Mohon tunggu...
SRDm Rita Hanafie
SRDm Rita Hanafie Mohon Tunggu... Dosen -

Dosen FP UWG

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Semanggi Suroboyo

9 Juli 2016   09:32 Diperbarui: 9 Juli 2016   16:22 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semanggi Suroboyo.......

Namanya begitu terkenal, tetapi saat ini sudah tidak banyak yang kenal kuliner khas Kota Buaya ini kecuali orang-orang seumuran saya, sekitar lima puluhan. Anak-anak muda sudah banyak yang tidak tertarik dengan kuliner ini, apalagi anak-anak kecil.

Semanggi adalah tumbuhan kelompok paku air dengan nama ilmiah Marsilea drummondii L.Bentuk daunnya yang seperti klover terdri dari empat anak daun yang saling berhadapan. Dulu banyak tumbuh dan mudah ditemukan di pematang sawah atau di saluran irigasi, akan tetapi kini sudah banyak dibudidayakan orang, meskipun hanya di beberapa tempat tertentu saja.

Lebaran hari pertama di Surabaya, saya sempat menikmati kuliner ini bersama keluarga, tetapi sekali lagi, hanya kelompok kami seumuranlah yang mau.

“Semanggi.....??. Apa itu? Ndak ah!” begitu rata-rata jawaban anak-anak manakala ditawari kuliner tradisional ini. Mereka lebih memilih menu ketupat yang sudah terhidang di meja makan.

Semanggi atau ada yang menyebutnya dengan pecel semanggi adalah kuliner khas Surabaya yang disajikan dalam pincuk daun pisang. Saat ini karena harga daun pisang relatif mahal, bagian terluar pincuk sudah dilapisi dengan koran, untuk menghemat pengeluaran agar harga Semanggi tidak harus dinaikkan lagi. Terdiri dari rebusan daun semanggi dan tauge yang disiram dengan “sambel pecel” yang bahan bakunya didominasi oleh ketela rambat. Dulu.... waktu saya masih kecil, tidak begitu tertarik dengan kuliner ini karena “kuahnya” yang “mbleketrek”. Menurut saya, begitu kuah disiramkan, semanggi harus segera dinikmati, karena kalau tidak, kesan”mbleketrek” tadi akan terlihat oleh mata dan terasa oleh lidah. Rasa manis pedas adalah rasa khas bumbu semanggi. Kuliner ini disajikan lengkap dengan kerupuk puli (kerupuk yang terbuat dari beras) dengan ukuran yang cukup besar. Seringkali bahkan, kerupuk ini berfungsi ganda sebagai sendok atau “suru”. Istilah apa dan darimana ini ya....?

Sempat berbincang sejenak dengan mbah Sulamah, penjual semanggi. Tiga puluh tahun beliau menjajakan makanan ini. Saat ini tidak setiap hari beliau bisa berjualan karena sudah ada tugas baru yaitu “momong cucu”. Sudah hampir dua tahun belakangan ini, hanya Hari Sabtu dan Minggulah beliau bisa berjualan lagi karena dua hari itulah anaknya libur bekerja, artinya sang cucu ada yang menjaga. Karena sudah begitu lamanya bekerja, rasanya ndak enak hanya duduk manis di rumah, begitu kilahnya.

Tinggal di daerah Benowo, daerah perbatasan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik, ber-12 orang beliau berangkat dari rumah. Semuanya penjaja semanggi. Dan semuanya ibu-ibu seumuran mbah Sulamah. Jam 09.00 pagi para pahlawan kuliner ini berangkat, turun di “wilayah masing-masing”, dan sekitar jam 15.00 an rata-rata mereka kembali ke rumah, sendiri-sendiri.

semanggi-5780c2495eafbd991218ab89.jpg
semanggi-5780c2495eafbd991218ab89.jpg
Karena tidak pernah melihat jenis sayuran ini dijual di pasar tradisional, sempat saya bertanya, dimana mencari bahan baku untuk kuliner ini.

“Sakniki pun kathah ingkang nanem piyambak. Lek kula badhe sadeyan, kantun pesen mawon, sonten nganten pun wonten sing ngeteri. Mboten dadak pados piyambak kados riyin. (Sekarang sudah banyak yang membudidayakan. Kalau saya besok berjualan, tinggal pesan saja, sore hari sudah ada yang kirim ke rumah. Tidak harus mencari sendiri seperti jaman dulu)”, begitu ceritanya.

Sempat pula saya tanya, apa dua anaknya tidak ada yang tergerak untuk meneruskan usaha ibunya. Jawabnya, tidak. Dua anaknya bekerja di kantor. Sebenarnya sang nenek sudah dilarang lagi berjualan, mengingat “wilayah kerjanya” yang cukup jauh dari rumah, Benowo-Rungkut. Tetapi pekerjaan yang sudah ditekuni sejak 30 tahun yang lalu ini masih sangat menarik bagi mBah Sulamah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun