Ketika untuk pertama kalinya berkunjung ke Kawasan Industri Batamindo, Muka Kuning, Batam pada bulan November tahun 2004, saya melihat sebuah gairah kehidupan yang sangat menjanjikan di sana.
Barisan bangunan prabik-pabrik berdiri dengan megah dan pergudangan berjejer rapi menurut blok-blok yang ditata sedemikian modern dan asri, tentu saja lahir melalui perencanaan yang sangat matang dengan harapan bahwa kawasan tersebut akan terus berkembang menjadi kawasan industri raksasa dunia.
Setiap pabrik menunjukkan aktivitas yang sangat sibuk terlebih pada jam masuk dan pertukaran shift kerja, puluhan ribu manusia akan kelihatan bergerak seperti semut, ada yang beranjak pulang ke dormitory dan ada yang baru saja datang untuk memulai aktivitasnya.
Tapi itu dulu sekitar 14 tahun yang silam. Ketika tahun 2017 lalu kami bersama teman-teman berkeliling ke sana yang kebetulan pada malam hari, kawasan tersebut tak ubahnya seperti bangunan-bangunan tua yang ditinggal pergi oleh penghuninya. Kawasan tersebut terlihat sangat angker karena lampu-lampunya yang dahulu terang-benderang, sekarang sudah mati dan hanya tinggal puing-puing kenangan kemegahan.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Ternyata menurut catatan Disnaker Batam, sepanjang tahun 2014 hingga 2017, ada sekitar 170 perusahaan yang tutup di Batam. Tahun 2014 saja sudah ada 25 perusahaan yang tutup. Selanjutnya tahun 2015 terdapat 54 perusahaan yang juga tutup.
Sedangkan sepanjang  tahun 2016, sebanyak 60 perusahaan resmi hengkang ke negara lain dan terhitung dari Januari hingga Oktober 2017 total ada 31 perusahaan yang tutup.
Dan sebagai dampaknya terjadilah petambahan pengangguran besar-besaran di Batam.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Perusahaan yang tutup rata-rata diakibatkan karena sepinya permintaan produksi, kalah bersaing dengan perusahaan lain, adanya konflik internal dan iklim investasi yang tidak lagi mendukung seperti sediakala.
Sedangkan perusahaan yang hengkang tentu saja salah satu penyebab utamanya diakibatkan masalah buruh, termasuk dalam hal upah dan banyaknya tuntutan dari organisasi-organisasi buruh yang katanya memperjuangkan hak-hak pekerja tetapi tak tahunya dapat mengakibatkan ketidaknyamanan perusahaan-perusahaan untuk berinvestasi.