Mohon tunggu...
Riski
Riski Mohon Tunggu... Berusaha belajar untuk menjadi pelajar yang mengerti arti belajar

Ada apa dengan berpikir?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mahiyah (Ma'qulat Awwali) dalam Filsafat Islam

20 Mei 2025   21:11 Diperbarui: 20 Mei 2025   21:14 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/12pSR

Dalam tradisi filsafat Islam, konsep Mahiyah () merupakan salah satu pembahasan fundamental yang berkaitan dengan esensi atau hakikat sesuatu. Secara etimologis, kata Mahiyah berasal dari frasa Arab "m huwa" (apa itu?) yang kemudian menjadi istilah teknis untuk menjelaskan esensi atau hakikat dari segala sesuatu. Mahiyah dalam filsafat Islam sering dibahas dalam konteks ma'qulat awwali (konsep-konsep primer) yang merupakan dasar pemahaman metafisika.

Ma'qulat awwali ( ) secara sederhana dapat didefinisikan sebagai tahap berkumpulnya makna sesuatu yang ada di alam luar menjadi konsep universal dalam pikiran. Istilah al-ma'qlt merupakan bentuk jamak dari kata al-ma'ql yang bermakna "sesuatu yang dirasionalkan atau dicerna oleh akal". Sedangkan al-awwaliyyah berasal dari kata al-awwal yang bermakna "awal" atau "pertama", mengindikasikan bahwa ini adalah tahap rasionalisasi pertama yang terjadi setelah panca indera mengamati objek di alam luar.Ketika kita mengamati berbagai objek partikular di dunia nyata, seperti berbagai jenis pohon (pohon kurma, pohon mangga, pohon asam), akal kita kemudian membentuk konsep universal "pohon" yang mencakup semua jenis pohon tersebut. Proses terbentuknya konsep universal ini dari hasil pengamatan terhadap banyak objek partikular disebut dengan al-ma'qlt al-awwaliyyah. Dalam konteks ini, Mahiyah adalah esensi yang ditangkap oleh akal dalam proses ma'qulat awwali tersebut.

Hukum-hukum Mahiyah

Dalam filsafat Islam, Mahiyah memiliki beberapa hukum atau karakteristik yang penting untuk dipahami:

1.Mahiyah berbeda dari Wujud (eksistensi): Para filsuf Islam, terutama setelah Ibnu Sina, membedakan antara Mahiyah (esensi) dan Wujud (eksistensi). Mahiyah adalah "apa sesuatu itu" sedangkan Wujud adalah "bahwa sesuatu itu ada". Dalam pemikiran filsafat Islam, perbedaan antara keduanya menjadi pembahasan penting dalam metafisika.

2.Mahiyah tidak mengindividuasi sesuatu: Mahiyah tidaklah mengindividuasi sesuatu, melainkan ia dapat menjadi batasan (pembeda) sesuatu. Implikasinya adalah Mahiyah ini menjadi konsep universal yang dapat diterapkan pada banyak individu, bukan pada individu tertentu saja.

3.Mahiyah bersifat universal (kulliy): Mahiyah selalu bersifat universal (kulliy) karena ia merupakan konsep yang dapat diterapkan pada banyak individu. Misalnya, Mahiyah "manusia" sebagai "hewan yang berakal" (al-haiwn al-nthiq) dapat diterapkan pada semua individu manusia.

4.Mahiyah menjadi objek ilmu: Di bagian ma'qulat awwali, tabiat dari segala objek yang ada di alam semesta bisa diketahui, seperti apakah dia merupakan substansi atau aksiden. Di bagian ini juga kita bisa mengetahui esensi (mhiyyah) dari sesuatu, apa adanya. Oleh karena itu, Mahiyah menjadi objek dari ilmu maqlt.

5.Mahiyah tidak ada di alam luar secara terpisah: Mahiyah sebagai konsep universal tidak ada di alam luar secara terpisah dari individu-individu yang memilikinya. Yang ada di alam luar hanyalah individu-individu partikular (al-juz'iyyat).

Macam-macam Mahiyah

Dalam tradisi filsafat Islam, Mahiyah dapat dibedakan menjadi beberapa macam:

1.Mahiyah Basitah (Esensi Sederhana): Ini adalah esensi yang tidak dapat dianalisis lebih lanjut menjadi komponen-komponen yang lebih mendasar. Contohnya adalah konsep "wujud" (eksistensi) itu sendiri.

2.Mahiyah Murakkabah (Esensi Kompleks): Ini adalah esensi yang dapat dianalisis menjadi komponen-komponen yang lebih mendasar. Contohnya adalah konsep "manusia" yang dapat dianalisis menjadi "hewan" dan "berakal".

3.Mahiyah bi Syart Syay' (Esensi dengan Syarat Sesuatu): Ini adalah esensi yang dipertimbangkan dengan syarat tambahan tertentu. Misalnya, ketika kita mempertimbangkan "manusia" dengan syarat tambahan seperti "berilmu".

4.Mahiyah bi Syart La (Esensi dengan Syarat Tidak): Ini adalah esensi yang dipertimbangkan dengan syarat tidak adanya sesuatu. Misalnya, ketika kita mempertimbangkan "manusia" dengan syarat tidak memiliki pengetahuan tertentu.

5.Mahiyah La bi Syart (Esensi Tanpa Syarat): Ini adalah esensi yang dipertimbangkan tanpa syarat apapun, baik positif maupun negatif. Ini adalah konsep esensi dalam bentuknya yang paling murni.

Dalam konteks ma'qulat (konsep-konsep rasional), Mahiyah juga terkait dengan pembagian ma'qulat menjadi dua kategori utama:

1.Ma'qulat Awwali (Konsep Primer): Ini adalah konsep-konsep yang terbentuk langsung dari pengamatan terhadap realitas eksternal. Mahiyah dalam pengertian dasarnya termasuk dalam kategori ini. Contohnya adalah konsep "manusia", "pohon", atau "batu" yang terbentuk dari pengamatan terhadap individu-individu manusia, pohon, atau batu di dunia nyata.

2.Ma'qulat Tsanawi (Konsep Sekunder): Ini adalah konsep-konsep yang terbentuk dari refleksi terhadap konsep-konsep primer. Ma'qulat tsanawi ini terbagi lagi menjadi dua:

a. Ma'qulat Tsanawi al-Manthiqiyyah: Konsep-konsep sekunder yang menggunakan istilah dalam ilmu logika (mantiq), seperti "kulliy" (universal), "juz'iy" (partikular), "jins" (genus), "fasl" (differentia), "nau'" (spesies), dan sebagainya.

b. Ma'qulat Tsanawi al-Falsafiyyah: Konsep-konsep sekunder yang menggunakan istilah dalam filsafat, seperti "dharuriy" (niscaya), "imkan" (kontingen), "wajib" (wajib), "wahdah" (kesatuan), "katsrah" (keberagaman), dan sebagainya.

Penting untuk dicatat bahwa ma'qulat awwali (termasuk Mahiyah) adalah konsep-konsep yang terbentuk langsung dari pengamatan terhadap realitas eksternal, sedangkan ma'qulat tsanawi adalah konsep-konsep yang terbentuk dari refleksi terhadap konsep-konsep primer tersebut. Dalam konteks ini, Mahiyah menjadi dasar bagi pembentukan konsep-konsep sekunder dalam filsafat Islam.

Kesimpulan

Mahiyah (ma'qulat awwali) dalam filsafat Islam merupakan konsep fundamental yang berkaitan dengan esensi atau hakikat sesuatu. Ia merupakan hasil dari proses rasionalisasi pertama yang terjadi setelah pancaindera mengamati objek-objek partikular di dunia nyata. Mahiyah memiliki beberapa hukum atau karakteristik penting, seperti perbedaannya dari Wujud, sifatnya yang universal, dan posisinya sebagai objek ilmu. Mahiyah juga dapat dibedakan menjadi beberapa macam, seperti Mahiyah basitah, Mahiyah murakkabah, dan lain-lain.

Pemahaman tentang Mahiyah dan ma'qulat awwali ini menjadi dasar penting dalam epistemologi dan metafisika Islam, serta menjadi landasan bagi pembentukan konsep-konsep sekunder (ma'qulat tsanawi) dalam tradisi filsafat Islam. Dengan memahami konsep Mahiyah ini, kita dapat lebih memahami bagaimana filsafat Islam memandang realitas dan bagaimana pengetahuan tentang realitas tersebut terbentuk dalam pikiran manusia.

Referensi

1. Muhammad Said Anwar. (2023, Oktober 5). Apa itu Al-Ma'qulat Al-Awwaliyyah dan Al-Ma'qulat Al-Tsaniyyah? Ruang Intelektual. https://www.ruangintelektual.com/filsafat/apa-itu-al-maqulat-al-awwaliyyah-dan-al-maqulat-al-tsaniyyah/ 

2. Indonesia Onesearch. Mahiyah dan Maqulat. https://onesearch.id/Record/IOS3519.1/TOC 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun