Mohon tunggu...
Rita Audriyanti
Rita Audriyanti Mohon Tunggu... Penulis - Ibu rumah tangga

Semoga tidak ada kata terlambat untuk menulis karena dengan menulis meninggalkan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Catatan Tercecer Mantan Mukimin Arab Saudi (19): Lampu Kematian

9 Januari 2014   09:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:00 1716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13892329481618054766

Sudah beberapa kali saya memperhatikan keindahan lampu yang bergantungan menghiasi halaman sebuah Apartemen atau jalan raya yang ditutup untuk kendaraan umum. Mula-mula terpikir, mungkin orang Filipina bkin pesta. Lampu dengan bohlam besar dan sangat terang disusun dengan kabel panjang. Untuk lima belas meter kabel terdiri dari kurang lebih dua puluh lima buah lampu. Untuk kebutuhan penerangan diperlukan lima buah kabel panjang yang dikaitkan dari satu sudut ke sudut lainnya yang dimulai dari tempat yang punya hajat. Sangat terang sekali. Di bawah lampu-lampu tersebut disusun kursi-kursi sebanyak lebih kurang lima puluh sampai seratus buah ke dalam empat sampai lima baris. Pemandangan ini terjadi berulang-ulang hingga akhirnya pahamlah saya bahwa lampu-lampu itu adalah “lampu kematian”.

Kalau di negeri sendiri jika ada orang yang meninggal, akan dikibarkan bendera kuning, tanda kematian. Dan rupanya di Jeddah ini lampu sebagai tanda kematian.

Prosesi Pengurusan Jenazah

Prosesi penyelenggaraan mengurus jenazah, sangat jauh berbeda dengan yang dilakukan di negeri kita. Ketika sesorang misalnya telah dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit, maka sang Almarhum sudah mendapatkan layanan dimadikan dan dikafankan. Dengan ini maka jenazah siap diberangkatkan ke pemakaman. Tanpa  ke rumah. Namun apabila ia meninggal di rumah, petugas khusus yang mengurus jenazah akan melakukan semua prosesi tanpa kehadiran banyak orang. Pada saat itu selah-olah ini "acara" privasi keluarga.

Di Saudi, lembaga atau yayasan yang mengurus soal permandian, pengafanan, hingga pemakaman, memberikan layanan gratis, termasuk kendaraannya. Lembaga ini biasanya milik dermawan Saudi yang kaya.

Bagaimana tradisi prosesi pemakaman cara Arab ini? Menurut kawan yang pernah mengantarkan pemakaman seorang teman kantornya yang meninggal dunia karena sakit. Setelah melewati prosedur dari Rumah Sakit dan mengurus segala administrasi, apalagi ia orang asing maka seluruh dokumen dan penelitian yang relevan sangat penting untuk memastikan identitas si mayit. Selanjutnya para pengantar jenazah menuju kuburan. Disana, liang lahat sudah disiapkan. Bentuknya sama dengan liang lahat di Indonesia tetapi lebih dalam, dibeton dan tentu saja udara di dalamnya menjadi lebih hangat atau panas, tergantung musim dan cuaca.

Jenazah yang telah dikubur selama 10 tahun, biasanya tulang belulangnya akan disingkirkan di lubang yang sama, lalu jenazah baru dimasukkan. Sistim tumpang tindih ini untuk mensiasati kurangnya lahan makam, sementara jumlah orang yang meninggal dunia, apa lagi di musim haji, sangat banyak. Lokasi pemakaman seperti di Mekah dan Madinah  hanya berlaku bagi warga Saudi dan mukimin legal. Yang ilegal akan dimakamkan di tempat lain, bukan di Baqi' atau Ma'la.

Setelah jenazah dimasukkan, maka liang lahat ditutup dengan tanah yang tidak terlalu menggunduk bahkan nyaris rata dengan tanah di sekitarnya. Hanya saja pembedanya ada dua buah batu yang di letakkan di bagian kepala dan kaki. Nisan pun tak ada sehingga tak akan pernah diketahui siapa penghuni kuburan tersebut.

Selama prosesi berlangsung, tidak terdengar berbagai lantunan salawat atau doa yang dipandu seseorang atau diucapkan beramai-rama secara keras. Semua hening. Termasuk ketika jenazah dimasukkan ke dalam liang lahat. Selesai dimakamkan, peziarahpun hanya berdoa masing-masing. Suasana seperti ini seperti sangat khusu' dan hening. Tiada jepretan kamera, tiada raung tangis dan tiada kehadiran perempuan. Semua diurus oleh laki-laki.

Ketika jenazah diusung ke areal pekuburan, apa lagi jika diberangkatkan dari Masjidil Haram, Mekah dan Madinah, jamaah banyak yang berebut untuk bergantian menandu keranda ketempat peristirahatan terakhir almarhum. Itu tanda simpati, menghormati dan kasih sayang kepada sesama muslim.

Sejatinya, mengurus pemakaman tidak dikenakan biaya. Namun akhir-akhir ini sudah mulai ada biaya ini itu yang-katanya- resmi. Bagi warga ilegal, biaya pemakaman bisa mencapai SR5000. Beruntung, selama mayat di pemakaman tersebut tidak kena gusur atau harus membayar uang tahunan pemakaian makam.

Sekedar informasi bahwa jika mukimin meninggal dunia, maka tata cara pengurusan dan pemakamannya mengikuti tata cara disini yang tak jauh beda dengan di Indonesia jika dia muslim. Kalau non-muslim mereka dikuburkan di kawasan khusus untuk non-muslim atau dibawa ke negerinya.

Banyak kaum muslimin, baik yang mukimin, apa lagi mereka yang sedang melaksanakan haji dan umroh, mengharapkan jika meninggal dimakamkan di salah satu kota suci. Tentu harapan ini tidak bertentangan dengan syariah. Mereka yang wafat di kota suci Makkah al Mukaromah akan mendapat ‘keberuntungan’ karena akan disholatkan di Masjidil Haram dengan jumlah jamaah sholat yang luar biasa banyaknya. Begitu juga di Masjid Nabawi. Selanjutnya mereka akan di makamkan di Ma’la. Sementara mereka yang wafat di Madinah, bisa dimakamkan di Baki’, yang letaknya bersebelahan dengan Masjid Nabawi. Dikuburkan disini artinya, mereka berada dengan kawasan yang sama denga para sahabat, keluarga Nabi SAW dan syuhada.

Memulangkan jenazah ke luar Saudi memang agak repot prosedurnya. Setelah melewati proses kelengkapan administrasi, barang yang ditinggalkan dan uang/gaji yang masih tersangkut pada majikan atau kantor, maka mayat harus melewati proses visum dan otopsi, jika diperlukan untuk memenuhi pembuktian yang berkaitan dengan suatu kematian yang tidak wajar, dari Rumah Sakit.  Jika memungkinkan bisa dipulangkan maka izin akan dikeluarkan oleh pemerintah Saudi. Jika tidak maka jenazah akan di makamkan di Saudi dengan tetap memberikan informasi kepada perwakilan dan izin ahli waris.

Masa Berkabung

Menjelang Maghrib, lampu bergantung seperti yang saya sebutkan di atas dinyalakan, kursi-kursi sudah terpasang, maka  para pelayat mulai berdatangan. Tamu laki-laki duduk di halaman bersama keluarga duka yang laki-laki, sedangkan tamu perempuan masuk ke dalam rumah menemui keluarga perempuan. Jadi tetap terpisah antara laki-laki dan perempuan.

Pakaian duka yang digunakan adalah Thoub bagi laki-laki dan Abaya hitam polos serta tanpa make-up secuil pun bagi perempuan. Pada umumnya , pelayat perempuan memakai cadar. Selama masa Ta'ziyah tersebut, tamu dihidangkan Gahwa dan korma serta air mineral. Biasanya percakapan seputar perihal kematian si almarhum dan hal-hal yang dikenang keluarga saat hidupnya. Tidak nampak karangan bunga duka di rumah duka. Acara berakhir tidak terlalu malam. Lampu-lampupun dimatikan dan kursi-kursi kembali dirapikan. Para pelayatkan juga kembali ke rumah masing-masing. Seketika suasana lengang kembali seolah-olah tidak terjadi apa-apa.  Keesokan harinya begitu lagi sampai hari ketiga. Masa berkabung tiga hari ini disebut Izza.

Bersambung

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun