Cerpen ini juga menggambarkan dengan tepat bagaimana gosip berfungsi sebagai alat kontrol sosial di masyarakat. Kutipan "Kampungku yang punya kegemaran berceloteh seperti mendapat jalan buat berkata seenaknya" menunjukkan bagaimana budaya lisan menjadi instrumen pengawasan dan pengendalian perilaku. Hal ini sangat nyata dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya di daerah pedesaan di mana hubungan sosial masih sangat kental.
Kekuatan cerpen ini terletak pada pengungkapan alasan sebenarnya di balik sikap Haji Bakir. Ketika terungkap bahwa "Ayahku memang tidak suka listrik. Beliau punya keyakinan hidup dengan listrik akan mengundang kemborosan cahaya. Apabila cahaya dihabiskan semasa hidupnya maka ayahku khawatir tidak ada lagi cahaya bagi beliau di dalam kubur", pembaca dan masyarakat dalam cerita tersebut menyadari betapa dangkalnya penilaian mereka. Ironi ini menjadi kritik tajam terhadap kecenderungan masyarakat untuk menghakimi tanpa berusaha memahami motivasi sebenarnya.
Â
Evaluasi-Penilaian
Dari perspektif pendekatan mimetik, cerpen "Rumah Yang Terang" berhasil menjadi cermin yang akurat bagi realitas sosial masyarakat Indonesia. Ahmad Tohari dengan piawai menggambarkan fenomena tekanan sosial yang sering dialami individu yang memilih untuk berbeda dari mayoritas. Karya ini tidak sekadar menceritakan konflik personal, tetapi merepresentasikan pola-pola sosial yang dapat ditemui dalam kehidupan nyata.
Kekuatan utama cerpen ini terletak pada kemampuannya menampilkan kompleksitas hubungan sosial tanpa memberikan penilaian yang hitam-putih. Tokoh Haji Bakir digambarkan bukan sebagai korban yang sempurna, melainkan sebagai individu dengan keyakinan yang berbeda namun tetap memiliki kedalaman spiritual. Sementara itu, masyarakat juga tidak digambarkan sebagai antagonis murni, melainkan sebagai kelompok yang terjebak dalam pola pikir konvensional.
Aspek psikologis dalam cerpen ini juga sangat kuat, terutama dalam penggambaran konflik internal sang anak yang tersandung antara loyalitas kepada ayah dan keinginan untuk diterima masyarakat. Hal ini mencerminkan realitas banyak individu dalam masyarakat yang mengalami dilema serupa ketika nilai-nilai keluarga bertentangan dengan ekspektasi sosial.
Cerpen ini juga berhasil mengkritik fenomena modernisasi yang tidak selalu membawa kebaikan. Simbol listrik dalam cerita bukan hanya representasi kemajuan teknologi, tetapi juga metafora bagi tekanan sosial untuk mengikuti arus modernisasi tanpa mempertimbangkan nilai-nilai individual atau spiritual yang mungkin bertentangan dengannya.
Secara keseluruhan, "Rumah Yang Terang" adalah karya yang berhasil memenuhi fungsi sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Melalui narasi yang sederhana namun memiliki makna mendalam, Ahmad Tohari berhasil mengangkat isu-isu sosial yang relevan dan universal, menjadikan cerpen ini tidak hanya sebagai hiburan tetapi juga sebagai refleksi kritis terhadap dinamika sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI