Mohon tunggu...
Rian Yulianto
Rian Yulianto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Padi dan Koruptor

16 November 2017   05:48 Diperbarui: 16 November 2017   05:51 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap pagi di subuh hari aku terbangun dari tidur. Kubuka jendela rumahku. Aku terkagum melihat keindahan alamku yang sejuk nan indah. Burung-burung yang berkicau, ayam berkokok, angin yang semribit dingin bak masuk sampai tulang putihku. Sembari memulatkan badan aku berkata "Tuhan, sungguh indah ciptaanmu, Engkaulah yang maha indah atas segala keindahan ciptaanmu".

Setelah aku sembahyang Subuh aku jalan-jalan menyusuri kampung yang masih hijau dikelilingi padi-padi di sawah. Aku berhenti kemudian bertanya pada padi, "wahai padi kamu sungguh istimewa, bolehkah aku membelaimu setiap pagi? Sungguh malangnya dirimu, kamu makhluk yang tidak berdosa yang terkadang bahkan sering dimakan oleh manusia-manusia berdosa". Dalam batin ku bergejolak sembari berkata andai saja padi bisa menolak seperti halnya manusia, ia tidak akan mau jika dirinya dimakan oleh manusia-manusia berdosa macam koruptor, pencuri dll.

Aku melanjutkan perjalanan melihat burung-burung kecil yang mencoba memakan padi dan diusir oleh para petani. Burung-burung pun berlarian menuju pada padi yang aman dari usiran petani. Dalam benak aku berpikir andaikan saja petani itu tahu bahwa kelak padinya yang bermanfaat dimakan oleh kaum-kaum pendosa, pasti petani itu akan menolaknya. Setelah memikirkan itu aku memutuskan untuk berbicara empat mata dengan petani tersebut. Obrolan kami hanya ringan sedikit membahas tentang harga pupuk dan pestisida.

Obrolan demi obrolan satu hal membuat aku kagum dengan petani yaitu kerelaan, kepasrahan dan keikhlasan hatinya. Kerelaan terhadap harga pupuk yang tidal stabil harus rela membeli agar menghasilkan padi yabg berkualitas. Kepasrahaan terhadap harga yang sudah ditentukan oleh atasan. Keikhlasan akan sering anjloknya harga yang tidak sebanding dengan biaya tanam. Betapa menyakitkan.....

Aku dan pikiranku pun berputar-putar bak komedi putar atas apa yang bisa kuperbuat terhadap semuanya.

Berkutat dengan gejolak dalam pikiran betapa kejamnya para koruptor di negeri ini. Hijaunya tanaman padi sampai menguningnya kemudian menjadi hitam akibat dimakan oleh pendosa. Apa salah padi? Padi hanya memberi manfaat untuk kaum lapar.

Sambil memegang padi aku saat itu hanya berdoa kepada sang maha kuasa, "Ya Allah Tuhan yang maha memberkahi berkahilah rejeki kepada petani yang memberi makan untuk semua kaum baik yang lapar maupun kenyang. Ya Allah yang memberi nurani, berikanlah nurani kepada penguasa di negeri ini. Ya Allah Tuhan yang maha menghapus, hapuskanlah korupsi di negeri ini, negeri yang makmur aman sentosa, gemah ripah loh jinawi sehingga menjadi baldatun thoyyibatun warobbun ghofur. Ya Allah Tuhan yang maha mengabulkan doa, doa ini kupanjatkan kepada-Mu agar Engkau mengabulkan Ya Allah.

Setelah ku berdoa aku melanjutkan perjalanan menuju ke rumah untuk mandi dan beraktivitas. Satu hal yang jadi pelajaran bagi saya bahwa padi tidak tahu siapa yang akan memakannya....

Itu saja sekian....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun