Mohon tunggu...
Riza Fatmahira
Riza Fatmahira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 23107030081 Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

Saya menyukai banyak bacaan dan sangat tertarik pada lingkungan sosial

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Sungkeman! Simak Sejarah Singkat Dan Intip Tradisinya Di Satu Keluarga Jawa Ini

14 April 2024   00:45 Diperbarui: 14 April 2024   01:47 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi (pelengkap)

Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh berkah bagi kebanyakan umat muslim. Oleh karena itu, bulan ini yang biasanya paling ditunggu dalam tiap tahunnya oleh umat muslim. Di dalam bulan Ramadan bukan hanya tentang menjalankan puasa untuk menahan lapar dan dahaga, tetapi banyak hal yang ada di dalamnya. Lebih dari sekedar berpuasa, hal yang paling umum dilakukan kebanyakan umat muslim yakni sahur, berbuka, takjilan, ngabuburit, buka bersama, khataman quran, nuzulul quran, dan banyak kegiatan lainnya. Tentunya momen Ramadan ini memiliki makna tersendiri di tiap keluarga, bahkan biasanya untuk para pelajar atau pekerja akan mendapatkan cuti atau waktu libur di bulan Ramadan saat mendekati salat idul fitri.

Setelah menjalani puasa di Bulan Ramadan hampir sebulan penuh. Setelahnya umat muslim menunaikan salat idul fitri dan kembali pulang berkumpul di rumah. Salat idul fitri sendiri kadang dilakukan di masjid, di lapangan, atau di sepanjang jalan dengan tentunya dilakukan secara berjamaah melalui pengawasan polisi atau petugas keamanan setempat. Momen salat idul fitri juga menjadi hal yang ditunggu karena pada saat itu, yang pada umumnya keluarga akan memakai baju yang berwarna sama. Tidak hanya itu pada saat datang ke tempat salat idul fitri, momen ketemu dengan tetangga atau teman dekat menjadi hal yang membahagiakan bagi kebanyakan orang.

Selepas dari salat idul fitri, momen yang biasanya dilakukan beragam. Berbagai macam kegiatan atau tradisi berlangsung, yang itu juga tergantung dengan budaya masing-masing keluarga. Namun, biasanya akan di isi dengan bersalaman untuk meminta maaf antara kaum muda dan kaum tua pada suatu keluarga sebelum menyantap makanan secara bersama.

Untuk wilayah Jawa sendiri tradisi tersebut bernama tradisi sungkeman, di mana orang-orang yang lebih muda dari suatu keluarga datang meminta maaf sambil bersalaman dengan orang-orang yang lebih tua. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sungkeman berarti sujud atau tanda bakti dan hormat. Namun, tradisi sungkeman ini tidak hanya dilakukan oleh anak ke orang tua tetapi juga dari kerabat satu ke yang lain atau bahkan ke tetangga dekat sekalipun.

Sejarah Singkat Sungkeman

Sungkeman merupakan tradisi Jawa, yang berasal dari kata "sungkem", artinya bersimpuh, duduk atau jongkok sambil bersalaman cium tangan. Secara jelas sebenarnya belum ada yang menetapkan tentang tradisi ini, tetapi kebanyakan meyakini bahwa tradisi sungkeman adalah hasil akulturasi masyarakat Jawa dengan kebudayaan islam. Seperti halnya yang dikatakan oleh salah satu budayawan yakni Dr. Umar Khayam, yang mengatakan bahwa terkait tradisi sungkeman asal awalnya dari mana itu belum ada rujukan yang pasti tetapi, diyakini bahwa ada dari bentuk akulturasi budaya Jawa dengan budaya Islam.

Berdasarkan tradisi Jawa, sungkeman diceritakan telah ada dari masa Mangkunegara satu atau Masa Pangeran Sambernyawa pada periode 1757 hingga 1795. Diceritakan saat lebaran Pangeran Sambernyawa mengumpulkan para permaisuri, punggawannya hingga prajurit untuk saling bermaafan kala itu dengan cara sungkeman atau bersalaman antara atasan dan bawahan. Di mana momen tersebut tepat saat idul fitri juga. Namun, konsep atasan dan bawahan tersebut tidak membedakan bahwa para atasan atau raja juga meminta maaf terhadap para prajuritnya dan juga para permaisurinya.

Tradisi sungkeman saat itu karena masih masa penjajahan belanda, tradisi sungkeman dilakukan tidak bebas atau sembunyi-sembunyi karena pemerintah Belanda mencurigai aktivitas sungkeman sebagai tindakan yang patut diwaspadai akibat dari posisi meminta maaf seperti bertukar informasi rahasia. Melihat hal tersebut Paku Buwono X, tidak takut atas ancaman dari kolonial Belanda dan malah lebih menyebar luaskan tradisi sungkeman atau mempertahankan tradisi sungkeman. Walaupun diancam oleh kolonial Belanda.

Akhirnya hingga saat ini, tradisi sungkeman masih diadakan setiap selesai salat idul fitri. Tradisi sungkeman ini tentunya tidak hanya sebagai bentuk permintaan maaf tetapi memiliki makna tersendiri, dikutip dari berbagai sumber sungkeman yang dilakukan dengan cara bersalaman dan mencium tangan keluarga yang lebih tua memiliki arti bentuk kerendahan hati seseorang. Dapat juga diartikan sebagai pengembaraan diri dalam merendah atau menjaga ketidaksombongan seseorang terhadap orang lain.

Dikatakan pula bahwa dengan sungkeman juga membuat hubungan menjadi lebih dekat. Apabila ada kesalahan antara anggota keluarga yang sebelumnya terjadi, dengan sungkeman atau meminta maaf bisa kembali membaik atau bahkan semakin erat. Hal ini juga seperti yang dikatakan oleh salah satu keluarga Jawa, yang tinggal di Jetis, Pingit, Yogyakarta saat ditanya lebih jelas terkait tradisi sungkeman masyarakat Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun