Mohon tunggu...
Rivira Yuana
Rivira Yuana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wakil Rektor Bidang Transformasi Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN), Pengembang TIK

Wedha Wiyata Wira Sakti

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Transformasi Perguruan Tinggi, Program Microcredential dan Disrupsi Ketenagakerjaan

13 Maret 2024   07:50 Diperbarui: 13 Maret 2024   07:52 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ekosistem Perguruan Tinggi yang menunjang kompetensi pekerja industri ( dok. ISTN )

Ketiga, didukung asosiasi institusional yang terkemuka, Platform Coursera bermitra dengan universitas terbaik di dunia, yang bertanggung jawab untuk memproduksi semua konten pendidikan tinggi termasuk program sarjana dan pascasarjana.

Ilustrasi ekosistem Perguruan Tinggi yang menunjang kompetensi pekerja industri ( dok. ISTN )
Ilustrasi ekosistem Perguruan Tinggi yang menunjang kompetensi pekerja industri ( dok. ISTN )

Kebutuhan Pekerja

Microcredential program diploma hingga S1 terapan cocok untuk kebutuhan pekerja saat ini karena merupakan skema pendidikan jangka pendek secara daring yang dikombinasi dengan pendidikan diploma dan S1 terapan.

Beberapa paket skema pendidikan akan diakhiri dengan uji kompetensi.bagi peserta didik yang kompeten akan diberikan sertifikat kompetensi dari Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSP) yang relevan. Untuk unit kompetensi yang belum kompeten, peserta didik akan mengulang hanya untuk unit yang belum kompeten saja.Setelah peserta didik menyelesaikan seluruh paket skema pendidikan dan sertifikasi kompetensi, maka perguruan tinggi dapat melakukan proses konversi peserta didik menjadi mahasiswa program diploma atau S1 melalui mekanisme Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL).

Dunia sedang menghadapi masalah disrupsi ketenagakerjaan yang mulai menerjang kehidupan warga dunia, khususnya rakyat Indonesia. Teori disruptive innovation pertama kali diciptakan oleh Guru Besar di Harvard Business School, Profesor Clayton M. Christensen. Tertuang dalam bukunya The Innovator’s Dilemma yang terbit tahun 1997. Teori Disruptive Innovation menjelaskan fenomena dimana sebuah inovasi mengubah pasar atau sektor yang ada.


Inovasi disruptif adalah keniscayaan yang sulit dihindari tapi terbuka kemungkinan diatasi, bahkan dikalahkan dengan human spirit. Bagi kaum pekerja, langkah untuk menghadapi disrupsi yang boleh dibilang sering mengubur produk, usaha atau profesi pihak lain, yang pertama kali adalah merubah cara berpikir dan meneguhkan mental agility. Kalau perlu para pekerja mendisrupsi dirinya sendiri agar terbebas dari belenggu rutinitas. Mendisrupsi diri sendiri agar tidak miskin imajinasi, mampu meningkatkan kompetensi dan daya inovasi serta memiliki ruang kreativitas yang memadai. Namun semua itu membutuhkan peran perguruan tinggi yang bersinergi dengan organisasi pekerja dan perusahaan.

Gelombang disrupsi dan menyongsong Industri 4.0 harus diantisipasi dan dijadikan momentum untuk menata kompetensi dan meningkatkan skill bagi segenap anggota serikat pekerja. Juga bisa dijadikan momentum untuk merancang sistem remunerasi berbasis jenjang karir yang ideal. Menghadapi era tersebut bagi organisasi pekerja merupakan perjuangan yang tidak ringan. Perlu dikonkritkan kerjasama perguruan tinggi dengan serikat pekerja dan perusahaan untuk mentransformasikan kompetensi pekerja sehingga mampu adaptasi dengan era baru.

Ada jenis pekerjaan yang mulai terdirupsi dengan cepat, yakni sektor logistik. Misalnya, kendaraan logistik tanpa pengemudi yang kini mulai banyak diterapkan dalam industri. Kendaraan logistik berupa truk tanpa pengemudi telah diluncurkan lebih cepat. Teknologi robotika telah memperlihatkan trend dapat menggantikan pekerjaan pengemudi.Hal diatas terlihat pada sistem pengangkut usaha pertambangan seperti Rio Tinto sudah menggunakan truk tanpa pengemudi dengan kapasitas 240 ton untuk memindahkan bijih besi pada lokasi pertambangan di Australia.

Manajemen perusahaan mengoperasikan dan mengontrol truk raksasa itu dari pusat Kota Perth yang berjarak 1.200 kilometer. Operasional truk tersebut telah menghilangkan resiko kerja yang sangat tinggi di pertambangan dimana karyawan selalu mengalami kelelahan yang luar biasa. Setelah menghilangkan pengemudi perusahaan juga akan mengoperasikan kereta pengangkut tanpa awak dan robot pengebor dengan tujuan menggunakan mesin robot seluas mungkin di area pertambangan. Dan pada akhirnya sebagian besar rantai pemasok perusahaan ini dari tambang terbuka ke pelabuhan akan dikendalikan sepenuhnya dari kantor pusat mereka di Perth.

Meskipun tanpa pengemudi, namun operasional truk tersebut membutuhkan banyak teknisi ahli dan bagian perawatan. Teknisi peralatan navigasi, pneumatik dan hidrolik, kontrol sistem, sensor dan kalibrasi. Dengan demikian boleh dikatakan mati satu tumbuh seribu. Hilang satu profesi tetapi akan muncul puluhan jenis profesi baru di sektor pertambangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun