“Di sini saya tidak akan membahas masalah agama, politik dan ranah hukum. Sosok tokoh baik yang sudah terkenal maupun belum namun layak kita jadikan sosok inspiratif. Siapapun yang penting ada nilai kebaikan dan memiliki bermanfaat bagi seluruh umat.” #NovyWriter
Semua orang tahu Gus Dur itu lahir dan besar dari lingkungan keluarga pesantren besar yang ada di Jombang Jawa Timur. Saya mengetahui tentang Gus Dur saat masih menimba ilmu sebentar saja di salah satu pesantren yang ada di Jombang. Teringat saat Beliau memberikan tausiyah atau pidato di salah satu universitas yang ada di Jombang, dalam hati bertanya, “Siapakah Gus Dur ini?” batinku bertanya-tanya. Hehehe….
Waduh pernah tinggal di pesantren tapi nggak tahu sosok keluarga Pesantren Tebu Ireng yaa… Ya, saya memang tidak pernah mengulas berita-berita yang berkaitan dengan parpol dan hukum-hukum perpolitikan sih. Walau Beliau tokoh ulama yang baik, tapi blogger yang namanya Novy E.R tidak pernah tertarik dunia perpolitikan, hukum-hukum. No Comment dech …
Boleh mencari pemimpin yang baik agamanya layaknya memilih pemimpin rumah tangga kita, alim (dari berbagai agama yang ada di Indonesia, asal bukan komunis aja yaa…). Namun bukan dari sosok kyai, pendeta, biksu.
Di dalam tulisan saya kali ini mengenai Gus Dur ada satu kekaguman saya. Ide ini sudah lama menancap di otak dan memori, namun baru kali ini saya ingin posting melalui akun komasiana saya. Ya, tepat di saat Indonesia lagi dihantam ujian pemilihan pemimpin daerah terutama di wilayah DKI. Permasalahan Ahok dan Al Maidah yang kian membuat saya eneg baca kiriman informasi di sosial media. Capek juga hidden post yang berkaitan dengan perpolitikan hingga adu domba, hina menghina, dan saling adu kebenaran soal agama dan keyakinan setiap individu lagi. Jadi makin ngeri dech.
Kembali ke tokoh yang bagi saya menginspiratif, sosok Gus Dur itu yang sangat menonjol itu ya sesuai dengan salah satu surah Al Kafirun tentang indahnya bertoleransi dalam beragama. Seperti diungkapkan dalam ayat keenam surah tersebut, “Untukmu agamamu, untukku agamaku.”
Kita tahu Indonesia hanya memiliki lima agama, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Berhubung sosok pesantren yang memiliki khas gaya berbahasa ini adalah sosok yang menghormati setiap pemeluk agama lain sesuai dengan keanekaragaman negara Indonesia yang berjiwa Pancasila dan demokratis, masuklah Khonghucu sebagai salah satu agama di Indonesia. “Indonesia bukan negara agama tapi negara beragama. Ada enam agama yang diakui di Indonesia jadi akui agama yang lain,” (kutipan Gus Dur ini semoga bukan hoax, karena sesuai dengan jiwa patriotisme Gus Dur yang menambah satu lagi agama di Indonesia).
Yuk… kita songsong masa depan Indonesia dengan penuh kedamaian dan cinta kasih kita berjiwa Pancasila yang mengetahui beragama perbedaan agama dan keyakinan di negara demokratis ini.(NV29)
Penulis,
Novita Rosyidah
Twitter @NovyWriter