Oleh: Riswan Firmansyah
Ketika video Kepala SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, menegur dan menampar seorang siswa yang kedapatan merokok beredar luas di media sosial, publik langsung terbelah dua.
Sebagian mengecam keras, menyebutnya sebagai bentuk kekerasan terhadap anak. Namun, sebagian lagi justru membela, menyebut tindakan sang kepala sekolah sebagai bentuk ketegasan yang kini justru dihukum.
Pemerintah Provinsi Banten pun menonaktifkan kepala sekolah itu demi menjaga kondusivitas dan menunggu hasil pemeriksaan.
(Detik.com, "Fakta-Fakta Kepala SMAN 1 Cimarga Tampar Siswa Gegara Ketahuan Merokok", 3 Oktober 2025.)
Disiplin atau Kekerasan?
Dilema ini sebenarnya bukan hal baru dalam dunia pendidikan.
Di satu sisi, kepala sekolah memiliki kewajiban moral dan administratif untuk menjaga tata tertib sekolah. Merokok di area sekolah jelas melanggar aturan --- sebagaimana diakui Dinas Pendidikan dalam Republika.co.id, "Kepsek Tampar Murid karena Ngerokok, Kadisdikbud Banten: Siswa Merokok di Sekolah Melanggar Aturan."
Namun di sisi lain, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 76C dengan tegas melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak. Artinya, teguran keras atau tamparan, sekalipun dimaksudkan sebagai pembinaan, tetap bisa diproses hukum bila memenuhi unsur kekerasan fisik.
Ketika Niat Baik Tak Cukup
Kisah ini menjadi semakin kompleks ketika ratusan siswa melakukan aksi mogok sekolah untuk membela kepala sekolah mereka.
Sebagaimana diberitakan Detik.com dalam artikel "630 Siswa SMAN 1 Cimarga Mogok Sekolah Imbas Kepsek Tampar Murid Merokok", para siswa menilai kepala sekolah mereka tegas namun adil.
Fenomena ini menunjukkan ada krisis persepsi publik tentang batas antara mendidik dan menganiaya.
Dalam laporan Liputan6.com berjudul "Mengurai Masalah Kepala Sekolah Tampar Murid Ketahuan Merokok hingga Bikin Ratusan Siswa Mogok Belajar", pemerintah daerah menegaskan bahwa penonaktifan dilakukan untuk menenangkan situasi, bukan bentuk penghukuman akhir.
Namun di mata masyarakat, banyak yang terlanjur menganggapnya sebagai sanksi langsung atas "ketegasan" kepala sekolah.
Pelajaran untuk Dunia Pendidikan
Menurut para pakar yang dikutip MPN Indonesia dalam artikel "Akademisi Soroti Kasus Kepsek yang Tampar Murid Merokok: Jangan Buru-buru Kriminalisasi Guru," pendidik seharusnya dilindungi selama tindakannya proporsional dan bertujuan mendidik.
Penegakan disiplin tanpa perlindungan hukum bisa membuat para guru dan kepala sekolah kehilangan wibawa serta enggan menegur kesalahan siswa.
Namun tentu saja, perlindungan bukan berarti pembenaran atas kekerasan. Seperti ditegaskan oleh KPAI melalui laporan Detik.com, sanksi terhadap kepala sekolah harus proporsional, dan pihak sekolah sebaiknya melibatkan orang tua serta pendekatan pembinaan, bukan hukuman fisik.
Refleksi: Antara Tangan dan Teladan
Kasus SMAN 1 Cimarga ini menjadi cermin bahwa pendidikan kini berjalan di atas garis tipis antara kewibawaan dan pelanggaran hukum.
Kepala sekolah, yang seharusnya menjadi figur panutan, kini mudah diseret opini publik hanya karena satu video yang viral.
Di sinilah pentingnya pendekatan restoratif di sekolah --- bukan hanya menghukum, tapi memulihkan hubungan, menjaga marwah pendidik, sekaligus melindungi hak anak.
Tempo.co dalam laporannya "Penyebab Kepala SMAN 1 Cimarga Dinonaktifkan" menulis bahwa keputusan dinas hanyalah langkah administratif sementara. Namun di dunia digital, persepsi publik sering lebih cepat daripada proses hukum.
Penutup: Disiplin Tak Boleh Mati
Menegakkan disiplin adalah bagian dari pendidikan karakter. Tetapi cara menegakkannya harus sejalan dengan akal sehat dan nilai kemanusiaan.
Kepala sekolah bukan algojo, tetapi pembimbing moral.
Jika setiap tindakan tegas langsung diartikan sebagai kekerasan, maka dunia pendidikan akan kehilangan wibawa, dan siswa kehilangan arah moral.
Kita perlu menata ulang paradigma: bukan mematikan ketegasan, tapi menuntun agar ketegasan dijalankan dengan bijak dan beradab.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI