Dengan demikian, sebenarnya antara akal dan wahyu saling melengkapi satu sama lain {complementary) dan sangat berguna bagi kehidupan manusia. Jadi, ilmu pengetahuan dan agama juga saling melengkapi dalam membangun suatu kehidupan yang baik{hayyah thayyibah) bagi manusia dan seluruh kehidupan.
Secara teoretis kebenaran yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dapat saja sama atau berbeda dengan yang dihasilkan oleh agama sebagaimana secara empiris telah terbukti dalam sejarah Konflik akan terjadi apabila pendekatan agama tidak dapat diterima oleh akal manusia sehingga tidak diterima pula oleh ilmu pengetahuan.Â
Konflik juga akan terjadi apabila ilmu pengetahuan mencoba untuk memasuki wilayah yang secara metodologis tidak dapat dicakup oleh ilmu pengetahuan.Â
Sejarah dialektika ilmu pengetahuan dan agama ini dengan mudah didapati dalam dunia Barat maupun Timur (Islam) sejak berabad-abad lalu dan berlanjut hingga kini Sejarah pula yang telah membuktikan bahwa antara keduanya tidak harus  terjadi konflik yang melahirkan dikotomisasi rigid antara ilmupengetahuan dan agama, tetapi saling mengisi satu sama lainnya.
Pada masa teaman/golden age (abad 7-13 M) di dunia Islam agama dan ilmu pengetahuan pernah menyatu dalam membentuk satu peradaban yang menakjubkan, serta saling menguat satu sama lain.Â
Selama kurun waktu tersebut paradaban Islam menyinari dunia, termasuk dunia Barat. Konsep integrasi agama dan ilmu pengetahuan inilah yang dalam masa sekarang dijadikan sebagai paradigm pengembangan ilmu pengetahuan yang Islami.