Mohon tunggu...
Suripman
Suripman Mohon Tunggu... Akuntan - Karyawan Swasta

Pekerja biasa, menulis alakadarnya.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kecaman ke Media, Prabowo Sengaja?

11 Desember 2018   13:14 Diperbarui: 11 Desember 2018   18:23 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://geotimes.co.id/

Tanggapan luas atas kecaman Prabowo kepada media, tentang pemberitaan Reuni 212, adalah sebuah keniscayaan. Pertama karena konteks pemilihan presiden saat ini. Kedua, tentu karena konten dari kecaman itu sendiri.

Banyak yang menyoroti konten kecaman, kemudian dikaitkan dengan kualitas dan kapasitas dari calon presiden nomor urut 2 ini. Tidak sedikit pula yang memberikan pandangan adanya jurang lebar antara pernyataan Prabowo dengan atribut diri yang melekat pada dirinya. Sederhananya,  beredar anggapan bahwa sikap dan pernyataan Prabowo adalah bentuk ledakan emosi  atas kegagalan perhelatan Reuni 212, gagal untuk meraih laba politis.

Bagaimana jika tidak demikian?

Haryanto,  seorang Staf Pengajar Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Hasanuddin Makassar, dalam jurnal ilmiahnya menyebutkan:

"Setidaknya terdapat tiga pendekatan yang selama ini menjadi basis dalam membaca perilaku memilih yaitu The Columbia Study, The Michigan Model, dan Rational Choice (Bartels, 2012; Roth, 2008). Ketiga pendekatan tersebut lebih dikenal dengan istilah sosiologis, psikologis dan pilihan rasional."

Selanjutnya, masih dalam jurnal yang sama, Haryanto menambahkan:

"...ketiga model tersebut tidak harus bertentangan. Sebaliknya, ketiganya mempunyai pengaruh relatif terhadap pilihan politik (Mujani et al., 2012: 34). Singkatnya, dalam studi perilaku memilih, sejatinya dilihat dalam pendekatan probabilistik bukan deterministik, karena semua faktor dapat berpengaruh..."  (sumber: Haryanto, Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, 2014)

Secara pribadi, saya berharap lebih banyak pemilih menggunakan pertimbangan rasional dalam menentukan pemilihan presiden 2019 mendatang. Namun kajian Haryanto di atas, jelas mematahkan harapan saya. Kalau tidak keliru menerjemahkannya, tidak ada satupun faktor yang akan mendominasi dalam diri seorang pemilih untuk menentukan pilihannya.

Pada kesempatan lain, Koentjoro, Pakar Psikologi Politik Universitas Gajah Mada juga melihat bahwa tidak semua pemilih rasional, masih banyak pemilih kita yang emosional. Bahkan faktor emosional juga bisa menyusup ke akal para pemilih yang rasional, apalagi pada masa hegemoni media sosial seperti sekarang ini.

"Di tengah perilaku pemilih yang mulai rasional, masih banyak juga pemilih tradisional atau mereka yang tidak terpelajar. Ini yang lebih mudah memakannya. Jadi politik identitas masih akan laku,

Koentjoro, sebelumnya juga menyebut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun