Mohon tunggu...
RiuhRendahCeritaPersahabatan
RiuhRendahCeritaPersahabatan Mohon Tunggu... Freelancer - A Story-Telling

Tidak ada cerita seriuh cerita persahabatan (dan percintaan)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menghadapi Pelaku Pelecehan Seksual Samar-samar

28 November 2022   13:56 Diperbarui: 30 November 2022   14:51 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pelecehan seksual. (Foto: Josephus Primus via kompas.com) 

Pernah berhadapan dengan peleceh seksual? Saya pernah. Tiga kali malah. Ketiga orang ini menjalankan aksinya dengan halus, sehingga tidak akan terdeteksi meski berada di keramaian.

Hanya orang atau korban yang menjadi sasaran pelecehanlah yang tahu dan merasa, orang kurang ajar ini sedang merendahkan kita/mereka.

Baiklah, saya akan kisahkan. Kebetulan semua kejadiannya di kendaraan umum.

Yang pertama, waktu saya naik Transjakarta. Saya lupa rutenya. Tapi saat itu penumpang cukup padat, hanya saja tidak berdesak-desakan. Seorang penumpang laki-laki masuk dan berdiri di depan saya. O ya, saya dapat tempat duduk.

Tidak berapa lama, lutut dia menyentuh lutut saya. Saya merasa risih, tapi saya diamkan. Saya berupaya agar posisi dia agak jauh dari saya. Jadi, saya memajukan kaki (sepatu) saya.

Tapi orang ini tetap bisa mengakses lutut saya, beberapa kali. Saya mulai marah dan menantang dia dengan menatap mukanya. Waktu itu saya belum tahu kalau ada 'larangan' menatap mata pelaku pelecehan seksual.

Upaya ini juga tidak berhasil membuat laki-laki ini menghentikan aksinya. Akhirnya saya meminta ke penumpang di sebelah saya untuk bertukar tempat duduk. Beliau seorang lelaki tua atau kakek-kakek. 

Syukurlah beliau mau, dan setelah itu posisi si peleceh berhadapan dengan bapak di sebelah saya. Saya masih ingat betapa marahnya saya waktu itu dan ingin segera menampar orang ini. Tapi entah kenapa, hal itu sulit sekali saya lakukan.

Sejurus kemudian, dia berjalan ke arah pintu dan turun di halte berikutnya.

***

Peristiwa kedua waktu saya naik bis antar kota. Seperti biasa, saya memilih tempat duduk di dekat jendela, sebelah kiri, dan di lajur bangku dua orang. Saya selalu berharap yang akan duduk di sebelah saya adalah penumpang perempuan.

Tapi kali ini yang datang penumpang laki-laki. Apa boleh buat deh. Saya jalani saja. Saya juga sedang mengantuk saat itu. Jadi, saya segera tidur sambil memeluk tas di depan perut saya.

Tak berapa lama, sikut kiri bapak ini menyentuh payudara kanan saya. Apakah tidak sengaja? Saya pun memperbaiki posisi duduk saya, menjauhkan badan kanan saya dari lengan si bapak. Keadaan aman untuk beberapa waktu.

Tapi tak lama, payudara saya disikut lagi. Apa-apaan ini, pikir saya? Masa tidak sengaja sampai dua kali?

Sebetulnya saya bisa memindahkan posisi tangan saya dari memeluk tas, ke samping saja untuk menutupi area lingkar dada. Tapi kok terasa janggal, karena itu berarti badan saya merapat habis ke badan di bapak.

Maka sebelum dia beraksi lagi, saya berdiri dan membentak dia, 'Minggir pak!!!'

Dia berdiri dan pindah duduk ke kursi di depannya.

Saya duduk kembali. Tapi emosi sudah naik-turun. Butuh waktu lama untuk mencerna apa yang terjadi. 

Dan, jujur saja, emosi yang spontan muncul adalah perasaan bersalah karena saya tidak bisa menjaga tubuh saya dengan baik, tidak berani melaporkan pelaku ke kondektur bus, dan perasaan-perasaan buruk lainnya.

Peristiwa atau kejadian ketiga Tuhan menolong saya dengan memberi hikmat cara menghadapi peleceh yang beraksi secara halus.

***

Peristiwa ketiga sewaktu saya naik KRL untuk rute yang lumayan  panjang. Perjalanannya memakan waktu sekitar dua jam. Ngomong-ngomong, kenapa tidak memilih gerbong wanita saja?

Duh, kalau yang ini selalu penuh dalam sekejap.

Singkat cerita, akhirnya saya dapat tempat duduk di dekat pintu. Saya menaruh tas besar saya di dekat kaki, bukan di atas. Sedikit merintangi jalan sih, tapi bobot tas itu kelewat berat kalau saya naikkan ke rak atas.

Kadang-kadang saya merasa kerepotan membawa tas setiap kali bepergian dengan kereta. Tp mau bagaimana lagi, tas itu (dan isinya tentu saja) saya perlukan.

Setelah kereta melewati dua stasiun, masuk penumpang laki-laki  yang mengambil posisi berdiri persis di depan saya. 

Saya agak terganggu dan heran karena di sekitarnya masih ada space untuk berdiri. Lebih menyebalkan lagi, dia berdiri sambil menggoyang-goyangkan badannya di sepanjang perjalanan.

Kita tahu bahwa beberapa orang sengaja bertindak tertentu untuk menarik perhatian. Tetapi orang di depan saya ini melakukan aksinya dengan sangat mengganggu. Saya masih mendiamkan karena tindakan itu masih dalam batas wajar. Bodo amatlah.

Tapi saya menjadi tidak 'bodo amat waktu sepatunya berkali-kali menyentuh kaki/sepatu saya. Jadi, sambil badannya maju mundur sambil berpegangan di atas (rak bagasi) seraya kakinya mepet-mepet itu, saya mulai ancang-ancang.

O ya, bisa saja ini ketidaksengajaan atau tidak bermaksud.

No, intuisi saya sudah merasakan hal yang tidak enak. Tas yang ada di dekat kaki saya sontak saya majukan dengan keras/kasar dan seketika menggeser posisi kaki dia. Lalu saya pelototi dia. Kepala saya mendongak tentu saja.

Kali ini saya jadi tahu kenapa kita tidak boleh menatap pelaku pelecehan (seksual). Ketika saya memelototi dia, dia melakukan hal yang sama kepada saya. Tapi yang ini lebih menyeramkan.

Cari Posisi CCTV dan Beri Kode kepada Operator

Oke, baiklah. Mari kita selesaikan dengan cara saya. Setelah sekian detik saya menantang dia, kepala saya kemudian mencari posisi cctv. Tindakan saya tentu saja dilihat olehnya. 

Cukup lama saya  memutar-mutar kepala untuk menemukan cctv. Ketika saya melihat ada kamera di sudut, saya memberi kode dengan memandang kamera cctv agak lama. Saya masih sungkan untuk melambaikan tangan ke arah kamera.

Lalu saya kembali ke posisi semula. Dan lihatlah apa yang terjadi. Ia kemudian berjalan ke arah pintu kereta. Betapa leganya hati saya. Saya tidak mempermalukan dia, hanya memberi efek jera.

Sejak itu, saya tak perlu lagi mengeluh kalau membawa tas kemana-mana. Benda itu berjasa menyingkirkan gangguan pada hari ini. Namun, demi keamanan sendi dan tulang-tulang saya, bobot tas harus di bawah batas keamanan kesehatan.

Tidak sampai lima menit, petugas datang ke arah posisi saya duduk. Mengecek-ngecek situasi. Menyusul kemudian, terdengar pengumuman supaya berhati-hati terhadap tindak kejahatan pelecehan seksual distel di pengeras suara. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun