Mohon tunggu...
Risfa Anjelli
Risfa Anjelli Mohon Tunggu... Founder at Association of International Relations Societies, University of Riau

Risfa is an International Relations student specializing in International Political Economy at the University of Riau. Additionally, she is a young politician and the founder of the Association of International Relations Societies, Indonesian Polyglot Official and Nusantara Sahabat Agro

Selanjutnya

Tutup

Politik

Etika, Hukum, Bisnis, dan Ekonomi: Berjalan Bersama Tetapi Tidak Sejalan?

27 April 2025   19:05 Diperbarui: 27 April 2025   19:05 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Misalnya, dalam bisnis ektraksi, elit politik, negara pusat, dan perusahaan multinasional mengeksploitasi sumber daya alam tanpa batas. Masyarakat lokal yang tinggal di daerah pertambangan tersebut tidak mendapatkan akses sumber daya alam, menunggu remahan-remahan emas untuk memenuhi kehidupan mereka. Mereka mengeksploitasi sumber daya manusia dengan upah rendah. Mereka merusak lingkungan tempat tinggal masyarakat lokal dengan mengeruk tanah untuk mendapatkan sumber daya alam. Masyarakat dihantui oleh polusi suara (suara operasional pabrik), polusi udara, pencemaran air, dan lainnya. Hewan-hewan punah karena sulitnya beradaptasi pada tingkat tertentu, dan lainnya. Apa yang dilakukan oleh elit politik, negara pusat, dan elit bisnis, adalah tidak beretika secara kemanusiaan, dan secara hukum dianggap legal karena hukum masih meloloskan saja perusahaan tersebut untuk beroperasi.

Ini adalah ciptaaan sistem kapitalisme global, di mana masyarakat tidak memahami kepentingan atau keinginan diri mereka yang sebenarnya. Elit politik dan bisnis telah membuat aturan atau sistem yang harus diikuti oleh mayoritas masyarakat lokal (rakyat pinggiran, rentan, dan marjinal). Meskipun ada masyarakat yang sadar bahwa sistem ini merugikan mereka, kerap kali mereka tidak mau merubahnya. Suara mereka diabaikan bahkan tidak diberi kesempatan untuk ikut serta dalam keputusan ekonomi, sehingga Keputusan ekonomi tidak memihak mereka.

Keputusan ekonomi juga bisa rasis. Hukum yang dibuat tidak beretika. Jika di Amerika Serikat, pendirian pabrik dan pembuangan limbah tidak boleh di perkotaan, harus di wilayah perdesaan yang cenderung dihuni oleh masyarakat kulit hitam, secara dampak dan implementasi polanya sama dengan di Indonesia. Perbedaanya terletak pada keberagaman suku, adat, budaya, dan bahasa di Indonesia (bukan persoalan kulit putih dan kulit hitam). Rasisme di Indonesia lebih merujuk pada perbedaan suku.

Penulis mengambil contoh dalam lingkup wilayah yang lebih sederhana. Di Sumatera Barat, terdapat berbagai macam suku, baik suku asli (Minangkabau) dan suku pendatang atau transmigrasi (Jawa, Batak, Sunda, dan lainnya). Suku Minangkabau memiliki orang-orang yang paling dituakan, yaitu datuk-datuk daripada sub-suku dan ninik mamak. Dalam setiap pengambilan keputusan baik itu ekonomi atau aspek lainnya, harus melibatkan para datuk-datuk dan ninik mamak. Ninik mamak menguasai tanah milik pemerintah yang biasa disebut dengan tanah ulayat. Permasalahannya adalah, banyak sekali ninik mamak yang tidak beretika, memanfaatkan kelemahan masyarakat transmigrasi untuk kepentingan mereka dan memanfaatkan tanah ulayat untuk keluarga mereka saja.

Masyarakat transmigrasi di Minangkabau adalah Masyarakat yang berasal dari suku Jawa, Sunda, dan Batak (mayoritas Jawa). Mereka menempati wilayah yang masih dekat dengan hutan lindung atau wilayah-wilayah pelosok desa (remote area). Wilayah tersebut menyimpan berbagai macam sumber daya alam seperti hasil pertanian dan pertambangan.

Dalam konteks etika, hukum, dalam ekonomi dan bisnis, kerap kali pabrik-pabrik ini beroperasi di wilayah pemukiman transmigrasi. Misalnya pabrik SKA (Sumatera Karya Agro) dari Riau dan Pabrik SMP dari Sumatera Utara, beroperasi di wilayah transmigrasi, Sijunjung. Pabrik ini berdiri di dekat pemukiman masyarakat, tidak ada jarak antara pabrik dan rumah-rumah masyarakat. Pada awal pendiriannya, masyarakat trans tidak dilibatkan sama sekali atas keputusan izin pendirian pabrik, hanya pihak KUD yang dilibatkan, Kepala Desa yang tidak mewakili masyarakat, dan ninik mamak. Bahkan, elit bisnis ini berkerja sama dengan elit politik yaitu para DPRD.

Masyarakat dengan pemikiran yang masih konservatif ini telah dibodohi oleh para elit bahkan ninik mamak mereka sendiri. Pola main ninik mamak pun bisa dibaca dengan jelas dari sekian banyak pendirian pabrik di wilayah trans ini. Mereka membiarkan pendirian pabrik, setelah akan beroperasi, mereka mengajak masyarakat untuk demo, ninik mamak mendapatkan keuntungan besar dalam kondisi ini, masyarakat yang diajak demo hanya mendapatkan nasi bungkus dan aqua saja. Hasil dari aksi protes pun tidak ada, pabrik tetap berjalan, limbah merusak sungai larangan, masyarakat terganggu akibat polusi suara, dan tenaga kerja pun paling banyak bukan dari masayrakat lokal, tapi dari luar wilayah itu sendiri. Jelas ini menunjukkan adanya ketimpangan antara etika, hukum, dan aktivitas ekonomi.

Kesimpulannya adalah, perbedaan praktik antara etika, hukum, dan ekonomi terjadi karena sistem yang sudah dibentuk, kapitalisme global. Keserakahan manusia yang tidak memikirkan manusia yang lain menjadi dasar hubungan ini. Kondisi yang timpang ini tidak hanya terjadi antar negara saja, tetapi juga di dalam masing-masing negara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun