Mohon tunggu...
Mario Manalu
Mario Manalu Mohon Tunggu... Editor - Jurnalis JM Group

A proud daddy

Selanjutnya

Tutup

Politik

Atas Nama HAM, Semakin Banyak Negara Memboikot Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022

9 Desember 2021   19:44 Diperbarui: 9 Desember 2021   19:50 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: kompas.com

Olimpiade Musim Dingin Beijing yang rencananya akan dihelat pada awal tahun 2022 dimamfaatkan Amerika Serikat dan sekutunya untuk menaikkan kembali perhatian global terhadap kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity) yang diduga dilakukan pemerintah China terhadap etnis minoritas Uighur. Boikot diplomatik terhadap perhelatan olahraga multi-evet tersebut pertama kali diumumkan oleh Amerika Serikat. 

Juru bicara gedung putih, Jen Psaki, menjelaskan bahwa pemerintah Amerika Serikat tidak akan berpartisipasi dalam olimpiade tersebut karena mereka meyakini bahwa China telah melakukan genosida terhadap etnis Uighur.

Pengumuman yang sama kemudian dikeluarga oleh Australia, diikuti Kanada dan Inggris. Pengumuman terbaru disampaikan oleh beberapa pejabat Lithunia yang berjanji tidak akan menghadiri pesta olah raga akbar tersebut (Axios.com, 09/12/21). 

Para pejabat Selandia Baru juga memang berencana tidak akan menghadiri acara tersebut, tetapi menggunakan alasan pencegahan Covid-19 sebagai alasan utama, bukan isu HAM Uighur.

Mengingat dugaan pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur telah lama mendapat perhatian global, jumlah negara yang akan memboikot Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022 kemungkinan besar akan bertambah. Terutama dengan mempertimbangkan pengaruh Amerika Serikat sebagai negara yang paling vokal menyoroti isu tersebut.

Seperti kita tahu dari berbagai laporan lembaga-lembaga pemerhati HAM global, etnis minoritas Muslim Uighur kerap mengalami diskriminasi karena latar belakang mereka yang berbeda dengan mayoritas etinis di China. 

Beberapa laporan bahkan menyebutkan bahwa pemerintah China mengoperasikan sejenis kamp khusus sebagai tempat indoktrinisasi, lebih tepatnya tempat pencucian otak (brain wash) bagi etnis Uighur. 

Kesaksian orang-orang yang berhasil keluar dari kamp tersebut menyebutkan bahwa kamp tersebut lebih identik dengan tempat penyiksaan karena metode pendidikan dijalankan dengan metode pemakasaan melalui hukuman fisik. Kasus-kasus pemerkosaan dan kekerasan  di dalam dan di luar kamp-kamp tersebut juga banyak dilaporkan terjadi terhadap etnis Uighur (Human Right Watch---hrw.org, 19/04/21) .

Pemerintah China selalu membantah semua tuduhan tersebut, cenderung tidak kooperatif terhadap upaya penyelidikan lebih dalam  oleh lembaga-lembaga global yang otoritatif, dan selalu bersikap defensif dengan menuduh negara-negara Barat sengaja menciptakan tuduhan tersebut  sebagai intrik dalam persaingan geopolitik global di mana kekuatan dan pengaruh China terus tumbuh secara menakjubkan dalam beberapa dekade terakhir.

Menyikapi aksi boikot yang diumumkan pemerintah Amerika Serikat dan sekutunya, pemerintah China memberi respon yang kurang lebih sama. Pemerintah China menuduh aksi boikot tersebut sebagai manipulasi politik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun