Mohon tunggu...
Riska Amalia
Riska Amalia Mohon Tunggu... Guru/Mahasiswa

Hobby Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Diary

Rindu yang Menemani Langkahku : Ayah, Aku Belum Menyerah

15 Juni 2025   17:45 Diperbarui: 15 Juni 2025   19:41 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Rindu yang Menemani Langkahku: Ayah, Aku Belum Menyerah"

Setiap orang punya alasan untuk terus berjalan.
Ada yang karena mimpi, ada yang karena cinta, dan ada pula yang karena doa seseorang yang sudah tak bisa lagi disentuh.

Aku adalah campuran dari semuanya.
Tapi jika harus kusebut satu alasan yang selalu membuatku bertahan, bahkan di titik paling lelah sekalipun - itu adalah Ayah.

"Suara yang Tak Pernah Hilang"
Sebelum Ayah pergi untuk selamanya, beliau sering berkata:

"Jangan takut capek. Kalau kamu capek karena menuntut ilmu, insya Allah, capekmu itu akan diganti dengan sesuatu yang besar."

Dulu, aku hanya mengangguk dan tersenyum. Kalimat itu terasa sederhana - sampai aku mengalaminya sendiri.
Kini, aku mengajar dari senin sampai jumat hingga sore. Lalu weekend kuliah. Hari-hariku nyaris tanpa jeda. Kadang aku merasa kehabisan tenaga bahkan sebelum matahari tenggelam. Tapi saat itu terjadi, kalimat Ayah selalu datang mengetuk pintu hati.
Pelan. Tapi menenangkan.
Menguatkan.

"Ayah, Aku Masih Di Sini"
Ayah sudah lama tiada. Tapi sejujurnya, kepergian beliau membuat kehadirannya justru semakin terasa dekat.
Dalam kesibukan yang seakan tak berujung, dalam perjalanan pulang yang gelap dan sepi, dalam doa yang tercekat di tenggorokan - aku masih bisa membayangkan suara Ayah:

"Kamu kuat, Nak. Kamu tidak sendirian."

Rasa rindu itu... tak pernah benar-benar pergi.
Kadang ia datang diam - diam, saat aku melihat orang lain dijemput oleh ayah mereka di hari libur. Atau ketika mereka dengan riang bercerita tentang telepon dari rumah, tentang ayah yang menanyakan kabar dan membelikan oleh - oleh.

Di tengah hiruk pikuk pesantren, aku hanya bisa diam memeluk sunyi,
dan membisikkan pada diriku sendiri,
"Andai Ayah masih ada... Ia pasti akan bangga melihatku berdiri di depan kelas, mengajar, membimbing, menjadi lentera kecil bagi orang lain. Ia pasti akan tersenyum paling lebar, dan doa paling tulus akan datang darinya."


"Langkah yang Terus Aku Jaga"
Aku bukan perempuan paling hebat.
Aku hanya perempuan yang ingin membahagiakan ibunya dan mengenang ayahnya lewat pencapaian - pencapaian kecil yang aku perjuangkan sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun