Mohon tunggu...
Riska Amalia
Riska Amalia Mohon Tunggu... mahasiswa

menonton film

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pentingnya Belajar Retorika Bagi Calon Guru Profesional

11 Oktober 2025   12:55 Diperbarui: 11 Oktober 2025   13:00 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Halo teman-teman, saya Riska Amalia, Apakah belajar retorika sangat penting bagi seorang calon guru? Nah,pada kali ini saya akan membahas tersebut. Dalam dunia pendidikan yang semakin dinamis, profesi guru bukan hanya sekadar penyampai pengetahuan, tetapi juga seorang fasilitator yang mampu memengaruhi pikiran dan hati siswa. Di sinilah peran retorika menjadi krusial. Retorika, sebagai seni berbicara dan menulis yang efektif serta persuasif, telah dikenal sejak zaman Yunani Kuno melalui pemikiran Aristoteles. Ia mengajarkan tiga pilar utama: ethos (kredibilitas pembicara), pathos (emosi pendengar), dan logos (logika argumen). Bagi calon guru, mempelajari retorika bukanlah pilihan, melainkan keharusan untuk membekali diri dengan keterampilan komunikasi yang superior. Tulisan ini akan membahas mengapa belajar retorika sangat penting bagi mereka yang bercita-cita menjadi guru, terutama dalam konteks pengajaran modern yang menuntut interaksi yang mendalam dan inspiratif.

Pertama-tama, retorika membantu guru membangun kredibilitas dan kepercayaan di mata siswa. Seorang guru yang mahir dalam retorika mampu menyampaikan materi pelajaran dengan cara yang meyakinkan, sehingga siswa tidak hanya mendengar, tapi juga percaya pada apa yang diajarkan. Bayangkan seorang guru matematika yang menjelaskan rumus trigonometri. Jika ia hanya membaca buku teks secara monoton, siswa mungkin akan bosan dan kehilangan minat. Namun, dengan menerapkan ethos, guru tersebut bisa berbagi pengalaman pribadi bagaimana rumus itu diterapkan dalam kehidupan nyata, seperti dalam desain arsitektur atau navigasi kapal. Hal ini menciptakan ikatan emosional dan intelektual, membuat siswa merasa guru tersebut bukan hanya ahli, tapi juga relatable. Tanpa retorika, guru berisiko dianggap sebagai figur otoriter yang kaku, yang justru menghambat proses belajar-mengajar.

Kedua, retorika meningkatkan kemampuan memotivasi dan menginspirasi siswa melalui elemen pathos. Pengajaran bukan hanya tentang fakta, tapi juga tentang membangkitkan semangat. Di era digital saat ini, siswa sering terganggu oleh gadget dan media sosial, sehingga guru perlu "menjual" pelajaran mereka dengan cara yang menarik. Retorika mengajarkan bagaimana menggunakan cerita, metafor, atau pertanyaan retoris untuk menyentuh emosi siswa. Misalnya, saat mengajar sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, seorang guru bisa menceritakan kisah pahlawan dengan nada yang penuh gairah, bukan sekadar daftar tanggal dan peristiwa. Ini membuat siswa merasakan getaran patriotisme, bukan sekadar menghafal. Penelitian dari American Psychological Association menunjukkan bahwa pembelajaran emosional seperti ini meningkatkan retensi pengetahuan hingga 20-30%. Bagi calon guru, memahami pathos berarti belajar bagaimana mengubah kelas dari ruang pasif menjadi arena diskusi yang hidup, di mana siswa merasa terlibat dan termotivasi untuk belajar.

Selain itu, logos dalam retorika memastikan bahwa pengajaran didasarkan pada argumen yang logis dan terstruktur. Guru yang terlatih retorika mampu menyusun pelajaran secara koheren, mulai dari pengantar yang menarik, isi yang mendalam, hingga kesimpulan yang kuat. Ini sangat berguna dalam menghadapi siswa beragam, termasuk yang memiliki gaya belajar berbeda. Contohnya, dalam mata pelajaran sains, guru bisa menggunakan analogi sederhana untuk menjelaskan konsep kompleks seperti fotosintesis: membandingkannya dengan "pabrik hijau" yang mengubah sinar matahari menjadi makanan. Struktur logis ini mencegah kebingungan dan membantu siswa membangun pemahaman bertahap. Di sisi lain, retorika juga melatih guru untuk menanggani pertanyaan kritis dari siswa. Dengan kemampuan berargumen yang tajam, guru tidak akan terpojok, melainkan justru mendorong pemikiran kritis di kalangan siswa---keterampilan abad 21 yang esensial.

Lebih jauh lagi, belajar retorika mempersiapkan calon guru untuk tantangan di luar kelas, seperti berinteraksi dengan orang tua, rekan kerja, atau even dalam konferensi pendidikan. Seorang guru yang fasih berbicara bisa meyakinkan orang tua tentang metode pengajaran inovatif, atau memimpin rapat sekolah dengan efektif. Di Indonesia, di mana sistem pendidikan masih menghadapi isu seperti disparitas akses dan kualitas guru, retorika menjadi alat untuk advokasi. Guru yang pandai beretorika bisa berperan sebagai agen perubahan, misalnya dengan menyampaikan proposal perbaikan kurikulum di forum nasional. Tanpa keterampilan ini, guru berpotensi gagal dalam membangun jaringan profesional atau memengaruhi kebijakan pendidikan.

Namun, penting untuk dicatat bahwa retorika bukanlah manipulasi, melainkan etika komunikasi. Aristoteles menekankan bahwa retorika yang baik harus jujur dan bertanggung jawab. Bagi calon guru, ini berarti menghindari retorika kosong yang hanya menjanjikan tanpa isi, dan fokus pada pengajaran yang autentik. Di perguruan tinggi, mata kuliah retorika sering diintegrasikan dalam program pendidikan guru untuk melatih hal ini, melalui latihan pidato, analisis teks, dan simulasi kelas.

Kesimpulannya, belajar retorika adalah investasi jangka panjang bagi siapa saja yang ingin menjadi guru profesional. Ia tidak hanya meningkatkan efektivitas pengajaran, tapi juga membentuk guru menjadi pemimpin inspiratif yang mampu membentuk generasi mendatang. Di tengah tantangan pendidikan Indonesia seperti pandemi dan transformasi digital, retorika memberikan keunggulan kompetitif. Calon guru yang mengabaikannya mungkin bertahan, tapi yang mempelajarinya akan unggul---mampu menyentuh hati, membangun pikiran, dan meninggalkan warisan abadi. Dengan demikian, mari jadikan retorika sebagai fondasi karir pendidikan kita. (Jumlah kata: 728)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun