"Nay ...nayaaa" suara diseberang terdengar tercekat.
"Tante kenapa? Rega sudah sampai di rumah kan tante?"
"Naya sama siapa di rumah?"
"Ibu sama ayah ada semua sama Naya, tante."
"Naya ke sini ya nak. Tapi jangan sendiri. Minta ayah untuk antar ya. Disini hujan deras. Hati-hati saja ya, sayang."
"Ke rumah tante? Ada apa tante?"
"Ke rumah sakit sayang. Ke sini saja, nanti tante jelaskan di sini. Tante bisa bicara pada Ayahmu sayang?"
Saat itu dengan seketika semua pikiran negatif muncul dalam pikiranku. Kudapati ponselku sudah kuserahkan pada Ayah yang sedang duduk di sofa dengan kegiatan malamnya. Aku berdiri meninggalkan Ayah dan bergegas ke kamar,berganti pakaian, mengambil tas selempang yang isinya belum sempat terbongkar.
20 menit kemudian aku sudah melihat pemandangan yang belum genap satu jam masih terekam baik di ingatan. Bagian belakang dari jaket parasut hitam yang sangat aku kenal tergeletak di kursi kayu di seberang ranjang. Masih ada bekas bulir hujan yang belum terserap.Â
Dan disanalah dia. Terbaring kaku di atas ranjang di hadapan mataku dan orang-orang yang begitu kami sayang.
Air mataku langsung mengalir deras seperti hujan di luar sana. Berbaur dengan tetesan bekas hujan yang menghantamku saat perjalanan bersama Ayah menuju tempat tujuan yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.