Mohon tunggu...
rionpapilon gultom
rionpapilon gultom Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - PELAJAR

saya senang atau hobi bermain volly, saya orang yang terbuka.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Paradigma Perilaku Sosial

6 September 2022   21:25 Diperbarui: 6 September 2022   21:27 8041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sosiologi sebagai sebuah ilmu memiliki beragam paradigma yang lahir dari para ilmuwan sosial. Beberapa diantaranya adalah tipologi paradigma sosiologi menurut George Ritzer (yang terdiri dari paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, paradigma perilaku sosial), dan paradigma sosiologi menurut Margaret M. Poloma, (yang terdiri dari paradigma naturalistis/ positivistik, paradigma humanistis/ interpretatif, dan paradigma evaluatif). Artikel ini bertujuan untuk mengintegrasikan paradigma sosiologi Ritzer dan paradigma sosiologi Poloma melalui analisis komparatif yang mengacu pada elemen-elemen paradigma yang terdiri dari dimensi ontologis, epistemologis, metodologis, dan aksiologis. Berbeda dengan paradigma definisi sosial yang sudah dijelaskan di muka, maka di dalam paradigma perilaku sosial ini sangat menekankan pada pendekatan yang bersifat objektif empiris. Meskipun sama-sama berangkat dari pusat perhatian yang sama, yakni "interaksi antarmanusia," tetapi paradigma perilaku sosial menggunakan sudut pandang "perilaku sosial yang teramati dan dapat dipelajari." Jadi, dalam paradigma ini perilaku sosial itulah yang menjadi persoalan utama, karena dapat diamati dan dipelajari secara empiris. Apa yang ada di balik perilaku (misalnya, niat dari perilaku tertentu, motif di balik perilaku itu, kebebasan, dan tanggung jawab) berada di luar cakupan paradigma perilaku sosial ini. Sosiologi menganut paradigma ini, seperti yang dijelaskan oleh George Ritzer (1980) dan Ritzer dan Douglas J. Goodman (2008). Ini karena paradigma perilaku sosial berfokus pada perilaku bermasalah dan pengulangan perilaku tertentu. Dalam paradigma ini, perilaku manusia dalam interaksi sosial dipandang sebagai rangkaian rangsangan atau tanggapan terhadap rangsangan yang ditemui dalam suatu interaksi (respon mekanis otomatis). Respon mekanis dan otomatis seperti itu sering terjadi dalam interaksi spesifik antar individu (Veeger, 1993: 26). Sebagai contoh, dalam dunia politik, partai politik yang tertarik pada pemilu seringkali memperhatikan teknik yang memastikan perilaku masyarakat saat memilih orang yang diinginkan.

Di negara-negara totaliter, paradigma ini umumnya dijunjung tinggi. Karena orang dilihat sebagai individu yang deterministik secara perilaku, mereka mudah dimanipulasi dalam bentuk indoktrinasi, cuci otak, atau perilaku propaganda sepihak.Meskipun kita tahu bahwa manusia dapat berpikir dan bertindak, pemikiran mereka sering mengikuti pola spesifik yang sama ke arah yang lebih besar atau lebih luas. tingkat yang lebih rendah (Veeger, 1993:27). Tokoh kunci di balik paradigma perilaku sosial ini dapat disebutkan oleh George C. Homans, yang memperkenalkan teori pertukaran sosial (exchange theory). Karena manusia selalu digambarkan sebagai individu yang bertindak atas kepentingan tertentu, masalah utama dalam sosiologi (menurut paradigma ini) adalah untuk mencari dan mempelajari kepentingan tersebut. Di sisi lain, pengetahuan tentang cita-cita, keyakinan, dan kebebasan di balik tindakan individu (dalam paradigma ini) hanya dapat dilihat sebagai mitos atau fantasi yang sulit dibuktikan secara empiris (lihat: Veeger, 1993: 27). Ketiga paradigma di atas masuk akal, begitu pula teori-teori yang mendasarinya. Masing-masing mengungkapkan sepotong kebenaran, bersama dengan asumsi dan perspektif teoretis khusus untuk memahami dunia sosial yang kompleks dan luas. Tentu saja, tergantung bagaimana Anda melihatnya, konstruksi teoritis masing-masing paradigma secara alami memiliki banyak kelebihan, dan sekaligus banyak kelemahan, dan memang pandangannya berbeda. Sosiolog besar seperti Emile Durkheim, Max Weber, dan Talcott Parsons tidak pernah mengklaim bahwa paradigma yang mereka ciptakan adalah paradigma yang sepenuhnya benar dalam sosiologi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun