Mohon tunggu...
Ririh Dwi Wahyuningsih
Ririh Dwi Wahyuningsih Mohon Tunggu... -

saya mahasiswa PGSD KEBUMEN. Be your self!!!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kritis... Kreatif

29 November 2010   08:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:12 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Anak lahir sudah lengkap dengan segenap talenta.Seorang anak pasti mempunya daya pikir yang berbeda-beda dengan anak lainnya.Ada anak yang kreatif, ada pula anak yang memilih untuk lebih banyak diam. Ada anak yang memang mempunyai cara berpikir yang kritis, namun ada pula yang pola pikirnya biasa-biasa saja. Akan tetapi belum tentu anak yang terlihat biasa-biasa saja itu tidak dapat berpikir kritis dan kreatif, pada satu kesempatan pastilah anak tersebut akan mengeluarkan cara berpikir kritisnya dan kekreativitasan yang dia miliki karena terkadang memang ada anak yang muncul kekreativitasannya ketika kepepet sedang dihadapkan pada suatu kondisi yang tidak kondusif atau ada masalah yang harus diselesaikan secepatnya,sehingga mau tidak mau otaknya berpikir keras untuk mencari ide, karena berpikir kritis merupakan upaya pendalaman kesadaran serta kecerdasan membandingkan dari beberapa masalah yang sedang dan akan terjadi sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan dan gagasan yang dapat memecahkan masalah tersebut. Jika seseorang mau untuk berpikir kritis maka hal itu akan mempermudah dalam pencarian solusi terhadap masalah yang sedang dihadapi.

Sebenarnya setiap anak dapat mengembangkan tingkat kreativitasnya. Ada yang berasumsi untuk dapat mengembangkan hal tersebut, anak membutuhkan stimulus, misalnya dengan diberi pertanyaan “bagaimana kamu dapat menggunakan sepotong kayu itu” atau “ mau kau apakan kertas kosong itu”. Dan banyak yang menganggap bahwa semakin banyak dan semakin asing jawaban anak, maka itu menunjukkan tingkat kreativitas yang tinggi. Sebagian orang juga mempunyai asumsi bahwa para orang tua yang kreatif pastilah mempunyai anak-anak yang lebih kreatif. Apalagi jika orang tua tersebut mendidik anaknya dengan cara mendidik yang sangat mendukung anak dan bersikap fokus terhadap anak, kemudian rajin mengajukan berbagai pertanyaan kepada anak, misalnya “ apa yang akan kamu lakukan”, “ kenapa bisa begini, kenapa bisa begitu”. Padahal belum tentu orang tua yang bersikap terlalu mengarahkan seperti itu akan memacu kreativitas anak, bisa jadi malah mengurangi kreativitas anak, karena ketika anak menjawab pertanyaan-pertanyaan orang tuanya tersebut, kemudian orang tuanya tidak setuju lalu berkata “jangan begini,jangan begitu”, dan akhirnya malah memaksa anak untuk melakukan hal-hal yang diinginkan oleh orang tua.

Ada baiknya jika anak berkreativitas, kemudian kreativitasnnya tersebut dihargai dan diberi dukungan tapi tanpa perlu terlalu mengarahkan. Hindari alat-alat permainan yang membatasi kreativitas anak. Berikan mereka kertas putih polos, bukan buku mewarnai dengan gambar-gambar yang telah ditetapkan sebelumnya dan biarkan anak menemukan sendiri kemana anak ingin melangkah, dalam artian biarkan anak ingin melakukan apa pada kertas putih kosong tersebut, tidak perlu kita cerewet mengarahkan kepada anak, seperti “ kamu harusnya menggambar kucing di kertas itu”. Pilih alat-alat permainan yang bentuknya lebih mudah diubah-ubah (seperti lilin mainan), daripada balok-balok yang saling disambung dan hanya dapat membentuk bangunan persegi yang terbatas. Namun yang paling penting, selalu berikan pujian atas usaha yang telah mereka lakukan. Mereka mungkin saja menggambar sesuatu yang konyol atau tidak masuk akal, namun tetap berikan pujian karena mereka telah mencoba membuat sesuatu yang baru.Ingat bahwa anak memiliki rasa ingin tahu yang besar dan selalu ingin mencoba sesuatu yang baru. Jadi biarkan mereka berkreativitas sesuai keinginan mereka sendiri.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun