Mohon tunggu...
Rio Ivaldo
Rio Ivaldo Mohon Tunggu... Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Sunan Ampel Surabaya

Mahasiswa Hubungan Internasional yang gemar membahas isu global dan seni bernegosiasi di panggung diplomasi dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Natuna dan Strategi Maritim Indonesia di Tengah Tekanan Geopolitik Asia

7 Oktober 2025   18:18 Diperbarui: 7 Oktober 2025   18:18 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Laut Natuna Utara bukan hanya sekedar sebuah laut biru yang terletak di ujung peta Indonesia. Dibalik keindahannya, terdapat kepentingan strategis yang sangat besar bagi masa depan kedaulatan dan kesejahteraan bangsa. Kawasan ini terletak di jalur strategis antara Laut Cina Selatan dan Samudra Hindia, menjadikannya persimpangan vital antara kepentingan ekonomi, militer, dan geopolitik Asia. Dalam dua dekade terakhir, perhatian dunia terhadap Laut Natuna berkembang pesat karena menyimpan sumber daya alam yang melimpah, mulai dari minyak, gas, hingga kekayaan ikan. Namun, Tiongkok mengklaim bahwa gagasan "ninedash line" mencakup sebagian besar Laut Cina Selatan, termasuk wilayah di sekitar Natuna, yang membuat wilayah ini menjadi subjek konflik maritim. Pada tahun 2016, Mahkamah Arbitrase Permanen Indonesia menolak klaim ini karena tidak memiliki dasar hukum.(Hanafiah et al., 2025) Kondisi tersebut menempatkan posisi Indonesia pada posisi yang sulit, di satu sisi harus menjaga hubungan baik dengan mitra dagang utama, di sisi lain wajib mempertahankan kedaulatan wilayah lautnya yang sah secara hukum internasional. 

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah yang strategis dalam menegaskan posisinya di Natuna. Setelah berkonsultasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi membuat rencana untuk mengirimkan nelayan Pantura ke Laut Natuna untuk mendeteksi kapal-kapal PSDKP, Bakamla RI, dan TNI AL yang melakukan perdagangan ilegal di wilayah tersebut.(Wijaksono et al., 2021) Pembangunan pangkalan terpadu di Natuna menjadi simbol nyata dari komitmen mempertahankan wilayah maritim. Namun strategi pertahanan saja tidak cukup. Dinamika geopolitik Kawasan tersebut menuntut Indonesia memiliki pendekatan yang lebih adaptif, terintegrasi, dan lintas sektor. Di tengah persaingan kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok, strategi maritim Indonesia harus berdiri di atas landasan kepentingan nasional yang jelas, yakni menjaga kedaulatan sekaligus memanfaatkan laut sebagai sumber kesejahteraan rakyat. 

Tekanan geopolitik terhadap Indonesia semakin terasa ketika modernisasi kekuatan laut Tiongkok meningkat tajam. Pada 10 Maret 2019, kapal Coast Guard China membenturkan kapal berbendera China yang sedang ditarik oleh kapal Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia karena diduga melakukan penangkapan ikan ilegal di Laut China Selatan. Tindakan China tersebut tidak menghormati tindakan penegakkan hukum yang dilakukan oleh otoritas Indonesia di wilayah hak berdaulat Indonesia. (Baadilla, 2020) Meskipun Indonesia bukan negara pengklaim di Laut Cina Selatan, kehadiran pihak asing di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) jelas merupakan pelanggaran terhadap yurisdiksi nasional. Hal ini menjadikan strategi maritim Indonesia sebagai instrumen penting untuk menegaskan posisi negara di hadapan dunia internasional. Keputusan pemerintah untuk memperkuat armada patroli dan memperluas kerja sama maritim regional mencerminkan kesadaran bahwa kedaulatan laut tidak bisa dijaga hanya dengan diplomasi atau militer semata, melainkan melalui sinergi keduanya secara seimbang. 

Konsep kekuatan laut Indonesia harus dilihat tidak hanya dalam segi pertahanan saja, tetapi juga dalam membangun kehadiran permanen di wilayah maritim strategis. Modernisasi peralatan pertahanan, peningkatan kemampuan intelijen maritim, dan pengembangan teknologi pengawasan berbasis satelit merupakan langkah yang sejalan dengan prinsip deterrence atau penangkalan. Tujuan tersebut tidak bermaksud untuk memunculkan konflik, melainkan menunjukkan bahwa Indonesia siap dan mampu melindungi kepentingannya di laut. Dalam jangka panjang, kehadiran ini diharapkan dapat menciptakan stabilitas regional dan mengurangi potensi pelanggaran oleh negara lain. 

Strategi maritim Indonesia tak hanya soal kapal dan patroli laut, tetapi juga soal bagaimana ekonomi biru dijalankan untuk menyejahterakan masyarakat pesisir. Laut Natuna menyimpan banyak sekali potensi sumber daya alam, akan tetapi sejauh ini belum dikelola secara optimal. Pemberdayaan sektor kelautan dan perikanan menjadi kunci dalam menjadikan Natuna sebagai pusat pertumbuhan ekonomi maritim yang berkelanjutan. Pendekatan ini tidak semata-mata tentang eksploitasi sumber daya, tetapi juga tentang keberlanjutan, konservasi, dan kesejahteraan masyarakat pesisir. 

Selain itu, Indonesia juga perlu melakukan strategi diplomasi maritim dan berperan aktif dalam membangun stabilitas kawasan melalui kerja sama multilateral. Forum seperti ASEAN Maritime Forum dan East Asia Summit harus dimanfaatkan untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia dalam isu keamanan laut. Diplomasi juga bisa dilakukan dengan latihan bersama, pertukaran informasi, dan kolaborasi riset dengan negara-negara tetangga. Di tingkat internasional, Indonesia perlu terus memperkuat posisi sebagai negara maritim yang mendorong perdamaian dan keterbukaan, bukan konfrontasi. Strategi ini juga sejalan dengan politik luar negeri bebas aktif yang menjadi prinsip dasar sejak masa kemerdekaan.

 Diplomasi yang dilakukan Indonesia bukan berarti kompromi terhadap kedaulatan. Indonesia juga perlu menunjukkan ketegasan hukum berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982, yang dengan jelas mengakui Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di sekitar Natuna. Sikap tegas yang diambil ini menunjukkan kedewasaan Indonesia dalam menghadapi tekanan geopolitik tanpa terjebak dalam blok kekuatan tertentu. Diplomasi maritim juga bisa menjadi instrumen untuk memperkuat kerja sama ekonomi biru, seperti investasi perikanan berkelanjutan, konservasi ekosistem laut, dan pengembangan industri energi laut. Dengan cara ini, Indonesia tidak hanya menjaga kedaulatan, tetapi juga memanfaatkan momentum geopolitik untuk meningkatkan kesejahteraan nasional. 

Strategi maritim yang diterapkan Indonesia seharusnya berpijak pada nilai dan jati diri bangsa. Sejarah Nusantara mencatat bahwa kekuatan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit mencapai kejayaan karena menguasai lautan dan menjadikannya pusat perdagangan serta peradaban. Nilai-nilai tersebut seharusnya menjadi inspirasi dalam merumuskan strategi maritim modern. laut bukan sekadar sumber daya ekonomi, melainkan simbol kedaulatan dan identitas nasional. Visi tentang "Poros Maritim Dunia" yang pernah dibicarakan oleh pemerintah sebenarnya berupaya menghidupkan kembali semangat itu, bahwa Indonesia harus memandang laut bukan sebagai pembatas, melainkan sebagai penghubung antara wilayah, budaya, dan kepentingan nasional. 

Natuna tidak hanya menjadi sebuah titik di peta, tetapi juga mencerminkan bagaimana Indonesia menegaskan dirinya sebagai kekuatan maritim yang disegani. Strategi yang efektif harus memadukan kekuatan militer yang tangguh, ekonomi biru yang inklusif, dan diplomasi maritim yang aktif. Ketiganya tersebut apabila disatukan akan menciptakan pertahanan yang menyeluruh, yang tidak hanya melindungi batas teritorial, tetapi juga menjamin keberlanjutan sumber daya dan kesejahteraan rakyat. Tentu saja dalam mencapai tujuan tersebut pasti akan tantangan yang besar untuk kedepannya. Namun, dengan visi strategis dan kepemimpinan nasional yang kuat, Indonesia memiliki semua modal untuk mengelola tantangan tersebut. Menjaga Natuna sama saja seperti menjaga masa depan Indonesia sebagai bangsa maritim. Di tengah tekanan geopolitik Asia yang semakin kompleks, kedaulatan tidak cukup dijaga dengan kapal perang atau nota diplomatik, tetapi dengan strategi menyeluruh yang menghubungkan keamanan, ekonomi, dan identitas nasional. Laut adalah ruang hidup dan sumber kekuatan bangsa. Jika dikelola dengan visi jangka panjang dan semangat gotong royong, Natuna bisa menjadi titik pijak bagi kebangkitan Indonesia sebagai poros maritim dunia yang sejati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun