Mohon tunggu...
Risma Indah L
Risma Indah L Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan penikmat hobi

Menulis mencoba menginspirasi Mendidik mencoba memberdayakan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengamalan Pancasila, Wujud Aksi Nyata Nasionalisme

30 November 2019   07:01 Diperbarui: 30 November 2019   20:14 2042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : pixabay.com

Pertanyaan saya seberapakah kita yang merasa nasionalis sudah melakukan itu? Ukurannya tak sulit hanya Pancasila. Ideologi bangsa

Jangan terjebak nasionalisme semu

Banyak orang mengartikan nasionalisme sebagai sekedar seremoni yang membangkitkan rasa. 

Kita menghias kampung dengan ratusan bendera merah putih saat tujuh belasan. Upacara bendera diselenggarakan pada hari-hari nasional untuk membangkitkan rasa  nasionalisme. Kita memperingati jasa pahlawan dengan mendirikan monumen dan  tabur bunga. Siswa dan guru menyanyikan lagu Indonesia Raya  3 stanza setiap hari di sekolah-sekolah. 

Semuanya itu sangat baik dan dapat membangkitkan rasa nasionalisme. Tetapi tentunya tidak berhenti di situ tanpa perbuatan nyatà.

Lebih-lebih kalau nasionalisme diartikan sebagai garis darah keturunan. Apakah ber etnis pribumi atau tidak. Semakin jadi salah kaprah. 

Seperti "korslet" nya pikiran orang-orang yang menanggapi kata-kata Agnez Monica sebagai bentuk tidak nasionalis. Hanya karena ia mengatakan bahwa ia  tidak berdarah Indonesia, melainkan berdarah campuran bangsa ini dan itu. 

Hadeuh....kok ya masih ada saja orang yang sesempit itu berpikir mengartikan nasionalisme. Ditengah dunia yang semakin meng-global ini. Apakah kita yakin dengan definisi pribumi?

Kembali ke Pancasila

Nasionalisme menurut para ahli  diartikan dalam beragam pengertian, berwujud dalam berbagai bentuk. 

Bagi saya nasionalisme adalah rasa cinta kepada bangsa, negara serta rakyatnya. Dilanjutkan dengan aksi nyata untuk mewujudkan kecintaan itu. Karena nasionalisme tidak berhenti pada sekedar rasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun