Besar RI untuk Italia, Esti Andayani, memberikan paparan tentang "Diplomasi Publik Indonesia" kepada 20 mahasiswa program Master Internasional di bidang Cultural Diplomacy dari Università Cattolica del Sacro Cuore di Roma. Dalam presentasinya, Dubes Esti berbagi pengalaman dan praktik terbaik mengenai strategi Indonesia dalam diplomasi publik, khususnya dalam ranah budaya dan digital.
  •   Ia menekankan bahwa Indonesia sebagai negara besar selalu berpegang pada kearifan lokal, semangat kebhinekaan, serta menjunjung tinggi dialog dan toleransi dalam menjalin hubungan antarbangsa. Indonesia memiliki sejumlah kekuatan strategis—mulai dari status sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, mayoritas penduduk yang menganut Islam moderat, hingga masyarakat yang plural dan toleran. Ditambah dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil, seluruh potensi ini menjadi modal penting dalam memperkuat citra positif Indonesia, memperluas dukungan publik dan peran diaspora, serta memperdalam kerja sama internasional di bidang ekonomi, pembangunan, dan kebudayaan. Diplomasi saat ini tidak lagi didominasi oleh negara. Aktor-aktor non-negara seperti perusahaan multinasional (MNC), organisasi non-pemerintah (NGO), dan bahkan individu kini turut memengaruhi kebijakan suatu negara. Hal ini menunjukkan bahwa soft power diplomacy, public diplomacy, dan cultural diplomacy memiliki keterkaitan yang erat.

  •   Dalam soft power diplomacy, pencapaian kepentingan bersama adalah kunci. Memahami kepentingan dan prioritas negara mitra sangat penting karena diplomasi pada dasarnya adalah pertukaran kepentingan. Kedekatan yang tulus, berdasarkan ketertarikan dan penghargaan terhadap kesamaan nilai, lebih efektif daripada kedekatan karena paksaan. Pendidikan dan pertukaran budaya menjadi sarana untuk membangun pemahaman dan kedekatan ini, menyentuh aspek "hati dan pikiran".
  • Analisis ini juga menegaskan bahwa public diplomacy dan cultural diplomacy saling berhubungan. Indonesia sering memanfaatkan kekayaan budayanya sebagai soft power untuk menarik perhatian dunia internasional. Selain itu, Indonesia juga menggunakan film sebagai bagian dari public diplomacy, dengan beberapa film nasional yang berhasil di kancah internasional. Singkatnya, cultural diplomacy merupakan bagian dari public diplomacy yang lebih luas, namun keduanya memiliki fokus yang berbeda.

  Indonesia memperkenalkan budaya untuk membuat citra Indonesia terkenal dengan kekayaan budayanya. Membuat Indonesia lebih dikenal dan menunjukkan powernya dengan kekayaan budaya yang ada di dalam kancah Internasional. Dalam pendekatan realisme, hal ini digunakan Indonesia untuk mempermudah diplomasi dengan memasukan budaya-budaya Indonesia ke negara luar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun