Mohon tunggu...
Risman Aceh
Risman Aceh Mohon Tunggu... profesional -

Anak Pantai Barat Selatan Aceh. @atjeh01

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Otak Dengkul"

20 Mei 2010   08:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:05 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_145656" align="alignleft" width="224" caption="Sumber: img511.imageshack.us"][/caption] Dari sebuah artikel saya membaca bahwa ilmuan di Jerman berhasil mencipta robot yang berjalan lebih cepat dari robot-robot biasa melalui penerapan "Otak Dengkul." Sebagai pembaca biasa saya tidak ingin mencari tahu lebih jauh sebagaimana layaknya ilmuan. Saya terima saja informasi itu dengan senyum dan jika pun kemudian informasi itu tidak benar saya akan menempatkannya sebagai sebuah informasi hiburan. Di lain waktu saya membaca kisah biasa yang kemudian mengubah kebiasaan. Sederhana saja, seseorang yang sudah lapar berdasarkan indikator bunyi perut memilih membesarkan api kompor gas dengan logika mie cepat masak. Tapi apa yang terjadi, mie memang cepat masak tapi sayangnya sudah jadi mie bubur. Saya bertanya dalam hati, apakah penerapan pendekatan "otak dengkul" juga berlaku pada seseorang yang menghasilkan mie bubur? Entahlah. Pastinya, kejadian mie bubur telah merangsang otak kepalanya berkerja yang kemudian menghasilkan sebuah kesimpulan bijak yang bisa dibaca dari tulisannya: "Belajar dari kejadian tersebut, lalu tersirat didalam benak Saya, bahwa didalam menjalani hal apapun didunia ini, kita harus sabar dalam menjalani prosesnya, hal apapun??? Ya Apapun!!." Beratnya beban hidup memang semakin begitu terasa. Ada banyak sekali fakta yang bisa kita hadirkan untuk menguatkan kesimpulan bahwa hidup memang begitu berat saat ini. Karena itu dibutuhkan solusi cepat sehingga penderitaan bisa segera berakhir. Sayangnya, keluhan terkait beban hidup atau apapun bukan hanya tersuarakan saat ini saja. Sejak dunia dihuni oleh manusia keluhan yang sama sudah terjadi dan ragam tuntutan  percepatan pun disuarakan, diteriakkan, dan diformulasikan dengan berbagai bentuk hingga kebentuk paling ekstrem, yang kini disebut zaman serba instan. Masih dengan pertanyaan yang sama, apakah ragam percepatan yang berhasil kita saksikan saat sekarang ini ada kaitannya dengan pendekatan "Otak Dengkul"? Tentu tidak ada yang mau menjawab bahwa ragam hasil kemajuan itu hasil dari kerja "Otak Dengkul." Teman saya yang kerap bersentuhan dengan teori-teori langsung membantah dan mengatakan "Ada banyak bukti ilmiah yang bisa disodorkan bahwa semua kemajuan yang dimiliki oleh manusia sekarang ini adalah hasil peras otak kepala manusia." Sebagai pembaca biasa saya lagi-lagi terdiam dan tidak bisa membantah. Karena itu saya lebih banyak diam dan secara pelan-pelan mendekat pada kesimpulan terkait insiden mie bubur tadi. Kali ini saya ingin membuat catatan: "kecepatan yang mengabaikan proses hanya akan berakhir merusak." Setelah usai mencatat saya mendengar berita-berita seputar kerusakan alam. Saya tidak tahu apa ini ada kaitannya dengan pendekatan "jalan cepat" yang banyak dipilih manusia selama ini? Kalau ada, apakah ada kaitannya dengan "Otak Dengkul?" Ahhh...sayangnya saya tidak bisa menjawab. Selintas menyesal juga mengapa dulu tidak suka pelajaran yang ada kaitannya dengan teori-teori fisika, kimia, dan matematika. Tapi sudahlah, saya tidak mau menghukum masa lalu karena terlalu mahal harganya untuk menghasilkan sebuah teknologi yang bisa memutar jarum waktu. Saya lebih bagus memetik pelajaran sebagaimana pemasak mie instan yang akhirnya malah menjadi bubur. Lebih bagus saya sekarang fokus pada penyembuhan diri agar lebih cepat bisa aktif lagi. Nah ini dia, saya membeli ragam obat hasil ramuan dari penerapan teori dengan harapan cepat sembuh. Tapi apa yang terjadi, kesalahan sedikit saja membuat saya tambah banyak sakit. Diare menyerang dan saya pun terkulai lemas. Pingin lebih cepat malah menjadi kacau. Begitu catatan saya tanpa berani menambahkan pertanyaan "apakah saya juga telah memakai pendekatan otak dengkul?" Hihihihi...jadi malu sendiri jika memang benar adanya. Sesekali, saya mencoba meraba dengkul dan sesekali pula mengelus kepala. Saya hanya ingin memastikan bahwa kepala masih ada. Selebihnya, dengan isi kepala saya ingin memaksimalkan hati dan menjadikannya sahabat menembuh Jalan Sabar yang semakin dipercaya sebagai Jalan Keselamatan....halaghhh Saleum Kompasiana Semoga Bermanfaat Rismanaceh

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun